9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Ditengah rungan gelap yang hanya diterangi bias sinar bulan, Sean duduk termenung dengan rokok di tangan kanannya. Ia menerawang jauh, dengan mulut yang mengepulkan asap rokok secara perlahan
Uhuk... Uhuk...
"Sial!"
Sean menghempas sebatang rokok digenggamannya. Ia tidak terbiasa dengan hal ini, karena sejujurnya ini bukanlah dirinya. Ya, meski berteman dengan beberapa orang yang memiliki kebiasaan buruk, tapi Sean tidak pernah merokok atau mabuk-mabukan sebelumnya. Ia adalah laki-laki dengan jalan hidup lurus tanpa neka-neko. Namun sejak enam bulan terakhir, tepatnya sejak kematian Nasila, ia menjadi seperti ini
Tiba-tiba ingatan Sean terbayang pada percakapannya dengan Zonya tadi yang akhirnya membuatnya menjadi mengerti dengan penderitaan Zonya yang Nasila maksudkan. Mendengar cerita Zonya tadi membuat Sean mulai memahami semuanya. Bahwa Zonya adalah anak yang paling kekurangan kasih sayang diantara Nasila dan Anggi, hingga membuatnya menjadi sosok yang terlihat cukup sulit ditebak
Pikiran Sean mulai menyimpulkan bahwa selama ini, Nasila bukan tidak ingin membela Zonya saat melihat Zonya menjadi bulan-bulanan keluarganya. Hanya saja, Nasila adalah seorang wanita lembut, anggun dan penurut. Hal yang paling tidak mungkin untuk ia lakukan adalah melakukan perlawanan. Bahkan selama satu tahun pernikahan mereka, Nasila tidak pernah berbicara keras terhadapnya apalagi melawan. Sangat berbeda dengan Zonya yang bahkan sudah pernah melakukan perlawanan bahkan sampai melukai adik kecilnya. Ya, meski saat Zonya menendang inti tubuhnya, ia sedang dalam kondisi mabuk, hingga tidak mengingat apapun. Tapi akhirnya ia mengetahui semuanya melalui rekaman CCTV rumahnya
"Dua kepribadian yang saling bertolak belakang" lirih Sean
...****************...
Sean mengetuk pintu kamar Zonya. Tidak lama, pintu terbuka, menampilan Zonya yang masih terlihat kusam yang tengah menggendong Naina "Biar aku bawa Naina berjemur, kau mandilah, karena kita akan menemui Dokter Kenan pagi ini" Sean segera membawa Naina keluar rumah untuk mengajak bayi gembul itu berjemur
Sean memegang kedua tangan Naina dan membiarkan gadis kecil itu untuk melangkahkan kedua kakinya sendiri. Kaki gembul Naina mulai melangkah mengitari halaman rumah. Ia menghentak-hentakkan kakinya dan tersenyum senang seperti burung yang terbebas dari sangkarnya. Ya, ia memang diperlakukan Zonya seperti burung, Zonya tidak membiarkannya lelah karena takut anak itu akan kembali mengalami sesak napas. Hingga merasakan kebebasan seperti sekarang, membuat gadis gembul itu bahagia tak terkira. Bahkan beberapa kali ia mencoba melepas genggaman tangan sang papa di kedua tangannya
"No, Papa tidak akan melepaskan" ucap Sean, karena ia tahu anak itu terus mencoba melepas genggaman tangan mereka
"Haiya... Ihhhya Mama..."
