"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Gombal
Elang pamit setelah mengetahui Gilang adalah ceo Hans Company yang misterius itu. Setidaknya dia merasa tenang, Devina berada ditangan yang tepat. Tinggal Elang memutuskan kemana dia melangkah untuk selanjutnya. Tindakan apa yang akan dia ambil untuk masa depannya.
Tidak mungkin selamanya Elang berkecimpung di dunia entertainment, ada masa dia tidak lagi di idolakan seperti saat ini. Elang harus memikirkan itu. Seperti yang pernah Devina katakan padanya. "Tidak selamanya Abang terkenal. Pikirkan pekerjaan lain, atau buka usaha yang Abang kuasai."
"Mau kemana Kak?" Lala yang bertanya.
"Ada syuting malam ini di stasiun tv," jawab Elang.
Lala mengangguk, dia ingat acara malam ini yang mengundang Elang dan Wina. Lala masih menyimpan jadwal tunangan Elang itu hingga akhir tahun nanti. Entah Wina ingat atau tidak dengan jadwalnya malam ini.
"Kakak hubungi Wina. Ingatkan dia untuk jadwal malam ini," ucap Lala.
"Aku pikir biarkan saja. Biar dia tahu, kalau kamu itu banyak berjasa untuknya," balas Elang.
"Lala tidak ingin hubungan kalian yang tidak baik terbaca oleh pihak lain. Yang rugi Kak Elang sendiri, nantinya." Lala mencoba mengingatkan Elang atas konsekuensinya, seandainya Wina tidak hadir malam ini mengisi acara bersamanya.
Selama ini Lala menjaga sebaik mungkin agar Wina dan Elang terlihat baik-baik saja di mata publik. Demi nama baik mereka berdua. Terutama nama baik Elang, seperti yang diminta oleh Devina. Jika bukan karena permintaan Devina, mana mau Lala melakukannya.
"Bukan masalah. Biar saja mereka tahu yang sebenarnya," jawab Elang, lalu berlalu dari hadapan Lala.
Lala terdiam, dia tidak akan ikut campur lagi. Tugasnya saat ini mendampingi Devina. Dan gaji yang diberikan Gilang padanya tidak sedikit, lebih besar dari gajinya saat menjadi asisten Wina. Tapi bukan itu yang penting. Hatinya lah yang Lala jaga. Bekerja sebagai asisten Devina tentu lebih nyaman dari pada bekerja pada Wina.
"La, jaga Vivi baik-baik," ucap Gilang, saat Lala kembali ke ruang keluarga.
"Siap Bos!" Balas Lala.
"Sayang, mas kembali ke kantor dulu," ucap Gilang pamit pada Devina. Satu kecupan Gilang daratkan di kening Devina.
"Jaga diri baik-baik Mas," balas Devina. Gilang membalas dengan senyuman. Senyum yang dia berikan hanya pada Devina. Tidak lupa dia mengusap wajah Devina dengan lembut.
"Cantik," ucap Gilang yang langsung dibalas Devina, "Gombal," ucapnya.
"Ini bukan gombal," jawab Gilang gemas. Andai saja tidak ada Lala, ingin rasanya Gilang kembali menenggelamkan bibir lembut Devina kedalam kelembutan bibirnya.
"Mas mau apa?" tanya Devina curiga.
"Mau ini," jawab Gilang sambil mengecup bibir Devina sekilas. Hanya sekilas, dia harus segera kembali ke kantor.
"Mas," panggil Devina mengingatkan. Ada Lala diantara mereka.
"Sudah biasa," sahut Lala. Tidak sekali dua kali dia melihat para artis beradu bibir. Mata Lala sudah tidak perawan lagi untuk masalah itu.
Gilang harus segera kembali ke kantor. Eki sudah menunggunya untuk rapat. Meski berat, tapi Gilang harus meninggalkan Devina.
"Mbak, bagaimana rasanya?" tanya Lala mengoda Devina, setelah Gilang pergi.
"Apa sih," jawab Devina.
Lala terkekeh, apa lagi wajah Devina terlihat memerah. Jujur Lala ikut bahagia, melihat Devina bahagia.
"Mbak tiduran saja, biar Lala yang kerjakan itu," ucap Lala menunjuk laptop Devina.
"Bisa-bisa berat badanku bertambah, habis makan kamu suruh tiduran," sahut Devina. Lala kembali terkekeh mendengarnya.
"Tolong bereskan saja meja makan. Tidak apa-apa, kan? Aku belum bisa berdiri lama," ucap Devina lagi.
"Siap, bukan masalah. Serahkan semuanya pada Lala," balas Lala.
Devina bersyukur ada Lala. Setidaknya dia tidak kesepian saat keluarganya sedang tidak berada di rumah seperti saat ini.
Devina kembali melanjutkan pekerjaannya sebelum Gilang datang membawakan makan siang mereka. Terlalu larut dalam pekerjaan, Devina tidak melihat ponselnya yang menyala sejak tadi. Jika bukan karena Lala yang baru selesai membereskan meja makan dan dapur yang melihatnya.
