Tiga tahun lamanya Amara menjalani pernikahannya dengan Alvaro. Selama itu juga Amara diam, saat semua orang mengatakan kalau dirinya adalah perempuan mandul. Amara menyimpan rasa sakitnya itu sendiri, ketika Ibu Mertua dan Kakak Iparnya menyebut dirinya mandul.
Amara tidak bisa memungkirinya, kalau dirinya pun ingin memiliki anak, namun Alvaro tidak menginginkan itu. Suaminya tak ingin anak darinya. Yang lebih mengejutkan ternyata selama ini suaminya masih terbelenggu dengan cinta di masa lalunya, yang sekarang hadir dan kehadirannya direstui Ibu Mertua dan Kakak Ipar Amara, untuk menjadi istri kedua Alvaro.
Sekarang Amara menyerah, lelah dengan sikap suaminya yang dingin, dan tidak peduli akan dirinya. Amara sadar, selama ini suaminnya tak mencintainnya. Haruskah Amara mempertahankan pernikahannya, saat tak ada cinta di dalam pernikahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua - Izin Untuk Bekerja
Setelah Mama Mertua dan Kakak Iparnya pulang, Amara hanya bisa mengurung dirinya di dalam kamar. Menangisi pernikahannya yang selama ini ia pertahankan. Semuanya akan sia-sia pada akhirnya. Menangisi kenyataan bahwa suaminya tidak pernah mencintainya selama ini. Seharusnya Amara sadar diri akan sikap suaminya yang dingin dan cuek padanya selama ini. Ia seharusnya sadar juga, kenapa suaminya tak mau memiliki anak darinya. Semua itu karena Alvaro tidak pernah mencintainya. Dan, Amara baru menyadarinya sekarang.
Kenapa selama ini Alvaro dingin, cuek, dan bercinta pun tak pernah memandangnya dengan baik. Seusai bercinta pun Amara seperti dibiarkan saja, layaknya perempuan pemuas nafsu saja, setelah dipakai langsung dibiarkan tanpa sentuhan lembut, tanpa perlakuan baik dan romantis. Itu semua karena Alvaro tidak mencintainya, terpaksa menikahinya. Bahkan Alvaro tidak ingin anaknya terlahir darinya. Dari wanita yang tidak dicintainya. Dari wanita miskin yang hanya menumpang hidup padanya.
Lantas kenapa suaminya itu terus menyentuhnya? Bahkan setiap malam tubuh Amara seakan sudah menjadi candu bagi Alvaro? Sedangkan selama ini Alvaro sama sekali tidak pernah mencintainya. Apa tubuh Amara hanya dijadikan pelampiasan nafsu birahinya saja selama ini?
“Tuhan .... Apa yang harus aku lakukan?” lirih Amara dengan memukul dadanya lirih yang terasa sakit akan kenyataan yang sekarang ia hadapi.
Apa Amara sanggup jika melihat suaminya menikah dengan wanita yang benar-benar suaminya cintai? Apa ia sanggup jika ada dua ratu di istananya?
Tentu saja tidak. Amara tidak sanggup, membayangkan saja Amara tak sanggup. Membayangkan jika semua itu terjadi saja membuat hatinya sakit, dadanya sakit.
“Sakit sekali, Tuhan ....” ucapnya dengan mengusap dadanya.
^^^
Amara terbangun dari tidurnya saat Alvaro memasuki kamar. Amara merasa sedikit pusing, mungkin karena ia terlalu banyak menangis, hingga ia tertidur dalam tangisannya.
“Mas, baru pulang?” tanya Amara sambil melihat jam dinding, yang menunjukkan pukul dua dini hari.
“Hmm ....”
Alvaro hanya bergumam sambil melepas jaz kerjanya dan kemejanya. Lalu meletakkan ke dalam keranjang kotor. Alvaro segera memakai piyamanya, lalu mengikuti Amara berbaring di atas tempat tidur.
“Mas, aku boleh minta sesuatu?” tanya Amara.
“Apa?” jawab Alvaro.
“Aku minta izin untuk bekerja lagi boleh?” ucap Amara lirih dengan menatap langit-langit kamar.
“Apa uang yang aku berikan padamu selama ini kurang, Ra?” tanya Alvaro.
“Tidak, Mas. Uang darimu selalu lebih, tidak pernah kurang. Tapi aku ingin mencari kesibukan, agar aku tidak terlalu memikirkan soal anak.” jawab Amara.
Padahal bukan itu alasan Amara sebenarnya. Amara hanya ingin hidup mandiri sekarang, tidak mau bergantung dengan suaminya lagi, setelah ia sadar kalau suaminya tak mencintainya, dan sudah pasti suaminya akan menceraikannya dalam waktu dekat ini karena wanita yang dicintai suaminya sudah kembali, dan sudah mendapatkan restu dari ibu juga kakaknya untuk menjadi istri kedua Alvaro.
Dengan beralasan seperti itu, Amara yakin kalau suaminya pasti akan mengizinkan dirinya bekerja lagi. Karena, Alvaro pun tak ingin Amara selalu mempertanyakan soal anak.
“Baiklah, aku akan mengatur posisimu untuk kerja di kantor, besok aku suruh asistenku untuk mencarikan posisi yang pas sesuai lulusan kamu,” ucap Alvaro.
