Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2
Indahnya dekorasi pelaminan saat ini tidak seindah kenyataan yang Arumi dapatkan sekarang. Hari yang menurutnya sakral saat ini, tetapi ia justru harus mendapat kabar yang kurang menyenangkan dari calon suaminya, Alvino Pradipta.
Raut wajah Arumi tampak cemas. Setelah sadar dari pingsannya gadis itu yang termangu di atas tempat tidur tanpa melakukan apapun.
Setelah memastikan Arumi kembali tenang, Dimas melepas dekapan putrinya lalu mengusap lengannya dengan pelan.
“Kamu tunggu di sini, Ayah mau bicara dengan keluarga Vino di luar.”
Hanya anggukan kepala dari Arumi sebagai respon atas ucapan Dimas. Pria paruh baya itu menghela napasnya pelan—tidak tega melihat putrinya yang tiba-tiba terpuruk—ia segera keluar dari kamar putrinya.
“Bagaimana keadaan putri Anda, Pak?” Bagas bertanya mewakili istri dan putranya.
“Keadaannya cukup baik, meskipun batinnya pasti terguncang.” Dimas menatap ketiga tamunya dengan lekat kemudian terhenti ketika tatapannya bertemu dengan Narendra. “siapa namamu tadi?”
“Narendra, Pak,”
“Nikahi Arumi sebagai pertanggung jawaban atas perbuatan Vino. Saya benar-benar tidak ingin membuat Arumi malu karena batal menikah hari ini!”
Duarr!!
“Apa, Pak, n-nikahi?”
Ucapan tegas dari bibir Dimas benar-benar membuat ketiga orang itu terkejut, terlebih Narendra, sang pemeran utama yang harus mempertanggungjawabkan sesuatu yang sama sekali tidak ia perbuat.
“Bagaimana bisa begitu, Pak! Putra saya tidak bersalah!” ujar Bagas tegas.
Pria paruh baya itu tentu tidak terima jika putranya dijadikan sebagai pengganti atas kesalahan dari Vino.
“Lalu, siapa lagi, Pak? Keluarga Anda sudah mencoreng nama baik keluarga kami. Meski saya hanya orang miskin, tapi saya tidak mau membuat putri saya menanggung malu seumur hidup hanya karena dia gagal menikah!” ujar Dimas dengan keras.
Tari yang tadinya menuntun Arumi yang hendak keluar kamar pun terkejut. Arumi segera menepis rangkulan sang ibu dan berjalan ke arah ayahnya yang tengah berbicara dengan keluarga Narendra.
“Ayah apa-apaan, sih. Arumi nggak mau dinikahin sama pria yang Arumi nggak kenal, Yah!” teriak Arumi membuat Dimas langsung menoleh ke arahnya.
“Saya juga tidak mau menikah sama kamu!” sahut Narendra.
Dimas menatap Narendra kemudian kembali menatap Arumi. “Lalu bagaimana dengan nasib kamu, Rum? Apa kamu bisa menanggung malu jika pernikahanmu hari ini gagal?” bentak Dimas.
“Tapi Arumi nggak mau, Yah. Lagipula dia orang asing, apa Ayah tega sama Arumi?” Suara wanita itu semakin meninggi. Hatinya sudah lelah tapi dipaksa kuat menghadapi kenyataan pahitnya saat ini.
***
“Saya terima nikah dan kawinnya Arumi Dinara Putri binti Bapak Dimas dengan mas kawin tersebut, tunai.”
“Bagaimana para saksi, sah?”
“SAH!”
Dengan satu tarikan napas, Narendra dengan lancar mengucapkan ijab kabul untuk Arumi yang tengah menunduk dalam di sampingnya. Kini keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri secara agama.
Ungkapan kata ‘Sah’ terus terngiang di kepala Arumi sebab ia baru saja dinikahi oleh pria asing yang namanya saja baru ia dengar ketika sang ayah mengucapkan ijab untuknya.
Saat ini Arumi dan Narendra diajak menuju panggung dekorasi untuk berfoto dan bersalaman dengan tamu undangan. Setelah sepi, barulah mereka diperkenankan untuk duduk di kursi yang sudah disediakan.
Masih teringat jelas di ingatan Arumi sesaat sebelum akhirnya pernikahan dilangsungkan. Baik keluarga Narendra ataupun ayahnya saling adu mulut karena pihak Narendra tidak mau menikahi Arumi, sementara Dimas terus memaksa mereka untuk bertanggung jawab atas perbuatan salah satu keluarga mereka.