"Mbak, panggilan dari kak Sandra," ucap Lala, mengalihkan perhatian Devina.
"Tolong kamu angkat La. Tanyakan ada apa? Ini tanggung sebentar lagi selesai," balas Devina. Dia sengaja memasang mode senyap suara ponselnya, karena tidak ingin diganggu. Dia harus fokus, jika tidak harus mengulang dari awal lagi.
"Ini Lala," ucap Lala saat Sandra memanggil nama Devina dari seberang sana.
"Dimana Devina? Kenapa kamu bisa pegang hp milik Devina?" tanya Sandra beruntun.
"Pertama, mbak Devina sedang bekerja. Kedua, Lala sekarang asisten mbak Devina. Ketiga, jika ada yang ingin di sampaikan silakan, nanti akan Lala sampaikan pada mbak Devina," jawab Lala.
"Pantas saja kamu berani berhenti jadi asisten Wina, ternyata sudah ada pengganti. Smart kamu La," ucap Sandra.
Tidak seperti yang Kak Sandra pikirkan. Kebetulan saja mbak Devi butuh asisten pribadi. Karena sudah kenal Lala, jadi Lala yang diterima." Lala membela diri.
"Terserah kamu saja. Aku ingin bicara sama Devina. Berikan ponselnya pada dia sekarang!" Sandra tidak peduli Lala yang sekarang jadi asisten Devina. Yang dia butuhkan, bicara dengan Devina.
"Maaf Kak, mbak Devi belum bisa terima telepon," balas Lala.
"Sombong sekali dia. Merasa sudah hebat bertunangan dengan ceo Hans Company, ya. Sampai tidak mau terima telepon." ujar Sandra. Dari nada bicaranya terlihat sekali dia kesal.
Lala menatap layar smartphone milik Devina yang berubah gelap. Setelahnya dia hanya bisa menggelengkan kepala. Mengatakan Devina sombong, padahal dia sendiri sama saja. Berapa kali Dita harus bohong, hanya karena Sandra malas mengangkat panggilan dari seseorang. Berbeda dengan Devina yang memang sedang bekerja, bukan karena tidak ingin bicara.
Sandra melemparkan smartphone miliknya dengan kasar di atas sofa. Dia hanya ingin bertanya tentang Gilang, mungkin saja Devina masih berkomunikasi dengan pria itu. Karena nomor Gilang sudah tidak bisa dihubungi lagi.
Tante Meri pun tidak bisa dia andalkan. Wanita itu justru memintanya melupakan Gilang, yang mungkin sudah tidak punya apa-apa saat ini. Sahabat mamanya itu justru memintanya untuk berkenalan dengan keluarga Dirgantara.
Tidak sulit bagi Sandra untuk mengenal para pria dari keluarga Dirgantara. Dia bisa meminta bantuan Wina. Bukankah rekan seprofesinya itu keponakan dari tuan Dirgantara.
Sementara orang yang sedang Sandra pikirkan tengah sibuk berbincang dengan pamannya. Wina tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa lagi, jika bukan dengan kakak ibunya.
"Bagaimana Om?" tanya Wina meminta pendapat tuan Dirgantara.
"Selesaikan saja sendiri masalah kalian," jawab tuan Dirgantara.
"Wina tahu ada masalah antara om Bayu dan mama. Tapi sebagai kakak mama, apa hati Om Bayu tidak tergerak untuk membantu mama? Ini masalah hukum Om!" ucap Wina lagi
"Saya tidak bisa membantu Wina. Intan harus mempertanggung jawabkan perbuatanya. Hukuman itu belum seberapa, jika dibandingkan dengan kesalahan yang dia perbuat selama ini. Bahkan membuat seorang anak terpisah dari ayahnya sebelum lahir," balas tuan Dirgantara.
"Maksud Om Bayu?" tanya Wina tidak mengerti.
"Nanti juga kamu akan tahu," balas tuan Dirgantara.
"Om masih ada pekerjaan. Jika tidak ada lagi yang dibicarakan, kamu bisa meninggalkan tempat ini sekarang," ucap tuan Dirgantara lagi.
Dengan wajah kecewa, Wina meninggalkan ruangan tuan Dirgantara. Entah kemana lagi dia meminta bantuan. Papanya sudah pindah ke luar negeri, dan bukan lagi tanggung jawabnya juga. Karena mereka sudah bercerai.
Wina tidak berani meminta bantuan Elang. Tunangannya sudah pasti membela Devina. Apalagi, dalam kasus ini, mamanya yang salah. Atau dia ikuti saja seperti yang paman Dirgantara katakan. Biarkan mamanya mendapatkan pelajaran dari peristiwa ini.
Jika Wina bukan artis, mungkin dia bisa saja tidak peduli dengan kasus mamanya saat ini. Masalahnya sekarang, nama baiknya akan ikut tercoreng akibat masalah ini.
"Kamu temui saja Devina. Bawa mama kamu untuk minta maaf." Wina teringat pesan dari tuan Dirgantara sebelum dia meninggalkan ruangan pamannya itu.
lanjut thor ttp semangat 💪💪