Wanita introvert itu akhirnya berani jatuh cinta, namun takut terlalu jauh dan memilih untuk berdiam, berdamai bahwa pada akhirnya semuanya bukan berakhir harus memiliki. cukup sekedar menganggumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NRmala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa yang terungkap
"Menurut kalian, apakah ada hadits lain yang menjelaskan atau memvalidasi hadits tersebut? Soalnya aku pernah dengar bunyi hadits yang sama tapi aku lupa." Tanya Laura.
"Oh iya, aku juga pernah dengar. Kalau gak salah hadits Abu Bakar yang diriwayatkan dalam Ash-Shahihain, bahwa Nabi SAW bersabda,Maukah kalian kuberi tahu tentang dosa paling besar? Yaitu, syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Kata Arya.
"Emm... Iya benar hadits itu yang aku maksud." Kata Laura lalu menatap Arya yang juga sedang menatapnya. Emil dan Dinda memperhatikan mereka berdua yang belum bergeming dari aktivitas mereka itu.
"Astaghfirullah al adzim." Batin Laura kemudian kembali menunduk menatap layar laptopnya.
"Kayaknya, ada sesuatu di antara mereka yang gak bisa dijelaskan. Baru kali ini gue ngeliat Laura natap cowok. Padahal dia ngejaga banget pandangannya." Batin Elim yang menyadari tatapan Laura dan Arya barusan.
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar......
Mereka dengan kompak melihat ke arah jam yang terikat ditangan masing-masing.
"Eh udah masuk Maghrib. Ayolah Maghrib dan Isya dulu baru lanjut lagi." Kata Arya.
"Lanjut besok lagi aja gak sih? Takutnya kalian pulangnya kemaleman." Kata Dinda.
"Kalau kita berdua aman kok. Besok juga libur kok. Kamu aja yang kami takutkan anak cewek pulangnya gak baik terlalu malam. Yaudah lanjut besok aja kalau gitu." Kata Arya membalas.
"Aku bermalam juga gak papa. Rumahku di sebelah aja kok hehehe." Ujar Dinda sembari tertawa kecil.
"Eh kalau ngobrol terus yang ada terlambat kita. Yaudah kelarin malam ini aja tugasnya. Ayo Arya ke Masjid! Nanti habis Isya, balik lagi kita." Kata Elim kemudian beranjak mengambil kunci motornya.
Dinda dan Laura pun berjalan meninggalkan ruang tamu menuju kamar Laura.
**********
Kamar Laura
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh... 2x
Dua gadis itu kemudian lanjut berdzikir. Suasana kamar Laura malam itu sangat hangat. Kesepian yang selalu memenuhi sudut kamar itu, sedang bersembunyi seperti memberi ruang kepada pemiliknya untuk tidak merasakan hal tersebut saat ini.
"Ra, aku boleh ngomong?" Tanya Dinda membuka suara yang melihat Laura hanya terdiam menatap kamar.
Waktu masuk sholat Isya sebentar lagi. Membuat mereka masih duduk ditempat mereka sebelumnya melaksanakan rangkaian sholat Maghrib.
"Boleh dong. Apa yang ingin kamu tanya?" Kata Laura berbalik ke arah Dinda yang berbada di belakang kanannya.
"Maaf ya, apa kamu suka Arya? Aku melihatmu beberapa kali melirik atau melihatnya sembari tersenyum." Kata Dinda.
"Tidak, Dinda! Aku hanya kagum sama pengetahuannya tentang agama. Aku gak ingin jatuh cinta ataupun memiliki perasaan kepada seseorang yang bukan mahram." Kata Laura dengan halus.
"Iya, Ra! Jujur aja sih, aku suka sama Arya. Aku kagum sama dia, Ra! Boleh kan Ra, kalau aku suka sama dia?" Tanya Dinda.
"Ya boleh lah... Di dalam Agama kita, diperbolehkan untuk jatuh cinta. Namun hanya boleh sebatas memanjatkan doa atau tujuan kalian nikah. Jangan pacaran ya, Din. Nanggung dikit lagi kita lulus. Nanti sehabis lulus boleh kamu conves ke dia, ngajakin dia nikah hehehe." Tawa Laura. Dinda hanya mengangguk dan memeluk sahabatnya itu.
Adzan kembali berkumandang mendadakan waktu sholat Isya telah tiba. Mereka kembali memperbaiki posisi duduk mereka sembari mendengarkan adzan hingga selesai. Kemudian lanjut melaksanakan sholat.
