Di tengah-tengah kemelut perang, seorang gadis muda yang berbakat, Elena, tergabung dalam unit pasukan khusus. Dalam sebuah misi yang kritis, kesalahan bermanuver mengakibatkan kematian tragis.
Namun, alih-alih menemukan ketenangan di alam baka, jiwanya terbangun kembali dalam tubuh gadis polos bernama Lily, seorang siswi SMA yang kerap menjadi sasaran bully dari teman-temannya.
Dengan kecerdasan militer yang dimilikinya, Elena mencoba untuk memahami dan mengendalikan tubuh barunya. Namun, perbedaan antara kehidupan seorang prajurit dan remaja biasa menjadi penghalang yang sulit dia atasi.
Sementara Elena berusaha menyelaraskan identitasnya yang baru dengan lingkungan barunya, dia juga harus menghadapi konsekuensi dari masa lalunya yang kelam. Di sekolah, Lily mulai menunjukkan perubahan yang mengejutkan, dari menjadi korban bully menjadi sosok yang tegas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lily Dan Damian
Keempat orang preman itu langsung tersungkur di atas jalan, Lily menatapnya dengan dingin. "Kalian benar-benar sangat bodoh untuk berurusan denganku!"
Ctak...
Gadis itu menjentikan jarinya, dua orang pria bertubuh kekar segera muncul. "Ya, nona."
"Bawa mereka berempat ke kantor polisi, jangan lupa untuk membawa senjata-senjata itu sebagai barang bukti, pastikan bahwa mereka meringkuk dalam penjara lebih dari 10 tahun, jika tidak? Lakukan sesuatu terhadap keluarganya, agar mereka tahu, bermusuhan denganku sama seperti kematian!" ucap Lily.
Kedua orang pria itu mengangguk dengan sangat patuh. "Sesuai permintaan anda!"
"Tidak nona! Tolong maafkan kami! Kami tidak bermaksud untuk mencari masalah dengan anda, semua ini adalah permintaan dari nona Alina, dia telah membayar bos kami agar menyerang anda," ucap keempat orang preman itu sambil bersujud, memohon pengampunan pada Lily, namun gadis itu hanya membalikkan badannya.
"Kalian bertiga harusnya mengetahui bagaimana caranya untuk tutup mulut bukan?" ucap Lily sambil memandang ke arah Hans dan juga kedua orang rekannya, yang saat ini menggigil ketakutan.
Mereka tak menyangka jika gadis di depannya adalah monster, meskipun wajah Lily nampak lugu dengan dandanan yang sangat kampungan, ternyata kekuatan di balik semua itu adalah sesuatu yang tidak bisa mereka ganggu sedikitpun.
"Kami mengerti!" ucap Hans dan rekan-rekannya sambil menganggukkan kepala.
"Itu bagus!" jawab Lily sambil memasang helm full facenya. Dia segera menaiki motor dan berniat untuk kembali ke rumah.
"Terima kasih karena telah mengantarkan motorku ke sekolah," ucap gadis itu sambil melirik ke arah dua orang pria berbadan tegap.
"Tidak masalah, nona. Kami tahu apa yang anda butuhkan!" ucap salah seorang dari mereka sambil tersenyum tipis dan menganggukkan kepala.
Lily segera mengendarai motornya dengan kecepatan penuh, agar tidak terlambat sampai di rumah, sehingga membuat Mona dan Resti cemas.
Dia telah terlalu banyak menghabiskan waktu, untuk memberikan pelajaran kepada keempat orang preman itu, sehingga kemungkinan besar saat ini Mona dan Rasti tengah menunggunya di teras dengan perasaan yang tak tentu arah.
"Lily...! Kau baik-baik saja?" tanya Mona dan Resti begitu melihat motor Lily memasuki pekarangan.
"Seperti yang ibu dan nenek lihat, aku baik-baik saja. Maaf karena terlambat pulang, beberapa orang temanku mengajak untuk makan-makan sebentar. Lihat ini, aku membawa makanan juga untuk kalian," ucap Lily, dia sengaja berhenti di salah satu restoran untuk memesan menu favorit keluarganya, agar terhindar dari kecemasan Resti dan juga Mona.
"Syukurlah, ayo kita masuk!" jawab Mona sambil menggandeng tangan putrinya, Lily hanya mengangguk sambil menyerahkan kantong yang berisi makanan itu kepada Resti.
"Dimana Dany?" tanya Lily setelah mengetahui jika adiknya saat ini tidak ada di rumah.
"Tadi Damian datang dan mengajak Dany untuk berjalan-jalan," jawab Mona, Lily hanya mengganggukan kepala.
Setelah berbasa-basi sebentar dengan nenek dan juga ibunya, Lily akhirnya masuk ke dalam kamar, dia memeriksa laptop untuk mengetahui apa yang terjadi dengan keluarga Antonio.
Sudut bibir gadis itu langsung melengkung dengan sempurna, setelah mengetahui jika Bastian melakukan tugasnya dengan sangat baik, perusahaan milik Antonio saat ini benar-benar berada di ujung tanduk, mereka telah ditinggalkan oleh para investornya, bahkan beberapa orang pemasok barang juga ikut membatalkan kontrak secara sepihak.
