NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jeksen!!

Namun, tatapan pria itu justru semakin tajam, mata yang penuh dengan amarah dan keterikatan yang tak terungkapkan, seolah mencoba meruntuhkan semangat Aluna. “Kau tidak bisa kabur dariku, Aluna.” Sebuah suara rendah dan penuh ancaman bergema dalam kesunyian yang mencekam.

Aluna mencoba menarik diri, namun Jeksen lebih kuat, tetap mendekatkan wajahnya ke wajah Aluna.

Tidak ada yang bisa dilihat oleh Aluna selain tatapan pria itu yang kini mulai membuat segala kekuatan dan keberanian yang ia miliki mulai retak sedikit demi sedikit.

Namun saat itu juga, untuk pertama kalinya, Aluna memberanikan diri untuk berbicara lagi, dengan tekad yang jelas. “Aku tidak akan kembali lagi. Lepaskan aku, Jeksen!” ujar Aluna, berusaha melepaskan diri.

Begitu penuh dengan kebencian, dan juga kekuatan baru dalam dirinya, suara Aluna kali ini berbeda. Ia siap untuk menghadapi masa lalunya, meskipun entah berapa kali ia harus melakukannya.

...~||~...

Namun, Jeksen masih memandangi Aluna dengan tatapan penuh kebencian, seolah setiap kata yang ia ucapkan mampu meremukkan semangat yang tersisa dalam diri gadis itu. Dengan langkah besar dan penuh ancaman, ia terus mendekati Aluna, tidak memberi celah sedikit pun untuk melarikan diri.

"Kau pikir dengan tubuhmu yang sudah 'kotor' itu, kau bisa mengait pria lain? Hahaha, dasar bodoh!" ujar Jeksen dengan tawa kasar yang semakin menambah tekanan dalam atmosfer yang mencekam. "Kau sudah menjadi milikku seutuhnya, Aluna. Tidak peduli seberapa jauh kau berusaha lari, aku tahu kau tidak bisa melepaskan diri dariku. Jadi jangan coba-coba kabur lagi, mengerti?"

Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat Aluna merasa semakin tertutup dan terkekang. Rasanya tak ada lagi ruang untuk bernafas, untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan, dan mungkin itu yang diinginkan oleh Jeksen—mengendalikan sepenuhnya hidupnya, bahkan dengan cara yang paling kejam.

Aluna hanya diam, kaku. Mata yang menatap kosong ke lantai, seolah ingin menenangkan dirinya, tapi jauh di dalam hatinya, sebuah rasa sesak yang sangat dalam mengguncang jiwanya. Ia tidak tahu bagaimana lagi harus melawan kata-kata itu, bagaimana harus melawan pria yang telah meninggalkan luka lama dalam hidupnya.

Namun, tiba-tiba, pintu ruang kampus di sampingnya terbuka, langkah-langkah tegas terdengar dari dalam ruangan. Aluna seakan menemukan secercah harapan, meski tak jelas siapa yang akan datang.

"Aluna! Kamu ada di sini?!" Suara Mery terdengar jelas, menghentak lorong di luar ruangan yang telah terhimpit kekuasaan Jeksen.

Jeksen, yang awalnya begitu penuh dengan dominasi, seketika menoleh, kecewa melihat kehadiran Mery yang datang. Mery berjalan mendekat dengan wajah yang penuh kecemasan, melihat situasi yang jelas tidak menyenangkan.

“Mery…” Aluna berbisik hampir tidak terdengar, namun cukup bagi Mery untuk melihat ekspresi cemas di wajahnya.

Mery, dengan tatapan tajam yang menunjukkan ketegasan, tidak memberi ruang lagi untuk permainan Jeksen. "Apa yang kau lakukan, Jeksen? Jangan pernah berani mendekatinya lagi!" ujar Mery, dengan suara lantang dan penuh keberanian.

Jeksen hanya tersenyum sinis, namun melihat tekad di wajah Mery, ia mundur selangkah, "Aku hanya memberitahunya bahwa dia tidak akan pernah bisa melarikan diri. Jangan pikir kau bisa menghentikanku."

Namun, dengan keberanian yang tiba-tiba muncul dari dalam dirinya, Mery melangkah lebih maju, mendekati Jeksen dengan tegas. "Aku akan mengingatkanmu sekali lagi, Jeksen. Jika kau mengganggu temanku lagi, bukan hanya aku yang akan datang menghadapimu. Kau tidak punya hak atas dia, jadi pergi sekarang!"

Jeksen memandang Mery dengan tatapan tajam sebelum akhirnya menghela napas kasar dan mengalihkan pandangannya. "Baiklah, aku pergi," katanya dengan suara penuh kepahitan, sebelum berbalik dan pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Aluna hanya berdiri diam, menyaksikan semua itu tanpa mampu berkata-kata. Namun, dalam hatinya, ada sedikit rasa lega, meskipun beban berat yang ditinggalkan Jeksen tidak begitu mudah hilang. Mery yang menghampiri Aluna, mengamati temannya itu dengan wajah penuh empati.

“Aluna, kau baik-baik saja?” tanya Mery, melihat kondisi Aluna yang masih tampak kaku, terperangkap dalam kekacauan perasaan yang semakin membebani jiwanya.

Aluna mengangguk perlahan, namun senyum kecil di wajahnya mengandung rasa terima kasih yang dalam. "Terima kasih, Mery," jawabnya pelan, meski perasaan di hatinya masih tak mudah dijelaskan.

Mery meraih tangan Aluna, menariknya ke samping dengan lembut, "Aku ada di sini untukmu, oke? Jangan biarkan pria itu mendekatimu lagi. Aku tak akan membiarkan dia melukai kamu."

