Nara Stephana, pengacara cemerlang yang muak pada dunia nyata. Perjodohan yang memenjarakan kebebasannya hanya menambah luka di hatinya. Dia melarikan diri pada sebuah rumah tua—dan takdirnya berubah saat ia menemukan lemari antik yang menyimpan gaun bak milik seorang ratu.
Saat gaun itu membalut tubuhnya, dunia seakan berhenti bernafas, menyeretnya ke kerajaan bayangan yang berdiri di atas pijakan rahasia dan intrik. Sebagai penasihat, Nara tak gentar melawan hukum-hukum kuno yang bagaikan rantai berkarat mengekang rakyatnya. Namun, di tengah pertempuran logika, ia terseret dalam pusaran persaingan dua pangeran. Salah satu dari mereka, dengan identitas yang tersembunyi di balik topeng, menyalakan bara di hatinya yang dingin.
Di antara bayangan yang membisikkan keabadian dan cahaya yang menawarkan kebebasan, Nara harus memilih. Apakah ia akan kembali ke dunia nyata yang mengiris jiwanya, atau berjuang untuk cinta dan takhta yang menjadikannya utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah
"Baiklah kalau begitu. Terimakasih sudah berusaha keras mencari kebenaran. Kau layak mendapat pembersihan nama dariku sekaligus aku akan memberikan hadiah. Katakan, hadiah apa yang kau inginkan Nara?"
Nara tertegun, tidak menyangka Raja akan membuat penawaran secepat itu. Dia menundukkan kepala sejenak, mencoba menyembunyikan perasaan terkejutnya. Namun sebelum dia sempat menjawab, salah satu menteri di barisan depan berdiri dengan penuh kehormatan.
"Yang Mulia," suara sang menteri terdengar tenang, tetapi sarat dengan keberatan. "Ampun, jika saya boleh berbicara."
Raja mengangkat satu tangan, memberikan izin dengan anggukan kecil. "Katakan."
Menteri itu melangkah ke depan, membungkukkan badan dengan hormat sebelum berbicara.
"Dengan segala hormat kepada kebijaksanaan Yang Mulia, saya merasa kita perlu mempertimbangkan hal ini dengan lebih hati-hati. Bukti-bukti yang diajukan oleh Nona Nara memang terlihat kuat, tetapi kita tidak boleh mengambil keputusan yang terlalu terburu-buru. Bagaimanapun juga, dokumen-dokumen itu dapat saja dipalsukan atau diambil dengan cara yang tidak semestinya. Kita harus melihat dari dua sisi. Sisi Nona Nara dan Juga tertuduh Junto."
Wajah Nara tetap tenang meskipun dia merasakan tekanan dari pernyataan tersebut. Raja mengangkat tangannya sekali lagi, membungkam semua suara.
"Apakah kau meragukan integritas sidang ini? Atau kau sedang berkomentar bahwa aku terlalu cepat dan tidak teliti?"
"Bukan itu maksud hamba, Yang Mulia," jawab Menteri tersebut cepat, membungkukkan badannya sekali lagi.
"Saya hanya ingin memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar adil dan tidak ada manipulasi di baliknya. Mungkin kita perlu waktu lebih untuk menyelidiki kebenaran bukti-bukti ini secara kedua belah pihak." Imbuhnya, suaranya gemetar karena sudah menyinggung Raja. Keberpihakan Raja Veghour melancarkan jalan Nara, terasa oleh mereka.
"Asal kalian tahu, aku sudah mengutus orang-orang ahli yang setia untuk memastikan ini semua. Bukti yang Nara tampilan adalah benar."
Semakin pias wajah Menteri yang menginterupsi tadi. Bodoh. Dia kenapa tidak kepikiran sampai kesana. Raja Veghour tidak akan diam saja, beliau pasti melakukan Covert Operation.
"Ampuni hamba Yang Mulia," Sang menteri memohon pengampunan atas sikapnya yang sudah meragukan integritas sang Raja.
"Sekarang kau tidak menyuruhku untuk memeriksa Pangeran Raze? Junto kan tangan kanannya." Raja bertanya kepada Menteri tersebut. Menteri itu diam saja karena lidahnya kelu. Dia masuk ke dalam situasi, dimana maju kena mundur pun kena.
"Tadi kau berani, sekarang kau diam. Ada apa denganmu? Bukankah kau telah mengajarkan ku harus memeriksa dari dua sisi?"
"A-mpun Yang Mulia."
"Apa kau tidak berani jika masalahnya sudah menyeret nama orang-orang Istana?"
"Bu-kan begitu, ham--"
"Sudahlah. Sekarang aku sedang ingin membahas hadiah dengan Nara. Sebelum memulai, apa ada pertanyaan lain dari kalian?"
"Tidak Yang Mulia Raja." Jawab serempak peserta persidangan.
Raja menatap Nara dengan tatapan serius namun penuh rasa hormat. "Nara," suaranya menggema di ruang sidang yang hening.
