Menepi (Mencintai Dalam Sepi)

Pakde mario duduk berbincang dengan nadeo di sofa ruang tamu ditemani dua gelas kopi hitam. banyak hal yang ingin pakde katakan dan tanyakan pada nadeo mengenai hubungan nadeo dan nabila dalam rumah tangganya. karna setelah menikahkan nabila, pakde tak pernah lagi ke jakarta. selain ongkosnya yang mahal, nabila juga melarangnya berkunjung dengan alasan mending ongkosnya buat biaya sekolahnya soegi saja. nabila juga mengatakan biar dirinya saja yang berkunjung menjenguk pakde dan bude, tapi tak sekalipun nabila pulang. in adalah kali pertama ia pulang setelah menikah. itu pun karna bude sedikit memaksanya. walau sebenarnya bude dan pakde tidak tahu nabila ingin sekali pulang, tapi apalah daya rumah tangganya tak seperti rumah tangga orang lain. apalagi saat itu nabila belum bekerja, jadi tak ada uang untuk ongkos. tak mungkin ia meminta pada nadeo. tak berani lebih tepatnya. bisa pulang kali ini saja nabila sangat bersyukur, kerinduannya sekian lama pada pakde dan bude terobati.

"Gimana nabila deo?" tanya pakde mengawali obrolan.

"Baik. nabila baik" jawab nadeo sembari manggut-manggut.

"Pakde juga berharap hubungan kalian baik-baik saja, pakde khawatir kalau nabila kenapa-napa, karna jauh dari kami" ungkap pakde.

"Nabila baik-baik saja kok, pakde gak usah khawatir!" ucap nadeo meyakinkan.

"pakde juga berharap begitu" pakde menghela nafas. "dari kecil dia sudah ditinggal orang tuanya. kedua orang tuanya meninggal karna kecelakaan. nabila itu anak tunggal, jadi kami yang merawat dia sedari kecil. sebenarnya dulu pakde takut juga menikahkan nabila dengan kamu, karna pakde tidak mengenal kamu. tapi pakde yakin anaknya pak haji sigma pasti baik seperti beliau. ternyata benar, sekarang pakde bisa melihatnya, kamu adalah orang yang tepat untuk nanbila. pakde lega, nabila bahagia sama kamu deo" terang pakde panjang lebar diakhiri sebuah senyum.

"Andai saja pakde tau yang sebenarnya, pasti pakde kecewa" batin nadeo.

Ada rasa bersalah menghampiri hati nadeo. ia telah membohongi pakde dan bude. andai saja pakde tahu yang sebenarnya, ia pasti akan sangat marah dan kecewa, telah menitipkan nabila pada orang yang salah. membuat nabila menderita menikah dengannya.tanpa nadeo sadari ternyata banyak orang yang akan terluka dengan kebohongan dalam pernikahannya. siapa di sini yang layak untuk di salahkan?

"Walau nabila bukan anak pakde, dia adalah keponakan. tapi pakde sangat sayang sama dia. dia seperti anak pakde sendiri. dia anak yang sangat penurut dan berbakti" jelas pakde lagi.

"Nadeo" panggil pakde lirih.

"Iya pakde" sahut nadeo.

"Kalau suatu saat nanti kamu tidak menginginkan nabila lagi, tolong jangan sakiti dia. kembalikan dia kepada pakde dengan cara baik-baik"

Nadeo mengangguk mantap. "iya pakde, insya Allah nadeo akan menyayangi nabila setulus hati nadeo" kata nadeo mantap. dalam kata-katanya tadi ada keseriusan dalam hatinya, bukan akting semata. nadeo berjanji pada diri sendiri untuk kedepannya akan bersikap lebih baik pada nabila.

"Pakde memang berharap begitu. oh ya, kalian sudah lama menikah, apa tidak berencana punya keturunan?" tanya pakde tiba-tiba.

Nadeo harus menjawab apa dari pertanyaan ini? tidak mungkin juga kan ia menjawab bahwa menginginkan anak dari perempuan lain. bisa-bisa pakde akan langsung menggepreknya. lagian pakde kenapa tiba-tiba nanya seperti itu sih.

"Euhm... anu.. iya kita lagi usaha juga kok pakde!" jawab nadeo seraya menggaruk kepala yang tidak gatal.

Nabila datang dengan bude membawa nampan yang berisi bolu pisang dan meletakkan didepan pakde dan nadeo. nabila dan bude pun ikut bergabung duduk di sofa.

Nadeo mengambil sepotong bolu pisang itu, dan mencicipinya. enak. rasanya benar-benar enak sekali.

"Enak, siapa yang bikin?" tanya nadeo. bolu pisang itu benar-benar cocok di mulutnya.

"Nabila yang bikin" jawab bude sedikit bingung "apa nabila gak pernah buatin buat kamu disana deo?"

