S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. MB 21
...~•Happy Reading•~...
Perlahan, semua hal positif yang membanggakan dalam diri suaminya luntur. 'Ternyata untuk urusan kedua anaknya itu, pikirannya sependek jarak telinga dan otak. Dan kata-kata anaknya bisa menutupi keduanya, apa lagi disertai dengan akting yang meyakinkan.' Lianty kembali membatin.
Namun mengingat ucapan Pak Gustav, Lianty makin emosi dan marah. Sebab dia merasa dituduh sebagai ibu tiri yang jahat dan tidak menyadari siapa yang dia nikahi. Seorang duda beranak dua.
"Siapa yang menyangkali kalau mereka bukan anak-anakmu? Aku sadar sesadar-sadarnya saat bersedia menikah denganmu. Yang tidak sadar itu, kau dan anak-anakmu, kalau situasi dan keadaan sudah berubah saat kau putuskan menikah lagi." Lianty berusaha membalikan kesadaran suaminya, demi putranya Felix.
"Aku bukan seperti mantan istrimu yang membiarkan mereka lakukan apa saja sesuka hati mereka. Didikan orang tuaku tidak seperti itu. Hidup semau gue dan gak peduli dengan perasaan orang lain." Lianty berkata tanpa peduli kalau suaminya tersinggung.
"Sudah cukup aku coba toleransi saat itu. Kau tidak tahu berapa banyak kali aku menangis sama Tuhan karena tingkah laku dan ucapan kasar anak-anakmu saat itu padaku."
"Tuhan sudah menolongku dengan mengeluarkan mereka dari rumah ini tanpa perlu aku lakukan sesuatu. Jadi sekarang kalau aku biarkan mereka masuk lagi, sama saja aku seperti keledai dungu yang tidak menghargai pertolongan-Nya padaku." Lianty berkata sambil memegang dadanya yang terasa sakit.
"Kau sangat pintar berkhotbah. Bicaramu seakan kau paling benar dan Tuhan berpihak padamu. Apa kami ini pendurhaka, di matamu dan Tuhan?" Pak Gustav bertanya dengan emosi yang meluap membuat Lianty tersentak.
"Hati-hati bicara kalau menyangkut Tuhan. Kau akan terima akibatnya, karena Tuhan melihat dan menilai hati setiap orang. Aku tidak sedang berkhotbah, tapi ini keyakinan dan pengakuanku atas pertolongan-Nya padaku. Ingat itu!...."
"Jangan harap aku mau lakukan sesuatu untuk menolong anak-anakmu. Jangan pernah berharap. Aku tidak akan lakukan sesuatu yang sia-sia lagi." Lianty jadi ingat keinginannya di waktu lalu untuk bisa membuat kedua anak tirinya baik dan sukses berkarier sebagaimana Papa mereka.
"Tapi kau sebagai papa mereka, silahkan cari tempat tinggal buat mereka. Sekarang kau sudah mampu menyewa tempat yang layak untuk tempat tinggal mereka. Kau juga sudah mampu hidupi mereka, kalau mereka masih pengangguran."
"Kau lakukan sendiri, kalau merasa itu tanggung jawabmu. Cari tempat tinggal di luar sana. Itu saran terakhirku." Lianty segera merapikan alat makan, sebab dia sudah tidak berselera untuk melanjutkan sarapannya.
"Kau tidak mengerti yang aku bilang? Mereka mau tinggal denganku, Papa mereka. Saranmu itu sama saja mengusirku dari rumah ini." Bentak Pak Gustav yang makin marah, sebab Lianty tidak bisa dibujuk.
"Mas, akal sehatmu sudah digondol maling? Aku tarik lagi saranku tadi. Silahkan bikin sesukamu. Felix masih butuh pengasuhanku, karna bapaknya sedang sibuk mengasuh ..... (bayi gurita)." Lianty tidak meneruskan ucapannya, tapi hanya berkata dalam hati, karena melihat wajah suaminya sudah memerah, marah.
"Aku sudah tidak didengar lagi di rumah ini. Sudah tidak ada manfaatnya tinggal di sini. Kau merasa yang paling bijak dan berhak beri keputuskan dalam rumah ini. Aku seperti benalu yang hanya menempel, dan bisa kau potong sesukamu." Pak Gustav meluapkan amarahnya.
"Aku akan lakukan saranmu. Cari tempat tinggal buatku dan anak-anak." Pak Gustav langsung meletakan gelas dengan kuat ke atas meja, sehingga air yang ada dalam gelas tumpah ke atas meja.
