NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9: Cokelat untuk Sebuah Nyayian

"Please, Al!" rengek seorang perempuan sambil tangannya yang menarik jaket Alfariel dari belakang. "Lo dengerin dulu penjelasan gue. Nggak lama, cuma sebentar."

"Sialan!" umpat Alfariel pelan.

Alfariel heran, mengapa parasit seperti dia selalu saja mengikuti kemana pun Alfariel pergi. Dari ke mini market sampai ke toko roti, bahkan kalau pun Alfariel pergi ke kamar mandi, perempuan itu pasti akan mengikutinya juga. Alfariel yakin 100%. Niat Alfariel yang ingin refreshing dengan berkunjung ke toko roti milik keluarganya Fariz berantakan sudah. Bukannya tambah fresh, malah membuat pikiran Alfariel menjadi kacau saat dia bertemu dengan Bella.

Laki-laki itu membalikkan badan perlahan, wajah terpaksanya menatap lawan bicara dengan ekspresi datar. "Satu menit," ucap Alfariel kemudian.

"Lo salah paham, cowok yang kemarin itu teman lama gue. Lagipula gue juga nggak ada apa-apa sama dia. Percaya deh sama gue," ujar Bella yang mencoba meyakinkan Alfariel.

"Udah lah, Bel. Gue nggak mempermasalahkan siapa cowok yang lo gandeng kemarin." Alfariel menggaruk kepalanya. Bukan karena kutuan, melainkan meredakan emosinya yang mulai memuncak, tidak tahu harus menonjok siapa sekarang. Menggaruk kepala itu lebih baik. "Gue ngerasa kalau kita emang nggak cocok dan gue .... gue juga punya alasan tersendiri untuk itu."

Di tempat yang sama, menghirup udara yang sama pula, Fariz menatap malas ke arah mereka sembari menompang dagu pada meja cashier. Terharu, baper, senang, atau apalah. Fariz tidak tahu apa yang dia rasakan saat ini. Yang pasti dia sedang sibuk melakukan ritualnya. Bagi Fariz mengupil adalah kenikmatan yang hakiki.

"Nggak cocok bagaimana?" Rupanya drama masih berlanjut, terlihat Bella yang merasa kurang puas dengan jawaban Alfariel tadi.

"Ya nggak cocok aja gitu. Kayaknya gue udah nggak ada rasa deh sama lo." Melihat tampang Alfariel yang serius, tidak mungkin jika Alfariel berkata bohong. Bella tidak percaya, bagaimana bisa Alfariel berubah secepat itu?

Bella berdecak, "Terus perasaan gue selama ini gimana? Lo tega ya? Gue bener-bener cinta sama lo. Kenapa lo balesnya kayak gini?"

"Gue nggak peduli. Lo sebaiknya pergi sekarang," perintah Alfariel seenaknya.

"Al—"

"Lo pergi apa gue yang pergi?" Alfariel menggantung tas gitar di bahunya.

"Al—"

"Oke, gue yang pergi," ujar Alfariel mengakhiri pembicaraan. Alfariel berjalan cepat menuju pintu yang terbuat dari kaca itu, membukanya lalu dengan sekejap mehilang dari pandangan Bella.

Hati Bella hancur seperti gelas yang pecah menjadi berkeping-keping. Air mata pun seakan tidak ingin menetes. Sakit macam apakah ini? Mengapa sakitnya terasa begitu dalam seperti tertusuk ribuan pisau? Bella menelan saliva, tenggorokannya tercekat menahan tangis. 'Andai lo tahu apa yang gue rasakan, Al'.

***

Dan kau hadir merubah segalanya

Menjadi lebih indah

Kau bawa cintaku setinggi angkasa

Membuatku merasa sempurna

Suara nyanyian Alfariel yang diiringi petikan senar gitar mengalun merdu. Tangan Alfariel tidak henti-hentinya memainkan senar gitar kesayangannya dengan lihai. Setiap orang yang lewat di depannya merasa tertarik untuk lebih mendekat ke arah datangnya suara indah milik Alfariel. Seperti kelopak bunga yang menarik perhatian serangga untuk menghinggapi mahkotanya yang cantik.

