Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Kepribadian Ganda
Sinar matahari masuk ke celah-celah kamar. Emilia terlihat bergerak dari tidur pulasnya. Sesuai prediksi nya, tempat tidur yang lembut dan empuk itu berhasil membuat nya tidur dengan nyenyak.
Perlahan ia membuka kedua matanya. Yang pertama ia lihat adalah jam dinding di ruangan itu. Sudah jam 7.35 rupanya. Kalau bekerja bangun jam segini, sudah dipastikan dia pasti akan terlambat.
Emilia duduk di atas kasur lalu menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan. Tangan nya memukul-mukul bahunya sendiri. Rasanya selama beberapa hari ini dia kebanyakan tidur. Membuat badan nya terasa malas. Lalu ia pun memutuskan untuk ke kamar mandi.
Emilia kembali dibuat takjub dengan kamar mandi nya yang cukup luas dan sangat bersih. Ada bath-up juga disana. Deretan sabun, shampoo, serta parfum disana tersusun sangat rapi dan estetik.
Wah, sabun dan shampoo nya pasti mahal, aku bahkan tidak pernah melihat merk itu di etalase minimarket. Gumam Emilia dalam hati.
Emilia membuka botol sabun dan menghirup aroma sabun yang sangat segar dan wangi. Beruntung sekali Emelda punya tunangan seperti Adam. Dia benar-benar kaya. Apa karna itu dia tidak mengakui keberadaan ku dan ibu? Apa karna dia takut ketahuan kalau dia bukanlah dari keluarga kaya seperti Adam?
Emilia nampak bersedih. Ia teringat perkataan Ian dan Adam saat awal mereka bertemu. Sepengetahuan mereka Emelda hanya sebatang kara dan tidak punya keluarga lagi. Tak ingin larut dalam kesedihan nya, Emilia pun mulai mandi membersihkan tubuhnya.
Setelah mandi dan berpakaian Emilia keluar dari kamar nya. Dan ruangan yang pertama ia tuju adalah dapur karena tenggorokan nya sudah kering tidak minum dari sejak tidur semalam. Ia pun berkeliling mencari dimana letak dapur di apartemen itu dan ia berhasil menemukannya.
Terdengar bunyi gelas yang berdenting beradu dengan sendok. Rupanya Adam sedang membuat teh hangat. Emilia tidak langsung menghampirinya, ia malah memperhatikan Adam dari pintu dapur. Tangan Adam begitu lihai meletakkan satu kantung teh ke dalam gelas, menuangkan air panas ke dalam nya, menaruh gula lalu mengaduk-aduk nya sehingga menghasilkan suara dentingan yang halus. Adam tak terlihat canggung melakukan nya, sepertinya ia sudah terbiasa melakukan pekerjaan itu.
“Emilia, kau sudah bangun? Kenapa keluar dari kamar?” tanya Adam saat mengetahui Emilia berdiri memperhatikan nya, lalu ia meletakkan secangkir teh di atas meja.
“Aku haus. Ingin minum. Makanya aku ke dapur. Ternyata kau sudah bangun duluan.” Jawab Emilia lalu berjalan ke arah meja makan.
“Aku sudah bangun dari tadi. Baru saja aku mau bawakan sarapan ke kamar mu. Ternyata kau sudah datang duluan. Duduklah.” Kata Adam sembari menarik kursi dan mempersilahkan Emilia duduk.
“Tidak perlu repot-repot. Aku bisa jalan sendiri. Aku sudah lebih baik sekarang.” Jawab Emilia yang sudah duduk di kursi.
“Minumlah teh ini. Mumpung masih hangat.” Kata Adam lalu mendekatkan secangkir teh ke Emilia.
“Ini untuk ku? Aku pikir kau membuatnya untuk dirimu sendiri. Kau tidak perlu repot-repot begini. Aku jadi sungkan. Sudah menumpang, malah merepotkan juga.” Mulutnya berkata begitu tapi ia menghirup teh yang masih hangat itu hingga sisa setengah cangkir, mungkin karna sudah kehausan.
“Aku sudah sarapan dari tadi. Sudahlah tidak perlu sungkan. Kau kan lagi sakit, biar aku melakukan ini untukmu.” Kata Adam yang mulai membuka kotak makanan berisi bubur ayam lalu memindahkan nya ke dalam mangkuk.
“Makanlah. Setelah itu minum obat mu.” Kata Adam lagi sambil meletakkan semangkuk bubur ayam di depan Emilia.
“Aku tidak tau harus bilang apa. Kau baik sekali. Terimakasih, Adam. Aku merasa bersalah pernah mengira kau itu sombong dan angkuh.” Ucap Emilia.
“Apa aku seburuk itu?” tanya Adam.
“Dulu sih begitu.” Jawab Emilia enteng.
“Kau belum mengenalku tapi sudah mengambil kesimpulan buruk begitu.” Gerutu Adam.
“Maaf, iya iya aku salah. Habis, dulu kau galak sekali. Dan memang sombong juga sih. Tapi sekarang anehnya kau tidak begitu. Apa kau punya kepribadian ganda?” tanya Emilia yang membuat Adam terbahak-bahak.
“Kau ini ada-ada saja. Aku tidak punya kepribadian ganda. Aku memang baik sejak lahir.” Jawab Adam yang membuat Emilia mencibirkan bibirnya.
“Tapi dulu kenapa kau galak sekali padaku?” tanya Emilia sambil melanjutkan makan nya.
“Waktu itu aku hanya bingung saja. Aku masih belum bisa menerima kepergian Emelda yang menurutku terlalu cepat. Setelah itu kau tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai saudara kembarnya. Padahal aku tau betul dia tidak punya keluarga lagi. Itu membuatku bingung. Kalau kau jadi aku mungkin kau juga melakukan hal yang sama.” Jelas Adam.
“Maaf kalau pertanyaan ku membuatmu mengingat nya lagi. Aku tau tidak mudah untukmu menerima kenyataan ini. Sekali lagi aku minta maaf kalau kedatangan ku membuat kau bersedih lagi.” Ucap Emilia.
“Tidak, kau tidak perlu minta maaf. Seperti yang pernah kau bilang, ini hanya soal waktu. Cepat atau lambat aku pasti akan terbiasa juga menerima semuanya.”
Emilia tak menjawab lagi. Dilihatnya raut wajah Adam sudah tidak secerah tadi. Dia tak mau menyinggung lebih dalam soal Emelda. Dia memilih untuk menghabiskan sisa makanan nya saja.
Sambil sesekali menatap Adam, Emilia berpikir sejenak. Apa setiap kali melihatku dia akan mengingat Emelda karna wajah kami yang sangat mirip? Apa dia akan terus bersedih ketika melihatku? Apa dia baik kepadaku karna aku memiliki wajah yang mirip dengan Emelda? Apa...apa sebaiknya aku tidak muncul saja lagi di hadapannya? Mungkin saja dengan begitu dia tidak akan bersedih lagi karna terus mengingat Emelda.
“Jangan melihatku terus. Aku tau aku memang tampan, tapi kalau kau melihatku terus, nanti bubur di piring mu keburu basi.” Kata Adam yang sadar Emilia terus memperhatikannya.
“Siapa yang melihatmu? Kau saja yang perasaan.” Kata Emilia berkilah. Kali ini Emilia tak mau melihat ke arah Adam lagi, dia hanya menunduk dan menghabiskan bubur nya dengan cepat.
“Disini cuma ada kita berdua. Kalau kau terus melihat ke depan sudah pasti kau melihatku. Memang mau lihat siapa lagi?”
“Aku lihat kulkas di belakang mu.” Jawab Emilia asal yang membuat Adam tertawa.
“Ha ha ha, kau aneh sekali. Sudahlah terserah kau saja. Cepat habiskan bubur mu, lalu minum obat. Dimana kau letakkan obatmu?”
“Ada di kamar. Nanti biar aku saja yang ambil.”
“Baiklah. Setelah kau minum obat, aku akan menunjukkan padamu setiap sudut apartemen ini.”
“Benarkah?” tanya Emilia dengan mata berbinar.
“Iya. Kau dari kemarin penasaran sekali kan?”
“Iya, aku sangat penasaran ingin lihat ruangan lainnya.”
“Baiklah. Habiskan dulu makanan mu.”
Emilia tak lagi menjawab, ia hanya mengacungkan jempol ke arah Adam.
nana naannananaa