Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Namun di luar dugaannya, sang ayah tak menunjukkan respon bahagia di wajahnya ketika mengetahui calon istri Fairuz adalah seorang janda.
"Sebaiknya, kamu menikahi perempuan yang masih gadis sebelum memutuskan memilih seorang janda." ucap sangat ayah kepada Fairuz.
"Hana bukan bercerai Abah, tapi suaminya gugur dalam tugas di usia pernikahan baru satu bulan. Itu pun kebersamaan mereka sangatlah singkat."
Sang ayah pun menilik wajah Fairuz yang kukuh membela Hana. "Abah sarankan, agar kau kembali memikirkannya."
"Fairuz sudah memikirkannya selama tiga tahun ini Abah, dan keinginan untuk menikahi Hana semakin kuat. Dan sekarang dia sudah mulai membuka hatinya."
"Kau belum mengenalnya kalau begitu."
"Sudah sangat mengenalnya Abah."
Sang ayah menarik nafas, kemudian meninggalkan Fairuz yang masih berdiri tegak, menunjukkan bahwa dia tidak akan merubah keputusannya untuk menikahi Hana apapun yang terjadi.
*
*
*
"Tumben, cuma ada ustadz Yusuf doang? Ustadz Fairuz kemana ya?" tanya ibu-ibu di pengajian berbisik-bisik, setelah usai pengajian.
"Ustadz Fairuz sedang pulang ke rumah orang tuanya." sahut seorang ibu-ibu, sepertinya memang tetangga dengan Fairuz.
"Oh, tapi kok lama. Apa jangan-jangan melangsungkan pernikahan?" sahut ibu-ibu yang lain, membuat Hana pun menoleh.
"Ya enggak, wong calonnya di sini." sahut ibu-ibu tua, melirik Hana.
Hana pun tersenyum kaku, mendadak jadi pembicaraan para ibu-ibu.
"Tapi, Ndak biasanya. Ini sudah hampir sebulan lho. Anak kiyai biasanya di jodohkan, tidak di bebaskan untuk memilih pasangannya sendiri." seseorang menyahut lagi.
Hana diam berpura-pura tak mendengar kali ini. Meskipun ungkapan yang terakhir itu terasa menyentil hatinya.
Ingin rasanya menoleh ke belakang dan melihat siapa kah yang berbicara demikian. Namun urung, dia tidak ingin terlibat dengan pembicaraan apapun terlebih lagi dengan ibu-ibu.
Soal jodoh atau tidak, biarlah Allah saja yang mengaturnya. Hana tak terlalu memikirkan jodoh, bahkan untuk tidak menikah lagi pun akan lebih baik baginya, hanya ingin mencintai Rayan saja.
"Tutup telinga, tutup mata lalu kita pulang." ucap Rosa, ia pun memakai sendalnya mendahului Hana.
"Macam mane nak sampai rumah, kalau tak tengok jalan?" Hana pun memakai sendalnya, lalu mengikuti sang adik.
Rosa terkekeh. Wajah polos sang kakak ipar terkadang menjadi hiburan tersendiri baginya.
"Lagian itu emak-emak, mulutnya lemes banget. Bisanya cuma ngurusin hidup orang." gerutunya.
"Dah, tak payah pening. Tengok klinik tu!" Hana menunjuk bangunan yang sudah berdiri kokoh di depan masjid, berjarak sekitar dua puluh meter melintasi jalan beraspal.
"Belum sampai sebulan, udah selesai aja ini bangunan. Udah buka lowongan lagi! Yang bangun orang apa setan ya?" Ros memandanginya dengan heran.
"Orang lah, Mane Ade setan bangun klinik macam ni."
"Orang yang kesetanan kali." Rosa terkekeh
Hana mengikuti adiknya yang berjalan mendekati bangunan tersebut, selembar kertas terpampang di dinding kaca.
"Due security, due cleaning service, satu perawat, satu lulusan farmasi,_" Hana menghentikan bacaannya. Ia menilik wajah sang adik yang juga menatap dirinya.
"Itu aku Kak!" Rosa menunjuk dirinya sendiri.
"Meh Akak ambik gambar. Ros mesti cube buat surat lamaran. Mane tahu di terima." Hana pun mengeluarkan ponsel dan segera memfoto kertas tersebut.
"Ada bagian keuangan juga kak!" seru Rosa lagi, menoleh Hana.
"Tak lah, Akak nak buka kedai pakaian. Sayang toko tu dah akak beli sejak tige tahun lalu, tapi tak di hiraukan." jawab Hana, ia pun melongok ke pertigaan jalan di depan mereka. Di sanalah toko yang sempat di beli Hana. Niat hati untuk menghibur diri setelah kehilangan Rayan ketika itu, namun kesedihan mengalahkan niatnya.
Rosa menggandeng Hana dengan gembira, dia seneng ada loker yang tidak jauh dari rumahnya. Tapi lebih senang lagi sekarang Hana sudah memiliki semangat untuk beraktivitas. Selama ini ia hanya diam di rumah, enggan kemana-mana kecuali mengaji itupun tidak setiap Minggu. Datang kalau ia mau. Toko pakaian yang dimaksud pun terbengkalai, terkadang di sewakan, terkadang pula kosong.
"Nanti buat Ros gratis kan?" tanya Rosa menggoda Hana.
"Mesti lah, Adik Akak!" Hana membiarkan Rosa bermanja di pundaknya, berjalan sambil bercanda.
Keesokan harinya. Ternyata Fairuz sudah kembali dari pesantren. Ia langsung menemui Hana di toko yang baru saja di buka, beberapa orang tampak sibuk membersihkan, sedang Hana menata beberapa barang.
"Assalamualaikum."
"Ustadz Fairuz." gumam Rosa, yang lain pun menyahut hampir bersamaan dengan Hana.
"Wa'alaikum salam." Hana menyambutnya dengan senyum.
"Kamu sedang sibuk?" tanya Fairuz, masuk dengan langkah pelan, melihat segala sisi toko milik Hana.
"Tak, kebetulan dah nak Zuhur." Hana mengajaknya duduk di kursi plastik seadanya.
"Hem. Alhamdulillah, kamu memiliki kesibukan sekarang. Aku bahagia lihat kamu seperti ini." ucap Fairuz.
"Hana takut kesepian setelah Ros wisuda. Dah pasti die akan bekerja, dan cepat atau lambat Ros juga akan menikah. Hana tak tahu bagaimana nanti, setelah itu terjadi." jawabnya, terlihat santai namun tersimpan kesedihan.
"Rosa memang akan menikah nanti, kita pun akan menikah." jawab Fairuz, membuat Hana tersenyum. Hana terdiam, mendadak bingung harus menanggapinya seperti apa.
"Bagaimana dengan keluarga Hana di Malaysia?" tanya Fairuz, Hana sedikit terkejut mendengarnya.
"Hana dah tak Ade bapak, tak ade ibu. Cuma ade Mak Cik, tapi die pun merantau ke luar negara." jawab Hana jujur. Fairuz pun mengangguk-angguk.
"Bagaimana dengan keluarga Ustadz sendiri?"
Fairuz pun menatap Hana dengan sedikit terkejut. Lalu ia tersenyum sambil berkata. "Jangan panggil saya ustadz, panggil Mas Fairuz saja." pintanya. Di sambut tawa ringan Hana.
"Ya. Maksud Hana Mas Fairuz." dia mengangguk kaku.
"Nah, begitu." Fairuz tersenyum senang. Lalu melanjutkan kata-katanya. "Tidak ada masalah, hanya perlu bersabar beberapa waktu karena Abah sedang sibuk sekali." ucap Fairuz, entah mengapa wajahnya sedikit tegang.
"Tak ape." Hana pun mengangguk sambil tersenyum. Entah mengapa di dalam hatinya seperti ada yang mengganjal. Namun kemudian mengabaikannya.
"Kalau begitu, saya pamit dulu. Kasihan Yusuf di mesjid seorang diri." ucapnya. lalu kemudian berpamitan.
"Ini serius! Kak Hana mau kawin sama dia?" Rosa yang sangat penasaran langsung mendekati Hana. Sejak tadi ia memasang telinganya begitu lebar walaupun pura-pura sibuk.
Hana mengangguk patah-patah.
"Gak di pikir lagi?" tanya Rosa, sepertinya dia tidak terlalu menyukai.
Hana mengangguk, tapi kemudian menggeleng.
"Hais. Kok Ndak meyakinkan begitu." gerutunya.
"Percaya jodoh dan takdir kan?" tanya Hana, dia tahu persis Rosa mengkhawatirkan dirinya.
"Percaya, tapi Rosa juga percaya kalau jodoh yang di paksakan itu tidak akan bahagia!" kesalnya.
"Itu kalau tak cinta." sahut Hana.
"Lha, emangnya kak Hana cinta sama ustadz Fairuz?"
Hana terdiam, sejenak kemudian ia berkata. "Cinta Akak dah habis hanya untuk Abang Rayan lah. Tapi menjalani hidup bersama dengan orang yang mencintai itu juga tak buruk sangat. Akak tak payah pening mencari pengertian die, kan die dah tahu akak sangat mencintai Abang Rayan."
Jawaban yang bikin Ros tercengang.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..