Ketika seorang perempuan tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan yang baru seumur jagung, Humairah rela berbagi suami demi mempertahankan seorang pria yang ia cintai agar tetap berada dalam mahligai yang sama.
Aisyah Humairah menerima perjodohan demi balas budi pada orangtua angkatnya, namun siapa sangka pria yang mampu membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat itu ternyata tidaklah seperti dalam bayangannya.
Alif Zayyan Pratama, menerima Humairah sebagai istri pertamanya demi orangtua meski tidak cinta, obsesi terhadap kekasihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja hingga ia memberanikan diri mengambil keputusan untuk menikahi Siti Aisyah sebagai istri keduanya.
Akankah Alif adil pada dua
Aisyahnya? atau mungkin diantara dua Aisyah, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan segitiga itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Daffa menatap sosok wanita cantik yang memakai hijab berwarna cokelat susu polos tanpa motif, mengenakan gamis berwarna merah hati menjuntai indah semata kaki hingga sepatunya yang berwarna putih bisa terlihat, perempuan itu sedang duduk berhadapan dengannya saat ini di salah satu meja sudut restoran depan kampus Humairah tempat mereka berjanji temu.
Dunianya seakan teralihkan saat mendengar kenyataan yang baru saja Humairah katakan padanya beberapa saat lalu, wanita ini benar adalah gadis kecil yang ia dan Alif tolong belasan tahun lalu, Humairah benar-benar berbeda sekarang, dulu gadis kecil itu imut dan cantik dan tidak memakai tutup kepala.
Sekarang Aisyah kecil mereka berubah menjadi sosok perempuan dewasa yang memakai hijab, bukan hanya cantik tapi sangat sangat cantik, tidak heran pula ia bahkan tidak mengenali lagi.
"Mas Daffa," suara indah nan lembut keluar dari bibir tipis milik Humairah yang hanya diberi pewarna merah muda dari sebuah liptint kesukaannya.
Lamunan pria itu seketika buyar, ia mengusap kuduknya dengan perasaan canggung.
"Iya."
"Bagaimana menurut mu?" tanya Humairah dengan nada serius.
"Apa?" tanya Daffa bingung.
Humairah menghembuskan napas dalam-dalam.
"Mas Daffa tidak mendengar? Sejak tadi aku bicara panjang kali lebar dan kau sama sekali tidak mengerti?"
Daffa menggeleng polos, baru saja Humairah akan marah namun Daffa lebih dulu terkekeh dan menjawab lagi, "Aku hanya bercanda, aku mendengarmu Humairah."
Mendengar itu Humairah hanya bisa tersenyum kesal saja, ia mengeluarkan kalungnya dari tas lalu memberi lihat pada Daffa.
Setelah melihat secara seksama pria itu mengangguk, "Iya, ini adalah paman Imran. Ya ampun Humairah aku tidak menyangka semua ini terjadi padamu."
"Aku tidak akan membahas apa yang telah terjadi, aku hanya ingin mas Daffa membantuku bertemu dengan papa Imran, aku bingung harus seperti apa nantinya."
"Tunggu Humairah, tadi kau bilang Aisyah adalah Mayang?"
"Iya, dia bernama asli Mayang Sari. Tidak tahu kapan dia mengubah identitas menjadi Aisyah, aku yakin jawabannya ada pada papa Imran dan ibuku, ibu bilang kak Mayang ikut pamannya ke kota lain untuk melanjutkan sekolah, tapi kenyataannya kak Mayang malah menjadi Aisyah putri papa kandungku dan menjadi maduku pula saat ini. Bukankah ini seperti mempermainkan takdir?" cetus Humairah dengan dada yang penuh dengan sesak.
Ia tidak menanyakan pada ibu Aini sebab ia tidak ingin membuat perempuan paruh baya itu menjadi terbebani oleh apa yang akan ia lakukan sekarang.
"Aku dan Alif tahu Syasya memang bukan putri kandung paman Imran, dia mengakui bahwa dia diadopsi sejak kecil tapi Syasya tidak pernah bilang bahwa paman Imran punya anak kandung yang hilang, ternyata bukan hanya kami yang kehilangan Aisyah kecil tapi juga paman Imran, aku yakin paman Imran sangat merindukan dan menantikan pertemuan ini Humairah, aku akan membantu mu tenanglah."
Humairah mengangguk sambil terus mengembangkan senyumnya, ia bahkan sejenak melupakan tentang perihal rumah tangganya, ia terlalu bersemangat untuk bertemu sang papa, ada banyak pesan kerinduan dari sorot mata, ia mengingat jelas bahwa ia adalah sosok gadis kecil yang manja pada orangtuanya.