Hal itu tentu saja membuat tuan Antonio langsung kelimpungan, dia berusaha untuk menelpon beberapa orang rekan bisnisnya untuk meminta bantuan, namun tidak ada satu orang pun yang bersedia untuk membantunya, karena sebelum hal itu terjadi, mereka semua telah mendapatkan tekanan sekaligus ancaman dari Bastian.
Siapa yang tidak mengenal pria itu? Meskipun posisinya hanyalah seorang asisten dari Damian Aditya, namun ucapannya pasti sudah mendapatkan persetujuan dari majikannya, sehingga siapapun orang yang berani menentang Bastian, sama seperti mereka menentang Damian Aditya, dan neraka adalah tempat yang tepat untuk bersembunyi karena jika mereka masih hidup akan terus diburu meski hingga ke lubang semut sekalipun.
"Sangat bagus!" ucap Lily, dia sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui reaksi Alina setelah mengetahui kehancuran yang dialami oleh keluarganya. Apakah gadis itu akan terus bersikap sombong? Ataukah dia akan meminta maaf dan bersujud di hadapan orang-orang yang selama ini telah dibullynya?
Malam harinya, Dany diantar pulang ke rumah oleh Bastian, sedangkan Damian menunggu dengan sangat tenang di mobilnya, pemuda itu sama sekali tidak berniat untuk menemui Lily, dia sengaja memberikan kesempatan pada gadis itu untuk memikirkan kembali hubungan mereka.
Tap...
Tap...
Tap...
"Ibu...! Nenek...! Aku pulang!" teriak Dany, suaranya terdengar sangat menggelegar, membuat ketiga orang wanita berbeda usia yang saat ini tengah duduk santai di ruang keluarga langsung melirik ke arah pintu dan menemukan bocah berusia 8 tahun itu menjinjing banyak sekali paper bag tangannya.
"Dany...!" panggil Lily sambil mengerutkan dahinya.
"Selamat malam nyonya dan nona, saya mengantar tuan Dany kembali pulang," ucap Bastian sambil menganggukkan kepala.
Mona tersenyum lembut, kemudian mengajak Bastian untuk bergabung. "Nak Bastian, masuk dulu! Ibu baru saja membuat beberapa macam kue, kau harus mencobanya!"
Namun bastian segera menggelengkan kepala, "Mohon maaf karena harus menolak, tuan muda masih menunggu di mobil, saya berharap tidak ada yang tersinggung dengan ini."
Semua orang langsung mengangguk, tidak ada satu orang pun yang mencegah Bastian untuk tetap tinggal, bahkan Lily hanya terdiam di tempatnya.
Sebenci itukah Damian terhadapnya? Hingga untuk menginjakkan kaki di rumah mereka, saja seolah pemuda itu merasa enggan.
"Terima kasih karena telah mengantar Dany kembali," ucap Mona, Bastian hanya mengangguk sebagai jawaban, dia segera pergi meninggalkan rumah itu.
"Tuan muda!" panggil Bastian setelah mendudukkan dirinya di kursi kemudi.
"Ke rumah!" jawab Damian dingin. Dia melirik ponselnya, ada 1 panggilan tak terjawab dari Lily. Pemuda itu langsung menghembuskan nafas lelah.
Sementara Lily terlihat sangat kesal, Damian benar-benar mengabaikannya, dia sama sekali tidak mengangkat panggilan telepon dari Lily.
"Ciiih! Lihat saja! Kalau dia terus memperlakukanku seperti ini, aku akan memberikan pelajaran yang lebih keras lagi!" ucap Lily sambil menyimpan ponselnya di atas nakas.
Dia kembali berseluncur dengan laptopnya untuk meredakan kemarahan, ternyata di abaikan rasanya sangat menyakitkan.
Setelah beberapa saat, Lily kembali memantau perkembangan 2 perusahaan besar yang saat ini telah berkolaborasi, tak lain merupakan milik keluarga Mandala dan Adriansyah, keluarga dari Rossa dan Leni.
Sudut bibir gadis itu berkedut, sepertinya serangan yang dilakukan olehnya terakhir kali benar-benar sangat mengguncang perkembangan perusahaan itu, hingga saat ini keduanya masih dalam keadaan kesulitan, mereka bahkan telah melelang beberapa persen sahamnya untuk tetap mempertahankan perusahaan.
"Hmm... Semakin menarik!" ucap Lily, ponselnya tiba-tiba saja berdering, membuat gadis itu langsung mengalihkan perhatiannya, ada sebuah pesan masuk yang dikirimkan oleh Damian.
📱"Cepat tidur! Jangan terlalu sering begadang, jaga kesehatannya dengan baik!" tulis Damian, tanpa sengaja membuat wajah Lily kembali cerah, kekesalan yang tadi menggunung karena diabaikan oleh Damian, akhirnya meluap begitu saja.
📱"Kau juga!" balas Lily sambil meletakan kembali ponselnya, gadis itu tersenyum tipis, tidak membutuhkan karangan bunga ataupun set berlian, bahkan tumpukan uang untuk membuatnya bahagia, cukup perhatian kecil yang diberikan oleh Damian, membuat hatinya kembali dipenuhi dengan kebahagiaan.
"Selamat malam!" ucap Lily sambil menutup kedua matanya dan bersiap untuk tidur, namun telinga tajamnya tiba-tiba saja merasakan adanya seseorang yang saat ini mendekati jendela kamarnya.
"Sial! Penyusup!" ucap gadis itu sambil bangkit dari tempat tidurnya.