Rindu Dan Luka

Shakiel sedang mengepak pakaiannya di koper. Tak seberapa banyak, karena memang ia hanya membawa beberapa saja. Gampang nanti kalau kurang tinggal beli di Jakarta.

Ya, Shakiel sudah menerima surat dari kampus untuk koas di salah satu rumah sakit di ibu kota. Dan mulai besok, ia akan bertugas di sana.

Naya mengetuk pintu kamar Shakiel. Dan kali ini Shakiel membukakannya.

"El...??", panggil Naya. Shakiel hanya menghela nafas berat. Ia berbalik badan kembali ke kopernya. Naya pun memasuki kamar sang putra.

"Kamu masih marah sama bunda? Karena bunda udah nampar kamu? Bunda minta maaf El?!", kata Naya penuh sesal. Shakiel memutar badannya dan berhadapan dengan perempuan yang sudah melahirkannya.

"Shakiel bukan anak kecil lagi yang di tabok lalu marah sama bunda!", kata Shakiel. Naya meraih kedua tangan Shakiel.

"Tapi bunda benar-benar minta maaf El."

"Huum?!", gumam Shakiel.

"El...kalau kamu marah sama papa, itu hak kamu El. Tapi...keputusan berpisah antara bunda dan papa itu yang terbaik nak. Bunda minta maaf, saat itu bunda seolah tak memikirkan perasaan kamu. Tapi..."

"Sudah lah Bund! Semua sudah berlalu. Kalau pun saat itu bunda tak mengajukan cerai juga papa pasti akan meninggalkan bunda!"

Ada sentilan yang cukup mengena di hati Naya mendengar ucapan putranya tersebut.

"El...!"

"Apa yang Shakiel katakan adalah fakta. Kenyataannya papa mencintai Mama. Dan bunda yang tidak mau menjadi bayang-bayang di antara mereka. Maaf, jangan di kira aku tak tahu apa-apa saat itu bund!"

Mata Naya mulai mengembun.

"Tapi ...aku bersyukur. Saat ini bunda sudah bersama ayah. Laki-laki yang sangat mencintai bunda, dan meratukan bunda. Bahkan menyayangi El seperti anak sendiri."

Shakiel memeluk Naya dengan begitu erat.

Dan interupsi dari Krisna membuat keduanya melepaskan pelukan itu.

"Ayah dan bunda akan mengantarmu ke bandara! Jangan menolak!", kata Krisna. Shakiel hanya mengangguk. Awalnya ia memang akan naik taksi. Dan benar saja ,ayah dan bundanya akan mengantarkan nya.

💕💕💕💕💕💕

Syam dan tim sudah meninjau lokasi yang akan menjadi proyek mereka berikutnya. Dan kemungkinan mereka akan sering berkunjung ke daerah tersebut.

"Aku mau langsung balik ke Jakarta. Kalian kalo masih mau menikmati waktu berdua ya silahkan! Barangkali mau kasih Ziva adik !", sindir Syam.

"Ngga lah ,langsung balik aja!", kata Deni.

"Bener langsung balik?", Zea yang kini bertanya.

"Iya beb, kasian anak-anak!", jawab Deni. Zea hanya mengangguk pelan. Dan ketiganya memesan tiket pesawat ke Jakarta untuk bada ashar nanti.

Setidaknya masih ada waktu dua jam sebelum mereka berangkat ke bandara.

💕💕💕💕💕

Suasana bandara tak pernah sepi. Ada saja penumpang yang menggunakan transportasi udara tersebut dengan berbagai tujuan baik itu domestik maupun luar negeri.

Naya memeluk erat sang putra. Ini untuk pertama kalinya ia berjauhan lagi dengan Shakiel. Tapi Krisna sudah mengatakan rencananya pada Naya.

Meski sedikit berat ,tapi Naya menyetujuinya. Mungkin dengan ini, putra dan mantan suaminya akan berdamai.

Bukan damai sih, karena hanya El yang membenci papanya. Tidak mungkin Ziyad akan membenci darah dagingnya sendiri.

Dan kebetulan ,Syam dan yang lain berada dipenerbangan yang sama.

"Bunda...!", sapa Syam.

"Eh...Syam?", sapa Naya balik. Zea dan Deni menyalami Naya dengan takzim. Sedang Shakiel masih seperti kemarin, berwajah tenang dan datar.

Karena pesawat akan segera take off, mereka pun berpamitan pada Naya juga Krisna.

Di dalam pesawat....

Shakiel masih harus kembali bertemu dengan kakak iparnya karena kursi mereka berada dalam satu baris bahkan Syam duduk di sebelahnya.

Shakiel memasang headphonenya lalu menyilangkan tangannya di dada. Dan setelahnya ia memejamkan matanya. Sungguh ia tak menyangka jika akan bersama dengan kakak iparnya.

Belum apa-apa, Syam melepaskan headphone dari telinga El hingga membuat pemiliknya membuka matanya.

"Saatnya kita bicara El!", kata Syam. Shakiel mendesah berat.

"Mas Syam sudah tahu apa alasanku. Apa lagi?", tanya Shakiel.

"Kamu ngga kangen sama mbak kamu?", tanya Syam.

"Jujur, aku kangen mba, kangen mama juga! Tapi...aku pikir....tanpa aku di antara mereka, itu jauh lebih baik kan?", Shakiel menoleh pada Syam.

"Itu yang ada dalam pikiran kamu. Kenyataannya semua berbanding terbalik !", tanya Syam. Shakiel memilih tak menjawab.

"Aku akan menemui mba juga mama, tapi tidak dalam waktu dekat ini!", kata Shakiel.

"Karena bertemu dengan ku?", tanya Syam. Shakiel menoleh.

"Huum! Andai kemarin mas tidak bertemu dengan ku, mungkin aku akan tetap menjadi Shaki!! Yang hilang ingatan tentang keluarganya!", jawab Shakiel.

"Suatu saat kamu akan paham berada di posisi papa, El! Tidak mudah!", kata Syam.

"Sebagai lelaki dewasa, mas Syam pasti akan berpihak pada papa. Tapi apa mas Syam tahu seperti apa jadi aku?"

Syam merasa tertohok dengan pertanyaan Shakiel.

"Tidak perlu memposisikan diri jadi aku mas, cukup aku saja yang tahu seperti apa rasanya!", kata Shakiel.

Syam mencoba untuk mengerti apa yang Shakiel keluhkan.

Lalu Syam pun menceritakan asal usulnya sejak ia lahir hingga akhirnya di pertemukan kembali dengan Riang.

Shakiel memang sedikit tahu, tapi tak sedetail cerita dari kakak iparnya tersebut. Dan...kakak iparnya pun tak kalah miris nasibnya.

"Kamu beruntung El. Di kelilingi orang-orang tulus sayang sama kamu!", Syam menepuk bahu adik iparnya tersebut.

Lalu laki-laki tampan berdarah timur tengah itu memilih untuk memejamkan matanya. Masih ada waktu satu jam lagi hingga pesawat landing.

Shakiel menatap jendela. Gumpalan awan berwarna putih mendominasi pemandangan matanya.

Mba Riang...Mama ....! Batin Shakiel.

💕💕💕💕💕💕💕

Dokter Anita sedang menyiapkan pemindahan Citra ke rumah sakit. Ziyad mendampingi proses tersebut.

"Jadi dokter koas itu akan mulai praktek di rumah sakit besok?", tanya Ziyad. Dokter Anita mengiyakannya

"Benar pak, semoga harapan untuk pemulihan Bu Citra akan semakin besar. Dan kondisi Bu Citra akan membaik."

Ziyad menghela nafas panjang. Dilihatnya sang istri yang sedang membuka matanya tapi ia tak merespon apa pun.

Entah pengobatan apalagi yang harus dilakukan pada Citra. Ziyad juga punya alasan tersendiri kenapa ia tak membawa Citra ke luar negeri.

Ambulans dari rumah sakit ternama itu membawa Citra. Ziyad pun mendampingi Citra di dalam mobil ambulans.

"Sayang ...semangat untuk sembuh ya?!", Ziyad mengusap rambut Citra yang masih hitam tanpa ada uban sedikitpun. Berbeda dengan Ziyad yang sudah di tumbuhi uban walau hanya beberapa meski wajahnya masih tampan di usianya yang hampir setengah abad.

"Kamu tahu sayang, Syam bertemu dengan El di Bali. Kamu pasti juga kangen kan sama El?", Ziyad tak mampu menatap Citra lagi. Matanya yang mulai berembun memilih untuk berpaling ke arah lain.

Tanpa Ziyad sadari ,ada pergerakan kecil dari Citra. Jika selama ini Citra hanya berkedip dan memejamkan juga membuka matanya layaknya orang normal. Dan sekarang Citra mulai menggerakkan ujung jarinya. Bahkan ada genangan air mata di sudut matanya yang tiba-tiba meluncur di sisi lain yang berbeda dengan yang Ziyad duduki.

💕💕💕💕💕💕💕

Terimakasih 😊😊😊

jangan marah2 nanti cepat tua lho....🤭🤭🤭kaya othor 😂😂😂✌️✌️✌️🙈🙈