“Tidak usah, Mas. Aku ingin mencari pekerjaan sendiri,” ucap Amara.
“Bagaimana jika ada yang tahu kalau Istri dari Direktur Utama Pramudya Group mencari uang sendiri di perusahaan lain, dan jadi bawahan orang lain? Mau ditaruh mana mukaku nanti, Ara?” Varo bangkit dan menatap tajam pada Amara, Amara pun ikut bangun dari tidurnya.
“Mas tenang dulu, mas pernah gak mikir pernikahan ini sudah tiga tahun lamanya? Orang di luar sana juga sudah pasti lupa dengan wajahku, wajah istrimu ini. Kamu ingat kapan terakhir kamu mengajak aku ke pesta atau ke jamuan klien? Kamu ingat terakhir kali kita jalan keluar, makan diluar? Enggak, kan? Sudah lama sekali, Mas! Itu terjadi di awal pernikahan kita saja, itu pun hanya beberapa bulan saja, setelah itu sampai sekarang tidak lagi?” ucap Amara dengan perasaan terluka.
Alvaro hanya diam menatap Amara, karena yang diucapkan Amara itu benar adanya. Dirinya sekarang lebih suka sendiri jika ada jamuan atau pesta dengan klien. Alvaro masih menatap Amara lekat, namun Amara mengalihkan pandangannya, supaya matanya tak menatap mata Alvaro.
^^^
Pagi ini Amara bersiap untuk interview. Setelah perdebatan panjang dengan Alvaro malam itu, akhirya Amara diizinkan untuk bekerja oleh Alvaro. Amara mencari lowongan pekerjaan lewat online, dan tak lama Amara mendapatkan panggilan dari sebuah perusahaa untuk mengikuti tes interview pagi ini.
Amara terlihat sedang berdiri di depan cermin yang ada di dalam kamarnya. Amara mengenakan kemeja putih dipadukan dengan rok hitam selutut. Ia memoles wajahnya dengan make up tipis. Alvaro masih terlihat terlelap di atas kasur empuknya. Sesekali Amara lihat wajah damai nan tenang milik suaminya itu. Amara tidak ingin membangunkan tidur suaminya yang pulas. Ia hanya menuliskan pesan singkat di aplikasi perpesanan untuk suaminya.
Setelah merasa penampilannya sempurna, Amara langsung keluar dari kamarnya. Ia bergegas menuruni anak tangga, tak lupa ia juga membawa tas kecil yang cocok digunakan untuk bekerja.
“Bi Asih ... sarapannya sudah siap, kan?” tanya Amara.
“Sebentar lagi siap, Bu. Ini Bu Ara mau ke mana? Pagi-pagi sudah cantik sekali?” tanya Asih yang merasa heran dengan majikannya, karena tak biasa Amara terlihat begitu cantik seperti pagi ini.
“Aku mau ada urusan di luar sebentar, Bi. Nanti tolong jangan lupa buatkan kopi untuk Bapak ya, Bi? Kalau Bapak sudah bangun,” ucap Amara.
“Iya, Bu. Apa ibu gak sarapan dulu? Mau saya siapkan roti, atau saya tatakan nasi gorengnya?” tanya Bi Asih.
“Gak usah, Bi. Nanti aku terlambat, aku sarapan di luar saja sekalian. Aku berangkat ya, Bi?” pamit Amara, ia pun segera meninggalkan teras rumahnya saat Ojek Online pesanannya sudah datang di halaman rumahnya.
^^^
Setelah bangun, dan melakukan peregangan otot sebentar, Alvaro tidak mendapati istrinya. Biasanya saat Alvaro olah raga di halaman belakang, ia melihat Amara sedang sibuk dengan tanaman sayurannya. Kadang sedang memetik hasil sayuran untuk dimasak siang nanti. Namun, kali ini Alvaro tidak melihat istrinya itu di kebun kesayangannya.
“Eh Bi Narti, ibu ke mana, kok tidak kelihatan dari tadi?” tanya Alvaro kepada Bi Narti, asisten yang bertugas membersihkan rumah, kalau Bi Asih, dia yang ditugaskan untuk menjadi koki.
“Ibu sepertinya sudah pergi dari pagi-pagi sekali, Pak. Tadi saya lihat pas ibu pamit sama Bi Asih,” jawab Narti.
“Oh begitu, ya sudah,” ucap Alvaro.
Alvaro bergegas mengambil ponselnya di meja kecil yang ada di dekatnya. Berniat menghubungi Amara, akan tetapi ia mengurungkan niatnya, karena melihat pesan dari istrinya.
[Mas, aku izin pergi sebentar. Hari ini aku mau interview kerja. Maaf aku gak pamit Mas dulu. Aku gak tega membangunkan tidurmu yang sedang pulas, aku gak mau ganggu tidur mas, jadi aku langsung berangkat. Bibi sudah aku suruh siapkan sarapan, dan buatkan kopi untuk Mas. Jangan lupa sarapan, Mas.]
Alvaro meletakkan kembali ponselnya, tanpa membalas pesan dari Amara. Sedingin ini hubungan mereka berdua, jangankan satu pesan dari Amara, puluhan pesan dari Amara pun kadang dibalas Alvaro hanya pesang singkat. Bahkan kadang tak dibalas oleh Alvaro.