Perlahan, suasana yang sempat canggung itu mulai mengendur, dan meskipun luka lama masih tergores dalam hati Aluna, dia merasa sedikit lebih ringan, sedikit lebih dihargai. Setidaknya, dengan Mery di sisinya, ia tidak merasa sepenuhnya sendiri.

Jeksen mungkin pergi untuk saat itu, namun Aluna tahu, pertempuran batin yang lebih besar baru saja dimulai.Setelah Jeksen pergi, suasana di ruangan itu mulai terasa lebih tenang. Mery dan Aluna duduk di bangku samping meja, di bawah cahaya lampu yang redup. Mery yang sebelumnya tampak begitu sigap untuk melindungi Aluna kini menatap temannya dengan ekspresi penuh tanda tanya. Ada sesuatu yang mengganggu di benaknya—sebuah pertanyaan yang belum terjawab.

Aluna, meskipun sudah sedikit lebih tenang setelah kejadian tadi, tetap tampak jauh. Mery memperhatikannya dengan cermat. "Aluna," panggil Mery lembut, mencoba menarik perhatian gadis itu dari dunia yang tampaknya jauh di luar sana.

Aluna mengangkat wajahnya, memandang Mery dengan tatapan yang kosong, seperti tidak tahu harus menjawab apa. Namun, Mery tidak sabar lagi menunggu dan langsung bertanya.

"Apa sebenarnya yang terjadi, Aluna? Kenapa dia begitu—sepertinya Jeksen masih ingin menguasaimu dengan cara seperti itu?"

Aluna terdiam untuk sesaat, tidak langsung menjawab. Namun, Mery tidak melepas pandangan penuh perhatian itu.

“Kau tahu kan siapa Jeksen? Dia itu senior kita dulu, dan sudah lulus setahun lalu. Tetapi tidak ada yang benar-benar tahu apa yang dia lakukan setelah itu. Selama ini, dia selalu jadi topik obrolan yang mengerikan di kampus. Ada yang bilang dia seorang yang sangat dingin, seperti robot, bahkan tidak ada yang bisa benar-benar dekat dengannya,” lanjut Mery, mencerna setiap kata yang baru saja diucapkannya.

Aluna menatap Mery, lalu pelan-pelan mengangguk. "Aku tahu, Mery. Aku tahu semuanya..." Suaranya terdengar lemah, tapi ada kejelasan yang tertangkap di sana, seolah ia ingin mengatakan lebih banyak namun terhalang perasaan yang tertahan.

Mery menyipitkan matanya, menilai teman dekatnya itu. “Rumor yang beredar tentang Jeksen juga mengatakan dia tidak pernah benar-benar melupakan seseorang. Mereka bilang dia—dia mencari seseorang yang sangat penting baginya. Apa benar itu tentangmu, Aluna?"

Aluna terdiam. Ia menundukkan kepala, seolah menyesap pertanyaan itu yang tampaknya menyentuh titik kelemahannya. Dalam benaknya, kenangan-kenangan lama dengan Jeksen mulai terputar. Suasana kampus yang sibuk saat itu, saat di mana ia adalah sosok yang lebih cemas dan lebih mudah terkejut. Dan Jeksen—pria itu selalu ada di sekitar. Dia tahu cara berbicara yang mendalam, cara membuat Aluna merasa seperti ia bukan hanya bagian dari dunia yang ia kenal. Namun, sekaligus ada sebuah ikatan, yang terpaksa diikatkan begitu kuat.

“Kenapa dia masih mencari aku, Mery? Apa yang dia inginkan dariku?” bisik Aluna dengan nada hampir tidak terdengar.

Mery menggenggam tangan Aluna dengan lembut, mendekatkan wajahnya dengan serius. “Aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu antara kalian, Aluna. Tapi, yang pasti, dia bukanlah orang yang bisa sembarangan mendekati orang lain. Dia seperti menginginkan sesuatu—lebih dari sekadar perhatian atau kebetulan. Jika itu tentangmu, aku rasa dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia mau."

Aluna menutup matanya, membiarkan kepalanya tenggelam dalam tumpukan perasaan yang terlalu dalam untuk ia atasi sendiri. Di satu sisi, ia merasa seperti tersesat dalam kenangan. Namun, di sisi lain, ia merasakan adanya sebuah kebutuhan untuk melawan, meskipun perasaan itu mulai lama memudar.

“Iya… dulu. Aku... aku pernah coba untuk melarikan diri, tapi dia selalu ada di belakang. Tidak peduli seberapa jauh aku pergi,” ucap Aluna dengan berat hati.

Mery terdiam, menyimak penjelasan temannya itu. "Jika dia memang berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menganggu lagi. Tidak satu pun orang berhak memperlakukanmu seperti itu," Mery akhirnya berkata dengan tegas. "Kau punya hak untuk hidup bebas dari masa lalu yang kelam itu. Kalau perlu, kita bisa mencari cara untuk mengatasinya bersama-sama."

Aluna hanya mengangguk lemah, tak mampu mengungkapkan perasaannya sepenuhnya. Perasaan takut dan cemas yang telah terpendam bertahun-tahun masih sulit untuk diterjemahkan dalam kata-kata. Namun, ada satu hal yang Aluna sadari: meskipun Jeksen hadir kembali dalam hidupnya, ia tidak akan menghadapi semua ini sendirian. Setidaknya, di sisinya sekarang ada Mery walaupun mereka baru kenal kurang dari 2 bulan, yang siap untuk melindunginya.

Namun, jauh di dalam hatinya, ada suara kecil yang berbisik bahwa Jeksen tidak akan berhenti mencari jawaban. Ia tahu bahwa pria itu akan selalu punya cara untuk kembali dalam hidupnya—terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu.

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!