Arumi juga terus menolak hingga pada akhirnya, Narendra dengan tenang menengahi perdebatan para orang tua yang tengah saling adu mulut.
“Saya akan menikahi Arumi.”
Begitulah kalimat singkat dari Narendra yang membuat kedua pria paruh baya itu langsung menghentikan perdebatan mereka. Keduanya mengalihkan tatapannya pada Narendra kemudian kembali mengatur napasnya yang memburu.
“Kamu serius Naren?” Bagas tampak ragu dengan keputusan Narendra.
“Naren serius, Pa.”
“Bagus. Sekarang mari bersiap karena penghulunya sudah datang,” pungkas Dimas membuat lutut Arumi lemas seketika.
Plak!!
Arumi tersadar dari lamunannya. Ia terkejut sebab ada sang adik, Ari, tengah berdiri di sampingnya, menepuk pundaknya kemudian menyodorkan segelas air putih untuknya.
“Minum.” Perintahnya dengan gelas masih menggantung di udara.
“Hah?”
Narendra yang mengetahui Arumi sedang kurang fokus itu pun segera menyambar gelas dari adik iparnya dan diberikan pada sang istri yang masih terdiam.
“Ayo diminum,” ucap Narendra seraya memberikan minum pada Arumi. Wanita itu tidak menolak, ia segera meraih gelas yang diberikan oleh Narendra.
“Kak Naren, meski kamu keluarga Vino, tapi aku nggak akan benci kamu karena di sini Vino lah yang bersalah. Jagain kak Arumi, ya, meski dia cerewet tapi hatinya baik, kok. Semoga pernikahan kalian langgeng,” ujar Ari tiba-tiba.
Pria muda berusia 18 tahun itu menatap lekat ke arah kakak ipar dadakannya. Meski sedikit kurang menyukai rencana ayahnya, tetapi Ari tidak serta merta membenci Narendra. Justru pria itu berterima kasih karena Narendra bersedia menjadi pengantin pengganti untuk kakaknya.
“Semoga saja ….”
Acara pesta pernikahan sederhana antara Arumi dan Narendra telah selesai. Kini, seluruh keluarga telah berkumpul di ruang tengah untuk beristirahat setelah berganti pakaian santai karena tadinya mereka mengenakan baju yang mereka sewa untuk acara.
Dimas dan Tari menghampiri besannya kemudian mengulurkan tangannya.
“Terima kasih telah membantu kami,” ungkapnya dengan tulus.
Awalnya Bagas terkejut, tetapi detik berikutnya pria itu tersenyum dan menerima uluran tangan besannya kemudian menepuk lengannya dengan pelan.
“Sama-sama, Besan. Sekarang fokus kita hanya menuntun putra putri kita agar menjalani pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh, maaf juga karena dari awal saya menolak permintaan Anda,” pungkas Bagas.
“Anda tidak bersalah. Sudah sepantasnya seorang ayah ingin yang terbaik untuk anaknya, pun begitu dengan saya.”
Di saat keempat orang tua itu saling support, Arumi dan Narendra justru saling terdiam sebab mereka bingung akan melakukan apa karena mereka tidak saling mengenal.
“Ehem!”
Ari duduk di samping Arumi yang masih sibuk memilin ujung bajunya. Wanita itu menoleh dan melotot ke arah sang adik yang tengah meledeknya.
“Apa, sih?” sinis Arumi.
“Dih, gitu aja sewot. Daripada diem aja, mending kenalan sana, sama kakak ipar biar kakak bisa akrab. Masak udah nikah tapi pada diem-diem aja,” goda Ari membuat Arumi memutar bola matanya malas.
“Mungkin kakakmu masih capek, Adik ipar.” Narendra menyahuti dengan santai.
“Apaan, sih, sok akrab banget!” Arumi berseru kesal. Ia beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar.
Melihat Arumi yang berlalu, Ari kembali mendekatkan dirinya pada Narendra. Entah mengapa, anak muda itu merasa begitu santai berbicara dengan Narendra. Berbeda jika dengan Vino, dulu Ari akan selalu membuang muka dan berlalu tanpa menyapanya.
“Kakak ipar, terima kasih, ya, sudah mau nikahi kak Arumi. Entah apa tujuan Kakak ipar bersedia menerima permintaan ayah, tapi yang jelas, aku percaya kalau kalian akan baik-baik saja meskipun ada masalah besar nantinya.” Ari kembali menatap Narendra serius.
Narendra menaikkan sebelah alisnya. “Kamu nggak penasaran kenapa saya tiba-tiba bersedia menikahi kakak kamu padahal sebelumnya saya menolaknya?”