Novel ketiga Author septi.sari
Karya asli dengan ide alami!!
Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
"Mutia...?!" lirih Prabu yang tatapanya masih melekat kearah wanita tadi.
Entah mimpi apa dia semalam. Wanita itu?? Benar, dia wanita yang pernah singgah dihati Prabu 5 tahun yang lalu. Namun hubungan mereka terpaksa kandas, setelah Prabu lebih memilih merawat Ailin.
Takdir macam apa seperti ini. Mereka dipertemukan lagi, disaat Prabu sudah memiliki seorang istri.
Anissa dapat mendengar lontaran kalimat itu begitu lirih. Dia menatap Prabu sejenak, untuk mengembalikan kesadaran suaminya saat ini.
"Eghem!!" dehem Anissa, hingga membuat sang empunya membuyar.
"Prabu...dia istrimu??" tanya Mutia tersenyum, sambil menunjuk kearah Anissa.
"Oh, em...eghem!!" dehemnya, "Bukan!! Dia hanya pelayan dirumahku," jawab Prabu, namun kedua netranya menatap culas kearah Anissa.
'Maafkan aku, Anissa!! jika Mutia tahu kalau kamu istriku, maka aku takut jika keberadaanmu akan menjadi sebuah ancaman'
Anissa membeku mendengar ucapan suaminya barusan. Entah mengapa dadanya mendadak nyeri, mendapat pengakuan yang tak semestinya. Namun bukan Anissa namanya, jika dia tidak dapat memperkeruh suasana.
"Saya Mutia!! Sahabat Prabu dulu," kata mutia sambil mengulurkan tanganya.
Anissa tersenyum nanar. Mencoba mengenyahkan semua rasa sakitnya. Suaminya itu memang susah sekali ditebak.
"Saya Anissa!! PELAYAN dirumah sahabat anda!!" balas Anissa dengan menekan kata Pelayan, sambil melirik suaminya sekilas.
Mutia sempat menyangkal dalam pikiranya. Apa mungkin seorang pelayan, berpenampilan bak nona muda. Dan satu lagi, wanita dihadapanya itu begitu wangi sekali.
Apa kalian pernah, melewati taman indah dengan beberapa bunga bermekaran disana?? Nah, mungkin wangi di tubuh Anissa tercium semerbak, bagaikan sekerumunan bunga lembut disana.
"Ibu....!!" panggil bocah kecil dari arah belakang, tampak mendekat kearah Mutia bersama wanita parubaya.
"Hei sayang!! Jangan berlari. Kasian bik Nani," tegur Mutia menangkap tubuh putrinya.
Prabu memicing, begitupun Anissa yang menampakan sorot mata penuh harap, saat melihat bocah kecil didepanya.
"Dia putrimu??"
Mutia bangkit. Lalu mengangguk pelan, "Sayang, ayo sapa paman dan bibi!!"
"Hallo om, bibi...namaku Keisya!!" seru bocah perempuan itu menunjukan senyum kuda.
Tangan Anissa seketika terulur, bermaksud ingin mengusap surai hitam keisya. Senyum hangat sudah merekah dibibirnya penuh rasa harap yang besar.
Melihat itu, Mutia dengan sigap menarik badan putrinya kebelakang. Sehingga tangan Anissa hanya menggantung diudara.
"Maaf, putriku tidak biasa dipegang oleh sembarang orang!!" kata Mutia yang lembut, namun bagai sebilah pisau tajam.
Anissa mencoba mengerti. Mungkin saja jika dia diposisi Mutia, pasti akan melakukan hal yang sama untuk melindungi putrinya. Senyum merekah itu, seketika sirna bersamaan dadanya yang seketika terasa nyeri, bagai tertusuk ucapan wanita asing itu.
Prabu menoleh sekilas kearah istrinya. Dia dapat merasakan kekecewaan yang mendalam, dari sorot mata Anissa saat ini.
"Kami pamit dulu, Mutia!! Permisi..."
Prabu seketika menggenggam tangan Anissa, dan ditariknya dengan pelan untuk pergi meninggalkan sahabatnya tadi.
Mutia memicing, hingga membalikan badanya. Apa maksud ucapan Prabu?? Dia mengucapkan wanita itu pelayan, namun memperlakukan layaknya seorang kekasih??
Tidak mungkin bukan, seorang majikan menggenggam tangan pelayanya begitu mesra, jika tidak ada hubungan terkhusus dibaliknya.
"Sudah??" seru seseorang menghampiri Mutia.
Mutia mengangguk, "Emm, sudah!! Ayo kita pulang," ajaknya sambil melingkarkan tanganya pada lengan pria itu.
Setelah itu, mereka juga berjalan keluar meninggalkan pusat perbelanjaan tadi.
*
*
*
Sejak keluar pusat perbelanjaan, hingga kini sampai mendekati ruangan rawat bu Laksmi, Anissa hanya terdiam tanpa sepatah kata yang terucap.
Dan itu rupanya membuat kepala Prabu mendadak kram, dan merasa pusing. Ya, siapa suruh menganggap istrinya sebagai pelayan. Dasar Prabu!
"Kamu marah, soal ucapanku tadi??"
Anissa terhenyak, saat Prabu berhasil menghadang langkah jalanya. Penulis cantik itu bedecak, sambil membuang wajah kesamping.
Ckk!!
"Untuk apa aku marah, jika itu yang aku rasakan selama ini!!" tandas Anissa tanpa menatap suaminya.
Ucapan Anissa barusan berhasil menampar wajah Prabu saat ini. Entah apa yang ada dipikirannya, hingga dia tidak pernah mengakui Anissa dikalayak umum, selain keluarganya sendiri.