Lianty tercengang melihat emosi suaminya yang meluap-luap di pagi hari. Sesuatu yang tidak pernah terjadi selama mereka menikah. Lianty ingin mengejar untuk menanyakan maksud ucapannya. Namun kakinya seakan terpantek di lantai, dan tidak bisa beranjak untuk mengikutinya.
'Lakukanlah apa yang menurutmu baik.' Lianty membatin, sebab merasa apa yang dikatakannya semua salah dan tidak bisa diterima oleh suaminya.
Dia tidak tahu apa yang dilakukan suaminya setelah keluar dari ruang makan. Namun beberapa saat kemudian dia mendengar suara tangisan Felix sambil memanggil 'Papa' berulang kali.
Sontak Lianty berdiri dan berlari ke kamarnya, sebab Felix tidur di kamarnya. Dia terkejut melihat suaminya keluar dari kamar mereka sambil menarik koper dan diikuti oleh Felix yang sedang menangis dan memanggil Papanya.
Sedangkan Papanya terus berjalan keluar rumah tanpa berusaha mendiamkan putranya yang masih menangis. Hal itu membuat Lianty berlari cepat tanpa peduli dengan apa yang dilakukan suaminya.
Lianty segera memeluk putranya yang terus menangis. "Mamaaa... Papa mau pergi. Papa gak mau ajak Felix." Ucap Felix sambil menangis dan menunjuk Papanya.
"Ssssttttt.... Mengapa Felix menangis? Mama juga gak diajak kok. Sudah, nangisnya. Nanti cakepnya anak Mama, ikut pergi. Mari Mama mandiin. Nanti kita pergi makan es cream." Lianty berusaha membujuk Felix, agar berhenti menangis dan tidak mengingat ucapan Papanya.
^^^Lianty tidak tahu apa yang dikatakan suaminya, sehingga membuat Felix sangat sedih dan terus memanggil Papanya.^^^
"Mama tidak pergi dengan Papa?" Felix bertanya dengan suara perlahan dan tersedat-sedat sambil berusaha berhenti menangis. Lianty sangat sedih melihat putranya menatap dia dengan mata dan pipinya masih basah oleh air mata.
^^^Lianty tidak berkata apa pun, walau tahu suaminya sudah keluar rumah sambil membawa koper. Dia menahan semua rasa hati, demi menenangkan putranya yang masih menangis.^^^
"Iya. Felix gak lihat baju Mama ini?" Lianty menunjuk baju rumah yang dipakai. Felix perlahan berhenti menangis lalu menarik Mamanya masuk ke kamar untuk mandi.
^^^Sambil memandikan Felix, Lianty meneteskan air mata, sebab tahu apa yang sedang terjadi dengan hubungan pernikahannya. Mereka bukan saja pisah kamar, tapi akan terjadi pisah rumah.^^^
Ketika terdengar suara mobil meninggalkan halaman rumah, hati Lianty seakan diiris. 'Ternyata dia tidak peduli denganku dan Felix.' Lianty membatin dan mengusir rasa sedihnya dengan memeluk putranya yang sudah selesai berpakaian.
"Sekarang Felix main dengan Mbak, ya. Gantian, Mama mau mandi. Nanti kita pergi bermain dan kunjungi Omah." Lianty rencana keluar rumah untuk menghibur Felix dan juga dirinya, sekalian mengujungi orang tuanya. Agar kesedihannya tidak berlanjut dan akan mempengaruhi putranya.
...~°°°~...
Dengan menggunakan mobil online, Lianty mengajak Felix ke Mall terdekat yang menyediakan tempat main buat anak-anak. Dia ikut bermain untuk mengusir rasa gundah dan apa yang terjadi di rumah.
Beberapa waktu kemudian, setelah Felix puas bermain di tempat bermain dan makan makanan kesukaannya, Lianty mengajak pulang, karena Felix terlihat lelah dan mengantuk. Sehingga dia membatalkan rencananya untuk mengunjungi orang tuanya.
Setelah tiba di rumah dan menidurkan Felix, Lianty masuk ke kamarnya untuk melihat apa yang dibawa oleh suaminya. Ketika melihat semua pakaian kerja dan pakaian rumah dibawa, Lianty jatuh terduduk di lantai.
Dia menangisi usia pernikahannya yang tidak bisa bertahan lebih dari 5 tahun. 'Kau yang memulainya, biarlah kau yang bertanggung jawab atas keputusanmu.' Lianty membatin lalu berdiri.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
sosok istrimu loh hahhahahahahhaha💟