Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.
----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku
masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.
" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
BAB 21
Suara dzikir saling bergema memenuhi mushola khusus untuk para santri putri. Sholat isya kali ini di imami oleh salah satu pengurus. Ya biasanya umma yang selalu jadi imam tapi kalau beliau berhalangan hadir maka akan digantikan oleh mbak- mbak pengurus secara bergantian.
Bell tanda kegiatan jam belajar berbunyi sahut- sahutan antara pondok putri dengan pondok putra. Kegiatan setelah sholat isya. Semua santri akan membawa pelajaran yang akan dikaji besok hari. Mulai dari pelajaran sekolah hingga pelajaran Madin ( madrasah diniyah ) di saat sore hari. Dan untuk kita para santri yang telah tamat sekolah formal adalah waktu kita untuk mengaji kitab sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan atau apa bila dia memilih untuk menghafal Al Quran maka sekarang adalah waktunya untuk setoran kepada umma atau ustadzah yang membadhal.
Aku sudah akan bersiap- siap untuk menuju kelas khusus santri yang sudah lulus sekolah. Saat ada santri yang datang memberitahukanku kalau aku dipanggil oleh umma.
‘Pasti tamunya sudah datang ini’. Batinku sambil berjalan menuju ndhalem. Memang beginilah kehidupan anak ndhalem yang harus pintar- pintar membagi waktunya antara belajar dan juga mengerjakan amanat yang telah di berikan oleh abah.
Saat aku sudah memasuki area ndalem tampak beberapa mobil dan juga dua buah mobil elf terparkir rapi saling berjejer. ‘Apakah tamunya begitu istimewa’. Monolokku pada diri sendiri sambil mengingat- ingat apa saja yang sudah aku persiapkan untuk para tamu itu. Apakah ada yang terlewat atau tidak, pikirku.
Pintu samping terbuka tanda bahwa ada anak ndhalem yang berada di dalam selain aku yang akan masuk.
Aku berjalan perlahan menuju pintu tempat tamu putri berada. Berjalan mendekat kepada umma dengan ta'dhim menghadap.
Aku terdiam di dekat umma yang ternyata saat ini tengah menggendong mas Musa. Bocah gemuk itu mulai meronta saat tau ada aku di dekatnya. Meminta turun dari gendongan umma tanpa tau situasi. Bukankah memang semua bayi seperti itu. Tak dapat dielak apa pun keinginannya.
Umma menoleh saat sudah tak dapat lagi menahan gerakan mas Musa. Dan membiarkannya berjalan kearahku saat tau ternyata ada aku di sini. Menunggu sambil mengajak mas Musa canda sampai umma selesai dengan obrolannya.
Tak terlalu lama sampai umma akhirnya memintaku mendekat kepada beliau. “Mbak- mbak ini mbak Aliya yang akan mengantar juga sekaligus yang akan menjelaskan semua hal yang ada di area pondok”. Terang umma sambil memyentuh pundakku.
Hanya kuberi anggukan juga senyuman kecil sebagai tanda salam kepada mereka. Benar memang ada enam orang tamu wanita yang berada di hadapanku. Pas sekali dengan kamar yang telah ku persiapkan. Aku menyiapkan satu kamar yang muat diisi oleh tujuh orang. Karena lebih satu tempat mungkin nanti akan aku tempati saja hitung- hitung mengakrabkan diri dengan mereka bukan. Kan kata umma tadi sore mereka ingin mengenal lingkungan pondok pesantren jadi mungkin dengan kami yang bisa akrab akan membuat mereka lebih leluasa untuk bertanya sesuatu hal yang mengganjal di benak mereka.
Umma juga menjelaskan sedikit tentang kegiatan para santri dari bangun tidur hingga tidur lagi. Mas Musa yang lumayan anteng bermain dengan beberapa buah permen yang harus kurelakan tak dapat dimakan karena dijadikan mainan olehnya. Membuatku mulai memperhatikan para tamu umma satu persatu. Wajah yang tak begitu asing untukku tapi aku tak begitu yakin pernah melihatnya dimana.
Empat dari enam tamu itu sebenarnya sangat familier untukku. Tapi kenapa setiap kali dibutuhkan memori otak ini selalu saja kusut tak dapat terurai dengan mudah. Berbeda sekali dengan keadaan dimana kita kadang tak mau memikirkan suatu hal tapi malahan pikiran itu yang selalu datang menyapa tanpa salam.
