Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 3
Adinda sudah sampai di rumah, dia sedang bersiap siap menunggu ke dagangan sang ayah, mereka akan ke makam bundanya.
"Assalamualaikum...." ucap salam sang ayah yang baru masuk ke dalam rumah.
"'Wa'alaikum salam..." sahut Adinda bersemangat menyambut kedatangan ayahnya.
"Wahhh.... Anak ayah sudah cantik banget, udah ngak sabar ke rumah bunda ya." ujar Pak Anton mengecup dahi sang anak.
"Iya dong, aku udah ngak sabar ngasih tau bunda, klau besok hari wisuda ku, dan aku sebentar lagi mau masuk bangku kuliah." semangat Adinda.
"Hmmm... Baiklah, ayah bersih bersih dulu ya, abis itu kita lansung ke makam bunda." ujar Pak Anton.
"Assalamualaikum bunda, anak cantik bunda datang nih," gumam Adinda sambil mencabut rumput rumput liar di atas makam bundanya.
Setelah membersihkan makam sang bunda, tak lupa Adinda membaca yasin dan surat surat pendek di sana, dan tak lupa berdo'a.
"Bun, Adinda kangen bun, ingin rasanya Dinda merasakan pelukan bunda, tapi Adinda ngak di takdirkan untuk di peluk bunda, tapi ngak pa apa, ada ayah yang selalu memberikan pelukan itu untuk Dinda bun."
"Bunda tau ngak, ayah itu banyak yang naksir, sering di goda janda cantik, tapi ayah ngak mau, katanya ayah hanya mau di persatukan sama bunda di akhir nanti."
"Bunda adalah wanita beruntung memiliki ayah, cinta ayah sama bunda sampai akhir dan tidak ada yang bisa meruntuh ke setiaan ayah, semoga Dinda nanti juga di berikan jodoh seperti ayah ya bun."
"Bun, besok Dinda wisuda dan sebentar lagi Dinda bakal jadi mahasiswa, ah, ngak terasa Dinda sudah besar aja ya bun, bunda tenang di sana ya, Dinda akan jaga ayah dengan baik, sampai nanti ayah bertemu sama bunda lagi."
"Bun, Dinda pulang dulu ya, soalnya sudah mau hujan, live you bunda muacchhhh..." Dinda mengecup batu nisan sang bunda dengan penuh perasaan.
Pak Anton hanya diam memperhatikan anaknya yang sedang curhat di pusara sang istri.
"Ayah ngak mau ngomong sama bunda, aku kasih waktu seperti biasa, aku ke depan mau beli minum dulu" ujar Adinda memang seperti itu dari dulu, Adinda akan memberi waktu untuk sang ayah.
"Baiklah, jangan lama lama." ujar Pak Anton tersenyum lembut dan mengusap rambut sang anak.
Adinda meninggalkan makam sang bunda, dan menuju penjual minuman yang tidak jauh dari sana.
"Neng Dinda sudah selesai?" tanya si mamang yang memang sudah kenal dengan Adinda dan ayahnya, karena mereka tiap bulan bakal datang ke makam itu.
"Sudah mang, ini lagi nunggu ayah, yang lagi pacaran sama bunda." kekeh Adinda.
"Neng Dinda bisa aja." ujar si mamang ikut terkekeh.
"Haiii... Sayang, mas merindukan mu sayang, mas sudah ngak sabar ingin bertemu dengan kamu, rasanya rindu mas ini sudah ngak bisa di tahan lagi sayang, mas sangat mencintaimu sayang." gumam Pak Anton sambil menitikan air matanya.
"Sayang, kamu lihat lah, anak kita sudah besar sekarang, dia sudah tujuh belas tahun aja sekarang, seumuran dengan kepergian kamu, mas sudah menjalankan amanah kamu, untuk menjaganya dengan baik, dan mas ngak ingin dia punya ibu lain selain diri kamu, mas takut kamu cemburu, makanya mas ngak mau nikah lagi, mas juga ngak mau saat kita bertemu, kamu merajuk, dan semakin ngak mau ketemu mas, jadi mas memilih ngak menikah lagi, asal di alam ke abadian nanti, kita bisa berkumpul selamanya, mas menunggu saat itu sayang." gumam pak Anton.
"Sayang, mas pulang dulu ya, takutnya anak gadis mu itu akan mengusil si Edo." kekeh Anton.
"Assalamualaikum istri ku." ujar Anton yang juga mengecup batu nisa sang istri, lalu berdiri dan meninggalkan makam tersebut.
"Udah puas pacarannya Yah." goda Adinda.
"Sebenarnya sih belum puas, tapi takut anak ayah ini akan mengusili si mamang lagi, jadi ayah buru buru aja." kekeh Pak Anton, membuat Adinda merengut kesal.
"Apa sih Yah, mana ada Adinda usil ngak ada ya." cibik Dinda.
"Iya iya ngak ada, anak ayah mah anak baik." ujar pak Anton tersenyum kepada sang anak.
Mang Edo hanya terkekeh melihat Adinda yang merajuk itu.
"Ya sudah ayo kita pulang, nanti keburu hujan loh, belum nanti yang mau mampir makan dulu." ujar pak Anton.
"Yuk lah." ujar Adinda memeluk tangan sang ayah.
"Ntar dulu, tadi jajan apa, mau main pergi pergi aja." oceh sang ayah.
"Eh iya, Dinda lupa." kekehnya.
Pak Anton hanya geleng geleng melihat tingkah sang anak.
"Jajan apa aja dia Do?" tanya pak Anton.
"Cuma teh botol, roti dua biji sama tisu pak, jadi total lima belas ribu." ujar mang Edo.
Pak Anton memberikan uang kertas meras satu lembar.
"Makasih ya Do." ujar pak Anton dan berjalan meninggalkan pemakaman umum itu.
"Ehhh Pak, ini kembaliannya!" teriak mang Edo.
"Ngak usah, buat anak anak kamu aja." ujar pak Anton.
"Makasih pak." ujar mang Edo berkaca kaca, pak Anton memang seperti itu, selalu memberi dia uang lebih, dan kadang datang juga membawakan sembako untuk beberapa orang penjaga makam dan para pedang kecil di makam ini.
"Orangnya baik bangat ya pak." tanya seseorang yang tadi sempat memperhatikan pak Anton tadi.
"Iya Tuan muda, sangat baik malah, dia ngak segan segan membantu kami orang susah ini, dia selalu memberi kami uang lebih, setiap bulan itu suka kasih kami sembako." terang mang Edo.
"Anaknya berapa orang itu?" tanyanya lagi.
"Anaknya cuma Neng Adinda doang Tuan muda, istrinya meninggal saat melahirkan neng Dinda, tapi ngak pernah mau menikah lagi, katanya dia takut istri cemburu, dan nanti di keabadian ngak bisa di basangin sama bundanya Neng Adinda." ujar mang Edo.
"Suami setia." gumam orang itu.
"Iya suami setia, sayang anak, anaknya dia yang mengurus, di urus sama pembantu hanya saat di tinggal kerja doang tuan, bahkan sampai sekarang mereka hanya tinggal berdua saja." lanjut si mamang.
Orang itu hanya manggut manggut mendengar ucapan si mamang, matanya tak lepas memandang kepergin pak Anton dan Adinda yang berjalan bergandengan tangan.
Bersambung....