Prabu terhenyak, saat Anissa mengambil tanganya dengan kasar. Lalu membiarkan sang istri berjalan kembali. Masuk kedalam ruangan sang mertua.
•••• •••• •••• ••••
"Bagaimana Ailin, apa kamu suka dengan interior rumah ini??"
Ailin tampak berjalan kesembarang arah, sambil menatap kesegala penjuru ruang. Wajah lembutnya mengangguk, dengan tangan mengusap lembut dagunya.
Seketika dia berbalik, menampakan sorot mata yang berbinar, "Sangat menarik, Damar!! Apa ini rumah kita, kelak??"
"Ini akan menjadi rumah, untuk putra putri kita kelak!! Karena kamu sangat menyukai pemandangan indah. Jadi, aku sengaja membangun rumah untukmu dibawah kaki pegunungan." kata Damar yang begitu halus.
Damar mendekat, mengambil kedua tangan kekasihnya. Lalu dikecupnya begitu lembut.
Cup!!
Begitu wajah Damar mendongak. Ailin seketika terhenyak, saat mendapati wajah sang kekasih tampak pucat, bagai tiada selera hidup.
Jemari lentik Ailin terulur memegang wajah Damar. Dingin!! Ailin dapat merasakan wajah itu bagai tiada darah, saat bertatapan dengan kulit miliknya.
"Damar, apa kamu sakit??"
Damar mengambil tangan itu, lalu diciumnya kembali. Tatapanya begitu sendu bercampur dengan lesu. Namun senyum indah masih terlukis pada sulung tuan Darmanta itu.
"Aku lebih dari sehat, Ailin."
"Kita istirahat dulu!!" perintahnya, sambil memegang lengan Damar.
Ailin mengajak kekasihnya untuk duduk dibangku kayu ujung kolam. Mengingat saat ini waktu baru menunjukan 4 sore, sehingga dia dan Damar dapat menikmati nyanyian angin yang terdengar merdu ditelinga.
"3 hari lagi pernikahan kita, Damar!! Jika kamu merasa kelelahan, maka istirahatlah. Aku tidak ingin, kamu merasa sakit akibat terlalu mengurus pestanya!
Damar hanya mengangguk lemah. Tidak dapat dia pungkiri. Sudah 2 minggu belakangan ini, penyakit Cancer yang dideritanya mendadak kambuh, dan dengan cepat menyebar parah.
Namun kenyataan pahit itu, masih tersimpan rapat, tanpa Ailin tahu.
Dan untuk malam harinya, Damar memutuskan pulang ke yogyakarta, setelah dia mengantar kekasihnya pulang.
Baru saja dia sampai diambang pintu, seketika kepalanya berdenyut nyeri, hingga membuatnya membeku ditempat sambil memegang sebelah sebelah kepalanya.
Bu Laksmi yang menyadari putranya pulang, langsung saja mendekat dengan senyum merekah.
Namun semakin langkahnya mendekat. Tatapan yang semula tenang, kini berubah khawatir dengan kedua mata membola lebar.
"Ya ALLAH, Damar....!!" teriak bu Laksmi terkejut.
Dengan cepat, bu Laksmi langsung menyambar kotak tisu yang berada diatas nakas sampingnya. Lalu segera mendekat kearah sang putra, saat melihat darah segar tampak mengalir deras di hidung Damar.
Aishh!!
Rintih Damar, saat hidungnya juga terasa lebih nyeri, karena darah yang keluar tidak seperti biasanya.
Bu Laksmi langsung saja menyeka darah tersebut, dengan tangan yang bergetar hebat. Rumah megah itu menjadi saksi, betapa sendunya hati para penghuni, yang kini sedang berperang dalam ujiannya masing-masing.
"Bu...Damar tidak apa-apa!! Jangan khawatir seperti ini," lirih Damar yang masih bisa tersenyum, walaupun wajahnya belepotan dengan darah.
"Nak, ayo kita kerumah sakit sayang!! Siti....siti....tolong cepat kemari," teriak bu Laksmi yang sudah merasa kalang kabut.
Wanita berbadan gempal itu datang tergopoh-gopoh, hingga terdengar suara nafas yang tidak beraturan.
"Ya ALLAH den Damar...." gumam mbok Siti terkejut, sambi membekap mulutnya.
"Cepat panggilkan Prabu, Siti!! Dia ada diruang kerjanya.."
Tanpa bantahan apapun, mbok Siti langsung melenggang masuk untuk menemui bungsu majikannya.
Sementara Damar~dia yang sudah tidak kuat menahan rasa nyeri dikepalanya, seketika langsung terjatuh.
Brugh!!
"Damar....!!" teriak kembali bu Laksmi, saat melihat putranya sudah tak sadarkan diri dihadapanya saat ini.
Tapp!!
Tapp!!
Tapp!!
Prabu berjalan sedikit berlari, saat mendengar ibunya berteriak begitu keras.
"Mas Damar..?!" timpal Prabu yang tak kalah terkejut, melihat sang kakak sudah terkapar lemas dilantai.
Setelah itu, Damar langsung dilarikan kerumah sakit.
Bu Laksmi tak henti-hentinya menangis disamping mbok Siti, yang selalu setia menemani majikannya kemanapun berada. Asisten pribadi bu Laksmi kini tampak mengusap lengan sang majikan, berharap dapat menenangkan guratan kecemasan yang berlebihan.
"Bagimana keadaan kakak saya, dok??" tanya Prabu menghadang langkah sang dokter.
Sejenak~dokter muda itu terdiam beberapa detik, hingga senyum nanar terbit dibibirnya. Wajahnya begitu tenang, namun dengan tatapan tersirat keputusasaan.
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat