Hidup Aranti sudah hancur sejak 1 bulan lalu, setelah siswi kelas 2 SMA itu diperkosa oleh Davin—kakak kelasnya. Namun, Aranti harus menegakkan bahunya lantaran kejadian tersebut menghadirkan seonggok janin yang akhirnya tumbuh di dalam rahimnya.
Ketika semua orang termasuk orang tua Aranti memaksa Aranti untuk menggugurkan janinnya kemudian menganggap tidak pernah terjadi apa-apa. Demi masa depan sang janin, Aranti terpaksa menerima tanggung jawab Davin yang sangat ia benci, atas perbuatan pemuda itu kepadanya.
Setelah menikah, Aranti tinggal bersama keluarga Davin, sementara Davin melanjutkan kuliahnya di luar kota. Namun, meski orang tua Davin merupakan orang paling terpandang di desa Aranti tinggal, mereka justru memperlakukan Aranti layaknya budak. Fatalnya, kepulangan Davin tiga bulan kemudian, justru dibarengi dengan seorang wanita bernama Anggita.
“Anggita sedang hamil anakku dan aku akan menikahinya, apalagi orang tuaku sangat setuju. Jadi, jika kamu tidak suka, aku akan langsung menceraikanmu!” ucap Davin tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Lantas, apakah kali ini Aranti masih akan bertahan di tengah kenyataannya yang berjuang sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Lima
“Syialan si Aranti. Benar-benar syialan! Aranti memang cerdas dan sudah telanjur memahami aku. Dia tahu di dompetku cuma berisi kertas transak.si tarik tunai atau malah bekas jajan di alfa!” batin Davin benar-benar gondok.
Setelah menghela napas dalam, Davin yang juga berangsur menahan napas, mengaku bahwa dirinya lupa membawa dompet. “Aku enggak mungkin membiarkan Aranti mengacak-ngacak isi dompetku yang tebel karena penuh bekas tarik tunai sekaligus bon transa.ksi jajan di alfa! Yang ada aku langsung diejek sekaligus ditertawakan semuanya!” batin Davin sengaja menghindari pemeriksaan isi dompetnya. Ia mengaku bahwa ia lupa bawa dompet.
“Loh, makan di luar kok sampai lupa bawa dompet atau setidaknya uang? Bayarnya gimana, sementara kamu bawa rombongan?” heran mas Narendra dan itu sungguh refleks.
Dengan refleks juga, Aranti yang menghela napas berkata, “Kan sudah aku bilang, Pak. Davin memang enggak punya uang. Yang punya uang itu mamanya. Itu saja Mamanya sudah pusing efek toko sepi, tapi Davin minta transferan terus. Kan karena itu juga, aku sampai ikut dipaksa kerja buat biayai hidup Davin. Dalihnya karena kemarin, aku istrinya. Jadi aku berkewajiban membiayai sekaligus memodali hidup sekaligus pendidikannya. Karena konon, alasan Davin kuliah juga biar kasa depan kami lebih baik lagi!”
Mas Narendra tidak bisa untuk tidak tertawa akibat balasan Aranti yang terdengar sangat jujur. Apalahi setelah menjelaskan keadaan Davin sekaligus keadaan ekonomi ibu Susi yang tampaknya sedang sulit dan itu efek Davin minta transfer terus. Aranti malah kepo isi dompet Anggita.
Anggita dan kedua orang tuanya refleks mendelik. Ketiganya terlalu syok lantaran Aranti sampai kepo ingin tahu isi dompet dan otomatis total uangnya.
“Kan katanya Anggita dan orang tuanya kaya raya. Lebih dari segalanya dari aku, kan? Coba sekarang aku tanya, ... selama dengan Anggita, kamu dikasih uang berapa? Soalnya kalau Anggita yang katanya kaya raya sampai kasih kamu uang, logikanya kamu enggak bakalan bikin mama kamu kelimpungan cari uang. Aku pun enggak akan sampai biayain hidup kamu! Atau jangan-jangan, semua uang yang kamu minta juga kamu habiskan bareng Anggita?” ucap Aranti.
“Innalilahi, Vin. Kalau dugaanku sampai bener, berarti enggak hanya sifat kamu yang minus dan isinya hanya bersenggama. Kamu enggak segan memperkosa anak orang hanya demi hasrat kamu! Karena otak kamu juga minus! Kamu enggak bisa membedakan mana yang benar-benar kaya atau setidaknya tulus!” tegas Aranti yang sadat, dirinya sudah banyak bicara.
“Ke aku saja kalian semena-mena hanya karena kalian tahu, aku anak orang miskin. Nah ke Anggita yang belum kalian ketahui kebenarannya, kalian rela kehilangan semuanya!” lanjut Aranti.
“Kamu jangan kebanyakan ngebaco.t!” tegas Anggita marah-marah sambil menunjuk wajah Aranti menggunakan telunjuk tangan kanannya.
“Kamu meragukan kekayaanku? Aku asli kaya! Kamu ingin lihat isi dompetku?!” lanjut Anggita.
Tanpa sedikit pun takut atau setidaknya merasa tersinggung, Aranti yang menatap tenang Anggita, berangsur mengangguk. “Iya, Mbak!”
“Buat appaaaaaa?!?” marah Anggita yang sebebarnya takut. “Si Aranti ini polos apa begok sih. Buat apa juga kepo ke dompet orang?!” batinnya.
“Ya buat pembuktian saja. Memangnya apa salahnya? Toh aku enggak minta, dan konteksnya sangat mendukung dengan yang sedang dibahas dan buat pembuktian. Kalau memang enggak mau ya sudah. Cukup balikin uang yang aku transfer sekarang, Vin. Masih enggak mau balikin juga? Enggak tahu malu kamu sudah memperkosa aku dan aku pun harus nafkahi kamu? Ya sudah, ayo kita proses saja ke kantor polisi!” balas Aranti.
Mas Narendra berdeham. “Sudah, total yang kamu transfer berapa?” tanyanya sengaja memastikan. Sebab ia paham, berurusan dengan Davin dan rombongannya akan alot.
“Totalnya ada lima juta lima ratus, Pak. Uang segitu, buatku yang miskin dan kerja rodi setiap saat beresin banyak kerjaan beneran banyak!” ucap Aranti.
“Segitu ya banyak lah. UMR daerah sini saja enggak bakalan bikin pekerjanya dapat segitu kalau hanya selama dua bulan. Kecuali memang kerja tambahan!” balas mas Narendra. “Ya sudah, Vin ... balikin! Eh, mamanya Davin. Kan Davin katanya enggak bawa dompet!”
Setelah kembali ada cek cok dari ibu Susi, wanita itu dengan sombong berdiri. Uang satu juta enam ratus dan menjadi isi tasnya, terpaksa wanita itu serahkan kepada Aranti sebagai ganti rugi. Tentu jumlah yang masih kurang.
“Diberesin sekarang, ditransfer juga enggak apa-apa karena Aranti saja punya nomor rekening!” balas mas Narendra.
Balasan yang sukses membuat ibu Susi ketar-ketir.
“Kita bisa terbukti miskin kalau kita enggak kasih pinjaman, Bu!” bisik pak Markus yang kemudian menyumbangkan uang dua juta di dompet istrinya.
“Ini beneran masih kurang. Karena satu juta enam ratus ditambah dua juta, belum ada lima juta lima ratus. Ditransfer saja!” tegas mas Narendra. Ia yang kemudian mengurus karena Aranti pamit lanjut bekerja.
“Ya Allah, ... aku sempat sedih. Hadirnya Davin dan rombongannya sempat bikin aku sakit hati setengah mati. Namun lihat mereka kesusahan hanya buat mengeluarkan uang lima juta lima ratus buat aku, padahal mereka mengaku kaya. Kok aku malah pengin ngakak. Kok mereka lawak banget!” batin Aranti jadi sibuk tertawa.
“Masa ini Anggita beneran hanya nyumbang dua juta? Mereka beneran kaya apa enggak, sih?” batin ibu Susi yang memang jadi meragukan calon mantu sekaligus besannya.
Pada akhirnya ibu Susi terpaksa melunasi uang Aranti dengan mentransfer. Setelah itu, ibu Susi juga memilih pergi dan tak jadi sarapan apalagi pamer Anggita sekeluarga di sana. Karena memang, uang ibu Susi sudah terkuras habis. Mau tidak mau, Davin juga membawa Anggita ikut pergi. Acara sarapan sekaligus pamer mereka benar-benar gagal.
sukses n sehat selalu mba🤗
berarti kalau erla athan itu generasi ke berapa ya kak ros?