"Gak pernah tuh bude" jawab nadeo jahil, sengaja mengerjai nabila.

"Kamu ini bagaimana toh nabila. buat dong sesekali buat nadeo" cetus bude sambil menepuk paha nabila.

Nabila hanya menyunggingkan senyum. dalam hatinya kesal bukan main. bisa-bisanya nadeo memfitnahnya di depan pakde dan budenya. padahal ia sendiri yang tidak mau dimasakin.

"Iya bude" nabila mengiyakan saja. tak mungkin juga ia membantah dengan mengatakan kalau sebenarnya nadeo yang tidak mau dimasakin dan di urus olehnya kan?

"Nabila, kita harus menjaga dan mengurus suami kita dengan baik. kamu gak takut nadeo nantinya malah menikah lagi?"

DEG!!

Nadeo dan nabila langsung saling melempar tatapan. pastinya nadeo kerasa tersindir dengan pertanyaan tersebut. nabila menatap nabila dengan tajam, seolah menyindir nadeo. sedang nadeo yang merasakan sendiri, menunggu jawaban yang akan nabila berikan. ada sebuah harapan.

"Gak akan kok bude, mas nadeo itu orangnya baik banget" jawab nabila akhirnya, yang membuat nadeo menghembuskan napas lega dan tersenyum ke arah nabila seolah mengucapkan terimakasih.

"Iya bude, saya sangat mencintai nabila, mana mungkin saya menduakannya" tambah nadeo. akting apalagi ini?

"Alhamdulillah kalau begitu, bude ikut senang dengarnya. ternyata kalian ini meski dijodohkan, tapi bisa saling mencintai"

Bulshitt!! semua hanya omong kosong semata. ini hanya sebuah akting saja. kali ini, nadeolah yang sedang berakting di depan pakde dan budenya nabila. entah kebohongan apa lagi yang mareka ciptakan. siapakah di sini yang harusnya mengucapkan terimakasih, nadeo atau nabila.

"Oh ya pakde, bude, malam ini nabila tidur bersama saya ya?" pinta nadeo. Ia memang sedang mengerjai istri kecilnya. "dua malam ditinggal nabila, saya sudah kangen"

Nabila kaget sekaligus kesal sekali mendengar perkataan nadeo. memangnya sejak kapan dia merindukan nabila, bukannya nadeo selalu mengusirnya jika sekamar dengannya. dasar lelaki penjilat.

"Loh memangnya nabila tidur dimana?" tanya bude kaget.

"Bukannya tidur sama bude? katanya lagi kangen bude" nadeo sok seolah-olah kaget. padahal nadeo tahu bahwa dua malam ini nabila tidur di kamar soegi, karna sempat melihatnya. nadeo juga tahu kalau nabila tidur di kamar soegi untuk menjauhinya.

"Owalah enggak ada. emang kamu tidur dimana toh nduk?"

Nabila menyengir. jangan tanyakan hatinya, segala umpatan untuk nadeo sudah ia teriakkan.

"Di kamar soegi bude, soalnya lagi kangen dia"

"Kamu ini pie toh, malam ini temani suamimu lagi" perintah bude.

"Iya iya bude"

Nadeo tersenyum penuh kemenangan, akhirnya ia bisa membuat nabila malam i i tidur bersamanya.

...****************...

Nabila berbaring di tepi ranjang membelakangi nadeo. perasaannya campur aduk. canggung sekali tasanya tidur seranjang dengan laki-laki yang di anggap nabila asing.

Di tengah-tengah mareka, nabila meletak satu guling sebagai pembatas antara mareka berdua. tak ada yang boleh melewati guling itu.

"Mas ngapain sih, harus bilang aku tidur di kamar soegi?" tanya nabila sebal.

"Ya,,, aku cuma gak mau mareka nyangkanya hubungan kita gak baik, karna tidur berpisah" jawab nadeo sebagai alasan. padahal ia ingin dekat dengan nabila. entah mengapa hatinya berkata ingin dekat-dekat dengan nabila.

"Kalau mas gak ngasih tau, mareka juga gak akan tau kan?"

"Loh, kamu gak takut soegi ngomong macam-macam? aku cuma mau memperlihatkan sama pakde dan bude saja kalau hubungan kita baik-baij saja"

Sekarang nada bicara nadeo pada nabila sudah berubah. jika dulunya ia fingin dan ketus, tapi sekarang berubah menjadi agak lembut. entah karna ini sedajg berada di rumah pakde dan bude saja.

"Terserah aku mau tidur!" seru nabila kesal.

Malas juga ia berdebat dengan nadeo, ternyata sifat keras kepala dan dominan masih menguasai jati dirinya, mungkin sudah tidak bisa dipisahkan lagi dengannya. lebih baik mengalah saja. toh tidak ada gunanya juga berdebat dengan orang yang keras kepala sepertinya.