~ REGANTARA, season 2 dari novel Dendam Atlana. Novel REGANTARA membahas banyak hal tentang Regan dan kehidupannya yang tak banyak diketahui Atlana ~....
Ditinggalkan begitu saja oleh Atlana tentu saja membuat Regan sangat kacau. Setahun lebih dia mencari gadisnya, namun nihil. Semua usahanya tak berbuah hasil. Tapi, takdir masih berpihak kepadanya. Setelah sekian lama, Regan menemukan titik terang keberadaan Atlana.
Disaat Regan merasakan bahagia, berbanding terbalik dengan Atlana yang menolak kehadiran Regan untuk kedua kalinya dihidupnya. Namun, penolakan Atlana bukan masalah. Regan memiliki banyak cara untuk membawa kembali Atlana dalam hidupnya, termasuk dengan cara memaksa.
Akan kah Regan berhasil? Atau malah dia akan kehilangan Atlana sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamparan
Regan merangkul lembut pinggang ramping Atlana sambil berjalan memasuki apartemennya. Cowok itu membawa Atlana duduk di sofa tanpa melepaskan rangkulannya di pinggang Atlana.
"Regan."
"Hm?" Regan sedikit menunduk, menatap Atlana.
"Lepasin!"
"Gak mau!"
"Lo—"
"Sstt... Gak ada lo gue lagi. Aku kamu, oke?"
Atlana menarik nafasnya, lalu tersenyum paksa. "Gue gak mau. Lepas!" Ekspresinya berubah dingin. Atlana menyingkirkan tangan Regan lalu beranjak berdiri. Namun, Regan dengan cepat menarik tangannya hingga gadis itu jatuh terduduk tepat di pangkuan Regan. Dengan cepat Regan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Atlana.
"Oke. Untuk sekarang, senyaman lo aja."
Atlana berdecak. "Ingat, Regan. Gue terima lo karena kesepakatan. Jangan harap ada cinta."
"Lo masih cinta sama gue."
"Lo yakin?"
"Gue bisa bukti in."
Regan mendekatkan wajahnya, membuat Atlana mendadak panik dan menjauhkan wajahnya. "Re-Regan, lo mau apa?"
Tak.
Atlana sedikit terkejut saat terdengar dentingan pelan di atas meja. Segera ia menolehkan wajahnya ke arah meja. Regan meletakkan kunci mobilnya disana.
"Kenapa? Lo berharap gue cium?"
"Ish! Apaan sih!" Atlana mendorong dada Regan, membuat tubuh cowok itu sedikit menjauh darinya. Setelah itu, dia beranjak dari pangkuan Regan dengan wajah memerah.
Regan terkekeh pelan. Atlana terlihat lucu di matanya.
Gadis itu mengabaikan Regan dan berjalan menuju dapur. Dia haus dan ingin minum sesuatu. Dapur apartemen Regan masih sama seperti dulu. Dia teringat akan dirinya yang pernah memasak bersama mama Regan, dan makan bersama kedua orang tua Regan.
"Ada apa?" Pertanyaan Regan membuyarkan lamunan Atlana. Gadis itu menatap Regan kemudian berdecak pelan. Dia mengabaikan Regan dan memilih membuka kulkas untuk mengambil minuman.
"Lo balas pelukan gue di mobil tadi. Itu salah satu bukti kalau lo masih cinta sama gue."
Atlana menyudahi minumnya dan menatap Regan. "Balas pelukan bukan berarti gue cinta. Kalau pun akan ada cinta, gue akan berusaha membatasi hati gue. Lo bakal nikah sama pilihan kakek lo. Dan gue gak mau sakit hati."
"Lo yakin? Gue masih punya banyak cara buat buktiin kalau lo masih cinta."
"Regan, lo bisa gak sih gak usah bahas soal cinta? Lo tau, cinta yang dipaksa gak bakal bertahan lama."
"Dan lo tau, gue gak peduli." Regan mengikis jarak diantara mereka, meraih tengkuk Atlana lalu menciumnya secara tiba-tiba.
Atlana sangat terkejut. Dia berusaha mendorong namun Regan tak goyah sedikit pun. Hingga merasa Atlana kesulitan bernafas, Regan melepaskan ciumananya.
Plak!!
Satu tamparan mendarat di wajah Regan. Regan yang mendapat tamparan terdiam dan menatap lekat Atlana. Tapi setelah itu, dia dengan cepat meraih tangan Atlana yang bergetar. Dia menatap telapak tangan gadisnya yang menamparnya. Telapak tangan putih itu memerah. Dengan pelan Regan meniupnya, lalu mengecupnya lembut.
"Re-Regan, gue—"
"Telapak tangan lo merah. Harus di kompres air dingin."
"Regan!"
"Kenapa?"
"Gue mau pulang."
"Pulang ke mana? Ini apartemen lo juga."