"Kau telah menunjukkan keberanian yang luar biasa dan membawa bukti yang tak terbantahkan. Katakan, apa yang kau inginkan sebagai balasannya?" Suasana di sekitar mereka sejenak terhenti, semua mata tertuju pada Nara yang kini diberi kesempatan langka untuk meminta apapun.
Mata Nara berkeliling ke arah sekitar. Tatapannya bersirobok dengan Ratu Baily, beralih ke Raze, lalu berpindah kepada Raja Veghour. Dia masih belum menjawab, sebelum akhirnya tatapan Nara bertembung sekilas dengan Arven. Dengan niat yang mantap, Nara ingin hadiah tersebut diperuntukkan mengabulkan keinginan Arven.
"Yang Mulia, saya tidak mencari kekayaan ataupun kedudukan. Sebagai seorang pengacara di dunia yang saya tinggali, saya hanya ingin.. " Nara jeda sebentar, menghela nafas panjang. Orang-orang sudah tidak sabar menunggu.
"Saya hanya ingin membuka kembali kasus lama yang telah terlupakan, yang selama ini ditutup rapat oleh mereka yang tidak menginginkan kebenaran terungkap. Saya ingin mengusut tentang kebenaran Ratu Athera."
Semua orang terkaget-kaget.
Raja terdiam, merenungkan jawaban Nara sejenak. Para hadirin di sekitar mereka saling berpandangan, terkejut dengan permintaan Nara yang rasanya seperti mustahil diteruskan. Kasus ini sudah ditutup lama tanpa akhir yang pasti. Sebab saat memecahkan kasus ini, banyak korban jiwa melayang dan juga kehancuran wilayah, seolah menegaskan jangan ada yang berani mencari tahu lebih dalam tentang kebenaran Ratu Athera. Entahlah, beliau benar-benar tiada atau sebenarnya masih hidup.
Sejak dari situ, hal tersebut menjadi persinggungan yang sensitif.
Raja akhirnya mengangguk perlahan, memberi tanda bahwa dia memahami dan menghargai niat Nara. "Kau memilih jalan yang penuh tantangan, Nara."
"Namun, jika itu yang kau inginkan, aku akan memastikan bahwa kasus itu dibuka kembali." Ucap Raja akhirnya.
...***...
Sidang akhirnya berakhir dengan keputusan yang menggembirakan hati Nara. Dia berdiri di luar ruang sidang, matanya menatap langit yang cerah, merasa lega setelah perjuangan panjang. Bukti-bukti yang dia ajukan, dan kepercayaan yang diberikan oleh Raja, akhirnya membuahkan hasil. Keadilan yang selama ini tertunda, kini mulai terbuka. Nara pun menjadi penasaran sekaligus bersemangat mengusut tentang Ratu Athera, mengabaikan informasi penting bahwa banyak korban jiwa ketika berusaha mencari tahu tentang kebenaran ini.
Dengan langkah mantap, Nara berjalan keluar diiringi oleh perasaan haru dan bangga. Kemenangan ini bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk Arven yang telah menariknya masuk ke dunia bayangan.
Sementara itu,
Raja Veghour duduk di meja kerjanya yang besar, menulis sesuatu diatas kertas. Di belakangnya, Kasim berdiri dengan sikap yang penuh kehormatan. Setelah beberapa saat hening, Raja membuka suara.
"Aku telah memberi Nara kesempatan untuk membuka kembali kasus Athera. Apa pendapatmu tentang permintaan itu?" Suaranya terdengar seperti menunggu pendapat yang lebih dalam, bukan sekadar jawaban biasa.
Kasim menyarankan diri untuk berpikir sejenak, sebelum akhirnya menjawab dengan bijaksana.
"Yang Mulia, Nara memiliki tekad yang kuat, dan dia telah membuktikan dirinya sebagai seseorang yang bisa diandalkan. Namun, membuka kembali kasus Ratu Athera berarti mengungkit kenangan lama yang bisa mengguncang banyak pihak, termasuk keluarga kerajaan. Ini bukan keputusan yang bisa dianggap ringan, karena dapat membawa dampak besar bagi banyak orang." Kasim menatap Raja dengan penuh pengertian.
Raja Veghour mengangguk perlahan.
"Apakah tadi kau melihat ekspresi wajah Baily saat kasus Athera dibuka kembali di sidang?" tanya Raja.
Kasim mengangguk dengan bijaksana, matanya tidak langsung menatap Raja. "Yang Mulia, saya melihat ekspresi Ratu Baily dengan jelas. Meskipun dia berusaha menyembunyikan perasaannya, ada sedikit perubahan pada wajahnya--sesuatu yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Namun, saya rasa itu adalah ekspresi yang lebih menunjukkan kekhawatiran daripada kejutan. Sepertinya, ada ketegangan yang dia rasakan terkait dengan kasus ini."
"Kau benar. Kasus Athera membuatku prutasi. Akankah aku waspada terhadap Baily, wanita yang sangat aku cintai?"
.
.
Bersambung.