Humairah adalah anak tunggal, ia tidak memiliki saudara lain hingga Mayanglah yang menjadi sosok kakak baginya meski ia anak pelayan sekalipun, namun Humairah tidak pernah menduga Mayang kini berubah identitas menjadi Aisyah.
Satu hal yang menjadi pertanyaan, kenapa ibu Aini berbohong tentang Mayang yang katanya sekolah dan tinggal bersama pamannya dilain kota.
*****
Alif melepas pelukannya pada Aisyah yang hendak berjalan memasuki pintu keberangkatan sebuah bandara, entah kenapa ia mengembangkan senyum sejak tadi hingga Aisyah heran dan cukup merasa kesal.
"Alif?"
"Apa?"
"Kenapa kau tersenyum sendiri sejak tadi? Apa kau senang aku keluar kota dan kau bisa bebas menemui perempuan itu begitu? Kau tidak lupa tentang Daffa bukan? " tanya Aisyah dengan nada kesal, ia memajukan bibirnya ke depan, ia mengingatkan kembali pada tujuan Alif dan Daffa tempo hari.
Alif terkekeh, "Sudah jangan terlalu dipikirkan, ayolah sudah saatnya kau masuk, aku juga sudah harus kembali ke kantor sekarang!"
Alif mengecup tangannya, lalu pergi dengan alasan tergesa hendak bertemu mamanya yang telah di jalan menuju ke kantor, jika urusan mama mertuanya, Aisyah tidak berani mencegah maka darinya ia mengangguk saja, meski ia sedikit kesal karena biasanya adegan berpisah seperti ini Alif akan memeluk dan mencium seluruh wajahnya namun kali ini tidak, lelaki itu hanya mengecup punggung tangannya saja bukankah itu terlihat aneh?
Aisyah menangkap aura yang berbeda dari wajah suaminya hari ini, namun segera ia tepis saat mengingat mereka telah sepakat melepas Humairah untuk Daffa, setidaknya ia bisa pergi pelatihan dengan tenang kali ini terlebih satu minggu bukanlah waktu yang singkat, Aisyah mengakui bahwa ia takut suaminya pulang ke rumah Humairah, namun Alif tidak mengatakan demikian hingga ia bisa tenang sekarang.
Siapa yang akan menyangka Alif bukan menemui mama Rika, melainkan melaju menuju arah kampus Humairah, senyum menghiasi bibirnya saat menoleh pada seikat bunga mawar berwarna kuning bercampur merah terletak di kursi samping kemudi.
Entahlah, Alif tidak tahu kenapa ia sangat ingin menemui Humairah saat ini terlebih ia tahu bahwa hari ini jadwal Humairah berada di kampus untuk urusan skripsinya.
Perutnya yang lapar berniat mengajak Humairah makan siang bersama, ini kali pertamanya untuk Alif, entah kenapa ia terlalu bersemangat hari ini, wajah cantik itu cukup terngiang beberapa hari ini meski ia sedang bersama Aisyah sekalipun.
Mobilnya berhenti di depan gedung berwarna ungu yang menjadi ciri khas kampus Humairah menimbah ilmu, ia raih buket bunga lalu keluar mobil sambil menghubungi nomor ponsel istri pertamanya Humairah.
Baru saja turun dari mobil dan menempelkan ponselnya di telinga, matanya tidak sengaja mengarah pada dua orang yang saling melempar senyum sambil mengobrol menuju sebuah mobil.
Humairah, tidak salah lagi itu adalah Humairah dan Daffa yang menuju sebuah mobil yang diyakini Alif adalah milik sahabatnya, rahangnya mengeras, ia menurunkan tangannya yang semula memegang ponsel di telinga, tangannya yang lain perlahan melepaskan buket bunga hingga terjatuh ke tanah.
Mata pria itu menyiratkan rasa tidak suka pada pemandangan di hadapannya saat ini, istrinya dan Daffa tampak tidak canggung satu sama lain.
Wajah cantik itu, wajah yang selalu ia pandangi ketika Humairah tertidur, senyum yang menyambut paginya yang terasa indah ketika menginap di rumah Humairah tempo hari, wajah yang mulai mengganggu pikirannya sejak beberapa hari.
Perlahan tapi pasti Daffa membawa Humairah meninggalkan kampus yang Alif juga berada di sana memandangi mereka dengan paru-paru yang mulai kekurangan oksigen, jantungnya pun ikut merespon karena kurangnya oksigen yang masuk hingga terpaksa memompa lebih keras agar seluruh jaringan tidak mati karenanya.
*****
Lahhhhh si Alif kemana aja?
💖💖💖