Atlana dengan cepat menarik tangannya yang masih bergetar. Ia menyembunyikannya di balik tubuhnya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Atlana menjauh dari dapur dan kembali ke ruang tengah. Dia duduk diam di sofa sambil memikirkan apa yang telah ia perbuat pada Regan. Untuk pertama kalinya dia menampar cowok itu.
Saat tengah larut dalam pikirannya, Atlana di kejutkan oleh Regan yang tiba-tiba berbaring di sofa dengan menjadikan pangkuannya sebagai bantal untuknya. Sontak ia menunduk, menatap wajah Regan yang mendongak menatap ke arahnya.
"Maaf, Regan." Tangannya terulur mengusap lembut pipi cowok itu. Regan tersenyum tipis, sangat tipis hingga Atlana tak menyadari bahwa cowok itu tersenyum.
"Gak papa."
Atlana terkesiap, lalu segera menarik tangannya. Apa yang dia lakukan? Dia bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia seolah tertarik untuk lebih dekat lagi pada Regan? Seharusnya dia tidak boleh seperti ini.
Regan terdiam menatap gadisnya. Kembali sudut bibirnya tertarik membentuk senyum tipis yang samar. Reaksi gadisnya menunjukkan jika masih ada cinta yang tersimpan untuknya.
"Kenapa berhenti?"
"Lo kenapa tidur di pangkuan gue? Kepala lo berat tau gak?"
"Setelah lo nampar gue, ini balasan lo? Gue cuman minjam paha buat dijadi in bantal. Di sini gak ada bantal."
"Di sini jelas gak ada bantal. Kalau mau tidur, ya di kamar."
"Kalau lo temenin, gue mau tidur di kamar."
"Regan!"
"Kalau gak mau, gak papa," ucapnya lalu memejamkan mata. "Usap-usap kepala gue, Na."
"Gak mau. Gue mau pulang."
"Gue mau tidur bentar. Setelah bangun, gue anter lo balik."
Atlana berdecak pelan. Ingin rasanya ia dorong kepala Regan menjauh dari pahanya. Tapi, masih ada sedikit rasa bersalah karena sudah menampar cowok itu, walau sebenarnya Regan juga yang salah.
***
Atlana mengerjab pelan matanya. Ketika kesadarannya sepenuhnya terkumpul, Atlana membuka lebar matanya dan lekas mendudukkan tubuhnya. Matanya mengedar, menatap seisi ruangan yang merupakan sebuah kamar tidur. Kamar yang masih begitu lekat dalam ingatannya.
Aroma maskulin yang menyapa penciumannya begitu menenangkan. Namun, Atlana cepat sadar dan beranjak turun dari ranjang. Seharusnya dia tidak berada di kamar ini. Dia ingat betul jika tadi dia berada di sofa ruang tengah, sambil mengusap kepala Regan. Ia tiba-tiba mengantuk dan tertidur begitu saja.
"Udah bangun?" Suara rendah milik Regan terdengar. Atlana segera menoleh dan mendapati Regan baru saja keluar dari kamar mandi.
Regan yang hanya mengenakan handuk, menampilkan tubuh bagian atasnya membuat Atlana memalingkan wajahnya. Regan tersenyum tipis.
"Na—"
"Jangan panggil-panggil! Sana pakai baju. Gak sopan shirtless kayak gitu depan cewek."
"Kenapa? Takut tergoda?"
Atlana mendengus. Setelah itu dia tak mengatakan apapun lagi. Percuma berbicara dengan Regan. Pembicaraan mereka akan melebar kemana-mana.
"Lo benar-benar tergoda sama gue?" Regan belum menyerah mengganggu Atlana.
"Gue gak mungkin tergoda. Sana, pakai baju lo! Gue mau balik."
"Tunggu gue."
"Gak perlu. Gue balik naik taksi aja."
Tak ada jawaban dari Regan. Saat ia berbalik, ia melihat Regan mendekatinya sambil memakai kaos hitamnya. Handuk yang ia kenakan tadi sudah berganti dengan celana jeans bewarna senda dengan kaos yang dikenakan.
Atlana lekas mengalihkan tatapannya ketika kembali melihat tubuh bagian atas Regan.
"Ayo!"
Cowok itu meraih tangan Atlana ketika tiba di sebelah gadis itu. Ia membawa tangan lembut Atlana masuk dalam genggaman telapak tangannya yang besar dan hangat.
Atlana mendongakkan wajahnya, menatap lekat wajah tampan Regan.
"Na?"
Atlana mengerjab sadar. Wajahnya memerah karena ketahuan menatap oleh si pemilik wajah tampan itu. Dengan segera ia menarik tangannya dan berjalan terlebih dahulu dengan langkah cepat. Kenapa dia bisa seceroboh itu menatap Regan?
Regan yang melihatnya terkekeh pelan. Atlana-nya sangat lucu.
Cowok itu lalu melangkah menyusul Atlana. Dia tidak akan lupa mengantar gadisnya pulang. Usai mengantar Atlana, dia berencana kembali ke markas dan menghubungi Marvin untuk mengurus masalah tentang kakak ipar Ghea.