Kini Alfariel berada di Kafe Jingga, kafe milik Agisha—adiknya. Menjauh dari Bella merupakan pilihan yang tepat, daripada dia nantinya on the way gila lebih baik Alfariel pergi saja. Tidak disangka, jauh di sana Aletta berdiri tersenyum menikmati alunan lagu yang dinyanyikan oleh Alfariel. Posisi Aletta semakin mendekat, tetapi perempuan itu tidak yakin oleh pilihannya. Apa nanti Alfariel akan mengatai Aletta pendek lagi jika Aletta bertemu dengannya? Dia tidak suka dibilang pendek, meskipun kenyataannya begitu. Ah, entahlah, ribuan kali Aletta memuji Alfariel dan berapa kali lagi dia mengatakan kata tampan yang merujuk pada Alfariel.

Pikiran Aletta kacau, di dalamnya hanya terdapat tulisan nama laki-laki yang sedang tersenyum ke arahnya. Sebentar, ke arah Aletta? Buru-buru Aletta mengalihkan tatapan matanya. Aletta merasa gugup, dipandang Alfariel dari jauh saja sudah seperti ini, apalagi jika dari dekat. Mungkin Aletta langsung pingsan di tempat.

"Al, lo di sini? Kenapa nggak masuk aja?" Agisha berucap tepat di belakang Aletta.

Aletta kaget, dia menggaruk kepalanya sambil berpikir mengenai alasan yang tepat.

"Tidak usah, Gish. Gue bentar lagi mau pulang kok," jawab Aletta ragu.

Dalam hati kecilnya, Aletta sebenarnya ingin tetap tinggal di tempat itu untuk menyaksikan laki-laki yang diam-diam dia kagumi. Namun, begitu Agisha muncul, niat tersebut langsung dia urungkan. Aletta merasa malu jika temannya sampai tahu bahwa dia sedang memperhatikan Alfariel yang saat itu sedang bernyanyi di atas panggung. Mata cokelat Aletta kembali tertuju ke arah Alfariel. Dengan gitar putih di tangannya, Alfariel terlihat memikat, pesonanya mampu menarik perhatian siapa saja. Begitulah Alfariel, selalu percaya diri. Bahkan, pujian manis dari para pengunjung kafe tidak membuatnya canggung. Alfariel hanya membalasnya dengan senyuman menawan.

"Kenapa, Al?" tanya Agisha yang menepuk tangannya di depan wajah Aletta.

"Nggak apa-apa," ucap Aletta sembari menggeleng.

"Lo suka sama dia?" Agisha menyipitkan matanya.

Jantung Aletta berdetak semakin keras. Dia merasa gugup karena pertanyaan dari Agisha. Aletta tidak bisa berpaling lagi dari kenyataan, faktanya Aletta memang menyukai Alfariel. Laki-laki ajaib yang dapat membuat Aletta merasa malu saat membayangkan wajah tampannya.

"Suka, kan?" tunjuk Agisha dengan telunjuknya sambil tersenyum menggoda.

"Enggak lah. Ngawur lo." Aletta membenarkan letak kacamatanya. Kebiasaan Aletta yang merupakan ciri khasnya saat dia merasa gugup.

Agisha mengangguk paham, tetapi dia terlihat sedang merencanakan sesuatu di pikirannya. Tanpa aba-aba Agisha menarik lengan Aletta menuju ke arah kerumunan orang yang menutupi Alfariel.

"Gish, gue mau dibawa kemana sih?" Aletta mencoba melepas pegangan tangan Agisha di lengannya.

"Ke tempat yang akan membuat lo seneng," jawab Agisha yang tetap menarik lengan Aletta.