"Papa yang di sini malah Mama yang disebut. Dasar gadis nakal" Sean mengangkat tinggi tubuh putrinya dan menaruhnya di tengkuknya dengan kedua kaki gembul Naina yang ia taruh di kedua sisi bahunya "Sudah, tidak ada jalan pagi lagi. Baru juga belajar jalan, tapi sudah mulai merasa hebat" gerutu Sean
Naina justru tersenyum senang. Bayi gembul itu seolah menemukan hal baru dalam hidupnya. Ia meremas rambut tebal sang Papa untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Ia menghentak-hentakkan kakinya ke dada Sean, seakan menunjukkan betapa ia sangat bahagia
"Dasar nakal, digendong supaya tidak lelah berjalan, malah kaki di hentak-hentakkan begini" Sean menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya
"Huhuhu... Hiya..." Naina menjambak rambut Sean, dan memelintirnya kuat, seakan ia tengah menunggangi kuda dan rambut Sean adalah talinya
"Aw... Nai jangan dijambak" Sean berusaha melepas jambakan Naina secara perlahan. Namun gadis kecil yang masih girang itu tidak melepas jambakannya sedikitpun
Sementara itu, Zonya yang sudah selesai bersiap segera keluar untuk menemui Sean dan Naina. Bagaimanapun, masih ada ketakutan dalam diri Zonya tentang Sean. Walaupun selama beberapa minggu ini laki-laki itu mulai menunjukkan kepedulian terhadap Naina. Tapi ia takut kalau di saat-saat tertentu Sean akan mencampakkan Naina, hingga membuat Naina menangis dan akan mengundang rasa sesak napas Naina kambuh
Namun apa yang kini ia lihat justru kebalikan dari segala dugaan dalam benaknya. Bagaimana tidak, saat ini ia melihat Sean yang tengah meringis karena jambakan di rambutnya. Sedangkan pelaku penjambakan justru tertawa girang dengan terus menjambak rambut Sean dengan kuat
"Aw... Nai, Nai jangan dijambak ya. Ini sakit" keluh Sean
Zonya yang kasihan melihat Sean seperti itu, akhirnya berjalan mendekat "Nai..." panggilnya, membuat Naina kembali dibuat girang saat melihat kedatangannya, hingga membuat jambakan bocah gembul itu kian kuat "Mau digendong Aunty tidak? Ayo ke mari, ayo biar Aunty gendong, sini"
Sean menundukkan tubuhnya agar memudahkan Zonya untuk mengambil alih Naina. Melihat itu, Zonya langsung melangkah maju dan mengulurkan kedua tangannya pada Naina. Begitu kedua tangannya berhasil menyusup dibawah ketiak Naina, ia langsung akan mengangkatnya. Namun karena genggaman kuat Naina pada rambut Sean membuat Zonya kesusahan hingga tanpa sengaja tubuhnya tertarik oleh tubuh Naina, membuatnya menabrak dada Sean
Zonya dengan sigap tersadar dan langsung menahan tubuh Sean yang akan jatuh. Ya, beratnya tubuh Naina yang ada diatas tubuh Sean, ditambah Zonya yang menabrak dadanya membuat Sean hampir tidak bisa menjaga keseimbangan. Beruntung Zonya langsung sigap menahan tubuhnya
"Hihihi... Hua haiya..." disaat kedua orang tuanya merasa canggung atas apa yang terjadi, Naina justru semakin bahagia dan tertawa keras
"Nai..." Zonya kembali mengulurkan tangannya "Dengan Aunty ya, oke"
"Te" Naina langsung mengangguk, mungkin ia cukup lelah karena sudah cukup lama tertawa
"Baiklah, sini sama Aunty. Hap" Zonya langsung membawa Naina kedalam pelukannya "Jangan nakal dengan Papa. Lihat Papa Nai kesakitan"
Naina melihat kearah Sean dengan mata bulatnya yang mengerjab lucu "Papa..."
Sean yang tengah mengusap kepalanya seketika menghentikan gerakannya. Pandangannya langsung berpindah pada wajah Naina yang barusaja memanggilnya Papa. Entahlah, ada kehangatan tersendiri yang menjalari hatinya saat mendengar Naina memanggilnya Papa. Terlebih, ini adalah pertama kalinya bocah gembul itu menyebutnya Papa. Mungkin kata Papa baru bisa ia ucapkan setelah beberapa kali diajari Zonya
Sean mengusap puncak kepala Naina dengan tersenyum teduh. Lalu pandangannya beralih pada Zonya "Sudah cukup siang, kita langsung berangkat ya" ajaknya
"Baiklah"
Sepanjang perjalanan, Naina terus berceloteh tanpa henti. Banyak hal yang ia ucapkan dan hanya dijawab Zonya dan Sean dengan senyuman atau anggukan. Mereka hanya akan menyahut sesekali, saat Naina memanggil mereka dengan sebutan Mama dan Papa. Selain itu, keduanya hnya tersenyum. Sebab, baik Zonya maupun Sean sama sekali tidak mengerti akan ucapan bayi gembul tersebut. Hingga beberapa saat setelahnya, mobil 'pun tiba di rumah sakit. Ke-tiganya langsung melangkah masuk untuk menemui Dokter Kenan