Saat aku masih berusaha mengumpulkan banyak sekali memori tak beraturan di dalam otakku. Suara gelak tawa terdengar begitu nyaring. Sebenarnya begitu banyak suara saling bersahutan tapi entah mengapa aku merasa ada salah satu suara yang sangat kukenal. Suara yang berasal dari ruang tamu putra.
Sedikit ku beranikan diri ini untuk menengok tempat itu yang berada tepat di sisi kiriku. Berharap apa yang ada di dalam pikiranku semuanya tak benar.
‘Dia’. Batinku berteriak. Air mata entah kenapa turun walau hanya setetes. Apakah itu benar- benar dia.
Tak bisa aku untuk sekedar hanya memalingkan wajah kali ini. Kukira pintu yang menghubungkan antara ruang tamu putra dengan ruang tamu putri tertutup tapi nyatanya perkiraanku salah besar.
‘Tak mungkin’. Teriak batinku untuk yang kesekian kali. Aku tak mau percaya. Siapa pun tolong bangunkan aku dari mimpi gila ini. Sialnya kenapa saat aku menatap ke arah pintu itu orang yang kukira adalah dia juga sedang menatap ke arah sini. Walaupun itu bukan dia tapi aku tetap berharap kalau orang dengan wajah mirip dengannya itu pergi menjauh entah kemana.
Aku tak habis fikir kenapa jantungku malahan berdetak tak karuan kali ini padahal itu hanya orang yang mungkin saja bukan dirinya. Tapi kenapa perasaanku mengatakan dengan begitu yakin kalau itu adalah dia.
‘Oh ya Allah’. Gumamku dalam hati bersambung dengan istigfar yang kulafalkan terus menerus kali ini. Rasanya ingin lari sekencang mungkin dan menenggelamkan wajahku di dalam bantal yang sudah mulai apek.
Kuberharap kali ini mas Musa rewel. Agar aku bisa sesegera mungkin pergi dari sini.
“mbak Aliya, dek Musanya tidur in dulu atau kasih in ke mbak Zain di belakang biar di temenin tidur”. Bisik umma yang sepertinya tau aku tak begitu nyaman dan juga tampak gelisah.
Setelah umma sudah mempersilahkan aku untuk pergi sesaat tanpa menyia- nyiakan kesempatan aku langsung izin undur diri terlebih dahulu kepada beberapa tamu umma itu.
Kuajak mas Musa untuk keluar ndhalem sebentar sambil berusaha menidurkannya. Dan juga menghabiskan energinya agar lekas lelah lalu setelahnya tertidur pulas.
Taman samping ndhalem menjadi tempat tujuanku sekarang sambil menimang mas Musa aku bisa sedikit menyegarkan pikiranku yang sedang carut marut ini. Menanti mas Musa menutup mata kecilnya itu lalu tertidur.
“Mbak Aliya kok yang nidurin mas Musa”. Tanya kang Ridwan salah satu kang ndhalem yang sudah kukenal lama. Dia yang bertugas sebagai SK ( sopir kiyai ) tentunya sangat sering berinteraksi denganku jadi ya kita sudah lumayan akrab.
“Geh kang, tadi mas e ikut umma nemuin tamu terus saya ditimbali juga jadinya ya udah ikutan lah ini mas Musanya sama saya. Berhubung masih ada tamu juga jadinya ya sekalian aja suruh niduin”. Terangku dengan suara yang tak terlalu besar. Takut mengusik bayi gemuk ini karena belum benar- benar terlelap.
“Ohh alah tak kirain mbak Zainnya sakit jadi diganti in sama mbak Aliya”. Tanggapnya.
“Mbak Zainnya ada kok di atas sama neng Nesya”.
Kami mengobrol ringan sampai aku sadar bahwa mas Musa sudah benar- benar terlelap dalam tidur nyenyaknya. Dan akhirnya aku pamit untuk kembali ke ndhalem untuk menidurkan mas Musa di dalam kamarnya.
Ternyata kang Ridwan pun juga mendapatkan tugas yang sama denganku untuk membantu para tamu masalah kamar dan yang lainnya.
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