Aletta tambah merasa panik, telihat dari tampangnya yang gusar dan takut. Entah apa yang membuatnya takut, yang pasti dia tidak mau Alfariel mengetahui dirinya mengikutinya. Aletta tidak pernah berniat untuk menguntit Alfariel, tetapi pertemuannya di toko roti justru membuatnya penasaran. Terpancing oleh rasa ingin tahu, Aletta akhirnya memutuskan untuk mengikuti ke mana pun Alfariel pergi. Mustahil jika Alfariel langsung pulang ke rumah dengan gitar yang dibawanya dan penampilannya yang rapi hanya membuat Aletta semakin ingin tahu.

Agisha menarik Aletta sampai di depan panggung dimana Alfariel masih bernyanyi. Alfariel yang mengetahui Aletta merasa bingung.

'Bener firasat gue, si pendek itu emang ngikutin gue diam-diam,' batin Alfariel yang menatap Aletta.

Aletta menundukkan kepala. Dia juga bingung. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Tidak mungkin jika Aletta mengakuinya bahwa dirinya memang mengikuti Alfariel.

"Kak Ren, ada yang mau nyanyi bareng Kakak," ucap Agisha yang langsung mendapat tatapan tajam dari Aletta.

"Siapa? Si pendek yang sedang kamu gandeng itu?" tanya Alfariel.

Agisha menatap Alfariel lalu beralih ke Aletta secara bergantian. Aletta hanya bisa mendesah pasrah, apa lagi yang bisa dia lakukan dalam situasi seperti ini? Tidak ada. Aletta tahu itu, sikapnya yang pemalu hanya membuat semuanya tampak semakin buruk. Dia berharap keberaniannya segera muncul, tetapi itu hanyalah angan-angan.

"Kalian sudah kenal?" Agisha bertanya kepada Aletta.

Alfariel berjalan turun dari panggung dengan tangan kanannya yang menenteng gitar.

"Iya. Kenapa? Ada masalah?" Alfariel menghampiri mereka berdua.

Alfariel tiba-tiba menggenggam tangan Aletta dan mengajaknya menuju panggung.

"Oi, lo mau ngapain?" tentu saja Aletta merasa terkejut dengan apa yang dilakukan Alfariel tanpa perencanaan terlebih dahulu.

"Katanya lo mau nyanyi bareng gue?" Alfariel melepaskan genggaman tangannya. "Apa lo nggak ada bakat buat nyanyi?"

Posisi mereka kini sedang berhadap-hadapan. Aletta meremas bajunya gugup. Mata Aletta mengarah ke bawah, keramik putih yang menampilkan bayangan dirinya. Aletta sedang bingung untuk mencari alasan menolak ajakan dari Alfariel. Kepala Aletta menoleh ke kiri, dia melihat ke arah Agisha yang tidak jauh darinya. Agisha mengacungkan jempol arti mendukung. Aletta memikirkan kembali keputusannya.

"Jadi nggak nih?" Alfariel kembali bertanya.

Aletta mengangguk setuju. "Kalau gue bisa nyanyi, lo mau kasih apa ke gue?"

"Em .... " Alfariel tampak berpikir sejenak lalu tersenyum. "Cokelat?"

"Oke, gue mau." jawab Aletta menyetujui.

Alfariel tersenyum puas. Kemudian, dia dengan perlahan menggandeng tangan Aletta menuju panggung. Begitu sampai di atas panggung, Aletta merasa gemetar karena tatapan semua mata yang tertuju pada mereka. Rasanya seperti beban besar yang harus dia tanggung sendirian.

"Tenang aja, lo bisa," bisik Alfariel di dekat telinganya, suaranya lembut dan  penuh keyakinan.

Aletta menelan saliva, mencoba menenangkan diri. Dia mengambil mikrofon yang Alfariel berikan, lalu dengan sedikit ragu, dia mulai menyanyikan lagu tersebut. Awalnya, suaranya terdengar agak kaku dan gugup, tetapi seiring waktu, Aletta mulai menemukan ritmenya. Perlahan, sorak sorai dari penonton menghilangkan rasa canggungnya.

***

Bersambung …..

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!