Jerat Cinta Jomblo Karatan
Seorang pria berperawakan kecil, tampak tergopoh-gopoh berjalan menuju ke sebuah ruangan VIP di club tempat ia bekerja. Hari ini Riz mulai di tugaskan untuk melayani tamu di ruangan VIP.
"Huft... semoga tidak terlambat," ucapnya sambil mengelus dadanya. Riz berdiri di depan pintu, ia mengambil nafas dalam sebelum membuka pintu ruangan itu.
Lima orang pria dewasa dengan enam wanita berpakaian minim dan hanya menutupi aset pribadi mereka tampak bergelayut manja. Duduk di antara para laki-laki hidung belang. Pemandangan yang menjijikkan bagi Riz.
Riz tertegun saat melihat seseorang pria yang duduk sendiri di ujung sofa singel yang ada di ruangan itu. Ia tampak menikmati minuman yang ada ditangannya, mengoyangkan wine yang ada dalam gelas berkaki. Tidak seperti yang lain, dia hanya di temani oleh seorang pria yang berdiri tegak di belakangnya. Wajahnya datar dan dingin sorot matanya begitu teduh. Namun, juga terasa begitu tajam dan menusuk.
Balutan jas yang di pakainya tidak bisa menyembunyikan tubuh atletis di dalamnya. Wajahnya begitu tampan, Riz tidak bisa menebak umur pria itu mungkin tiga puluh atau lebih. Yang jelas dia tampak begitu mempesona walaupun hanya duduk diam seperti itu. Riz segera mengelengkan kepala, untuk menyadarkan dirinya.
Riz berjalan mendekat ke arah meja dan mulai memungut botol minuman yang kosong yang ada di atas meja untuk menggantinya dengan yang baru.
Tahan Riz.. sebentar lagi..
Riz sungguh risih melihat bagaimana para perempuan itu menggelayut dan saling mengecup dengan para laki-laki di yang memangku mereka. Hingga tanpa sengaja ia menyenggol sebuah botol kosong hingga menggelinding ke arah kaki seseorang pria yang duduk sendiri di ujung sofa.
Mata Riz terus mengekor kemana botol itu berguling.
"Kerja yang bener dong!" sentak seorang wanita yang duduk di pangkuan pelanggannya.
Riz hanya mengangguk kecil, ia pun segera berjalan ke arah botol itu untuk memungutnya. Namun, belum sempat tangan kecilnya meraih botol itu, seorang pria sudah mencekal lengannya.
Riz pun mendongakkan kepalanya, melihat siapa yang memegang tangannya. Ternyata ia adalah seseorang yang berdiri di belakang pria dingin itu.
"Apa kau ingin mati," ucap pria bertubuh tegap itu dengan datar. Sorot matanya menatap tajam, membuat Riz merasa sangat ketakutan.
"Ma-maafkan saya tuan," ucap Riz dengan terbata namun tetap dengan suara yang ia beratkan.
"Cih.. cepat keluar dari sini!" pria itu menghempaskan tangannya Riz dengan kasar.
Dengan tergesa-gesa Riz pun mengambil botol yang terjatuh dan segera membereskan pekerjaannya. Setelah itu Riz pun keluar dari Ruangan itu.
"Jahat banget sih orang itu, kan aku ambil botol doang. Masak di bilang mau mati, dasar orang kaya," Riz menggerutu dalam hati.
Malam semakin larut. Jam menunjukkan hampir tengah malam. Hari yang panjang untuk pria kecil itu.
Riz duduk bersandar di salah satu sudut tembok. Ia merosot hingga terduduk di lantai dengan kedua lututnya yang di tekuk.
Sungguh hari yang melelahkan. Pria kecil itu harus berkerja siang hari ia harus sekolah, sementara malam hari dia harus berkerja di klub ini. Riz benar benar sudah kehabisan tenaganya. Tanpa ia sadari matanya terpejam sejenak.
"Heh.. malah tidur di sini, cepat antarkan handuk hangat ini ke kamar belakang," ucap seorang pegawai senior.
Mata Riz terlalu berat untuk di buka. Sebuah tendangan mendarat di kaki Riz. membuat pria kecil itu sontak mengaduh kesakitan.
"Cepat kerjakan!" ujar pelayan senior yang menendangnya.
"Iya kak," ucap Riz sambil mengusap kakinya.
"Ayo berdiri, kalau malas nggak usah kerja. Pulang saja sono!" sentaknya lagi.
"Enggak kak, ini mau kerja kok," jawab Riz sambil berusaha berdiri.
Sang senior pun melempar kotak plastik yang berisi handuk kecil dengan kasar di kepada pria di hadapannya.
Pria kasar itu berlalu meninggalkan Riz sendirian. Langkah yang lemah, mengantar pria kecil itu berjalan menuju kamar yang ada di bagian belakang club itu. Tempat yang biasa digunakan para tamu untuk menuntaskan malam mereka bersama para kupu-kupu pilihannya.
Menurut kotak yang di bawanya, Riz harus mengantarkan kotak itu ke kamar 13. Kaki kecil Riz mengayun sambil mengurutkan angka yang tertera di pintu kamar. Langkah kecilnya berhenti tepat di depan pintu kamar yang ia tuju.
Tok..tok..
"Layanan kamar!" pekik Riz. Hening tak ada jawaban.
Dengan tak sabar, tangan kecilnya terus mengetuk pintu kayu. Suara handel pintu diputar dari dalam, Riz pun menyodorkan kotak yang ada di tangannya. Tangan besar muncul dari balik pintu itu terbuka, langsung memegang tangan Riz dan menariknya masuk.
Blam.
Pintu itu di tutup dengan keras. Aroma alkohol tercium samar dari nafas pria yang sedang memerangkap Riz diantara dirinya di tembok.
Kamar itu gelap, sepertinya pria itu tidak menyalakan lampu sama sekali. Riz tidak bisa melihat siapa yang ada di hadapannya. Tapi dia bertubuh tegap dan lebih tinggi darinya. Pria itu mendekatkan wajahnya, Riz bisa merasakan deru nafas hangat yang menyapu wajahnya.
"Tuan.. tuan... sadar, saya laki-laki." Tangan kecilnya berusaha mendorong dada pria itu. Tenaga kecil Riz tak cukup kuat untuk membuat pria itu bergerak.
"Tuan, sadar tuan!" pria itu hanya mengerang.
Cup
Sebuah ciuman mendarat di pipi Riz tepat di samping bibirnya.
"Tuan, apa yang anda lakukan!
Cup
kali ini tepat di bibirnya.
Ciuman pertamaku! jerit Riz dalam hati.
Bibir keduanya menempel. Tangan besar itu mulai melingkar di pinggangnya yang kecil dan membuat mereka semakin menempel. Kini tubuh Riz sudah ada dalam pelukannya, Bahkan kakinya sudah tidak lagi berpijak di lantai. Pria itu mengangkatnya, sambil terus menyatukan bibir mereka. Percuma Riz meronta, tangannya sedari tadi tak henti memukul bagian apa saja yang bisa di jangkauannya. Namun, ia tak bisa melepaskan diri dari pelukannya
Terlalu Gelap. Riz hanya bisa merasakan tubuhnya melayang dalam dekapan raksasa itu. Tinggi, besar dan lembut, rasa yang Riz rasakan di bibirnya. Tubuh Riz terlalu lelah untuk melawan lagi.
Brugh
Tubuh mereka berdua jatuh di atas kasur. Bibir mereka sudah terlepas tapi tidak dengan tubuhnya. Raksasa itu memeluknya dengan erat. Dengkuran halus terdengar dari pria yang sedang mendekapnya.
Riz menyerah, tubuh kecilnya sudah terlalu lelah. Perlahan mata Riz ikut terpejam. Pelukan raksasa itu mulai terasa nyaman dan hangat untuk beristirahat.
*****
Riz terbangun dengan rasa sesak dan berat di tubuhnya. Mata kecilnya mengerjap dan terbuka perlahan. Kamar itu masih sama gelapnya seperti tadi malam. Dengan susah payahnya Riz menyingkirkan tangan yang membelit tubuhnya semalaman.
"Astaga bagaimana bisa kau tertidur di sini? dan pria ini!" Riz membekap mulutnya sendiri, sambil berusaha turun dari ranjang.
Ia segera memeriksa semua baju yang melekat di tubuhnya. Riz bernafas lega, semua masih lengkap. Berarti tadi malam mereka hanya tidur dan tidak berbuat khilaf.
"Syukurlah," Riz mengusap dadanya.
Pria kecil itu mengerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, menirukan gerakan pemanasan sebelum senam pagi.
"Hooamm, aku mau lanjut istirahat di kos, bye raksasa." Riz melambaikan tangannya kepada pria yang masih terlelap di atas ranjang.
Riz sama sekali tidak berniat melihat wajah orang yang telah mendekapnya semalaman. Ia bersyukur hanya ciuman pertamanya saja yang hilang malam itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Gagas Permadi
judulnya aja lucu 🤣🤣🤣🤣 blom juga baca ngakak duluan aku🤣🤣🤣
2024-04-19
0
Anita♥️♥️
huaaa nasibmu Riz,ciuman pertamamu di ambil pria raksasa/Chuckle/
2024-04-12
0
kieky
bibirnya riz uda ternoda..nasib baik g yg lainnya y riz
2024-04-01
1