**********
"Assalamualaikum." Salam Emil dan Arya yang lalu dibalas oleh kedua gadis tersebut.
"Kita makan malam dulu boleh gak? Mba Ayem udah masak banyak. Setelah itu kita lanjut lagi. Arya dan Emil saling menatap.
"Itu sih yang kita tunggu dari tadi." Celetuk Emil tertawa. Dinda, Arya, dan Laura hanya tertawa.
"Yaudah ayo!" Laura kemudian berjalan mendahului dan di ikuti mereka bertiga.
Setibanya di ruang makan, terlihat mba Ayem sedang mengatur makanan di atas meja makan.
"Ayo neng, mas, duduk nikmati makanannya." Kata mba Ayem.
"Makasih banyak ya, mba. Maaf kami datang malah merepotkan." Kata Arya.
"Gak apa-apa, mas. Semoga mas suka masakan mba. Kalau ada perlu atau hal yang dibutuhkan panggil mba aja ya! Mba di dapur mau cuci piring dulu." Jawab mba Ayem kemudian berlalu pergi.
"Kalian mau makan sambil berdiri disitu?" Kata Dinda yang sudah mengambil posisi duduk bersama Laura. Emil dan Arya pun ikut duduk bersama dua gadis itu.
Di sela-sela makan, Emil mulai berbicara mengeluarkan rasa penasarannya.
"Ra, ayah dan ibu kamu kerja apa di luar kota?" Tanya Emil.
"Ayahku kerja di kantor tambang yang ada di Kalimantan. Mamaku kerja di Pertamina Surabaya jadi menetap di sana." Jawab Laura.
"Kenapa kamu gak ikut Mama kamu aja ke Surabaya, Ra? Biar kamu gak merasa kesepian di sini." Tanya Emil kembali.
"Mamaku, jarang di kantor. Sebagai direktur utama di sana, ia lebih sering rapat dan kunjungan ke luar kota. Menurutku sama saja jadinya. Jadi, aku memilih di sini ditemani dua mba ku." Kata Laura sembari tersenyum ke arah Dinda.
Arya yang melihat Laura tidak nyaman ditanya seperti itu, ia pun berinisiatif mengalihkan pembicaraan.
"Kamu main ke Panti asuhan tempat aku tinggal. Banyak anak kecil di sana sewaktu waktu kalau kamu merasa kesepian lagi, Ra." Kata Arya.
"Kamu tinggal di Panti Asuhan, Arya?" Tanya Dinda.
"Iya, Dinda. Kamu kalau mau main juga, boleh kok Dinda!" Jawabnya.
"Panti Asuhan dimana?" Tanya Dinda lagi antusias.
"Panti Asuhan Daya Guna, Din!" Kata Arya.
"Wah, itu tempat biasa Laura bawa titipan rejeki dari Mama dan Ayahnya. Iya kan, Ra?" Tanya Dinda ke Laura yang duduk di sebelahnya. Laura kemudian mengangguk.
"Tapi, biasa aku cuma nitip aja gak mampir. Nanti kalau ada waktu sempat kami mampir, Ya!" Tambah Laura.
"Udah ah bahasnya. Habisin udah mau jam 8 nih, keburu malam ngerjain tugasnya!" Ujar Emil yang melihat ke arah jam tangan miliknya.
Mereka pun melanjutkan makan. Ruangan menjadi sunyi senyap. Para penghuninya sedang lahap menikmati pikiran dan makanan mereka masing-masing.
**********
Ruang tamu Laura
"Aku dapatnya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, sungguh rugi, sungguh rugi, dan sungguh rugi! Seorang yang mendapati salah satu dari kedua orang tuanya pada usia lanjut atau kedua-duanya, namun ia tidak masuk surga (lantaran tidak berbakti kepadanya)." Kata Laura
"Aku belum pernah dengar secara langsung sebelumnya. Tapi, hadits ini aku temukan di internet dan telah aku validasi ke absahannya di video-video Uztad dan Uztadzah yang sering aku dengar." Lanjut Laura menambahkan.
"Hadits tersebut emang udah terkenal sih. Hadits itu lebih sering terdengar di setiap aku dengar ceramah." Kata Arya.
"Oke, berarti valid ya. Tambahin, Ra ke makalah." Kata Dinda. Laura pun mulai mengetik.
"Menurut kalian, apa saja bentuk durhaka seorang anak kepada orang tuanya?" Tanya Emil.
"Berkata kasar, menyakiti fisik, membicarakan keburukan orang tuanya kepada orang lain." Ujar Arya.
"Tidak peduli dengan perintah orang tua, dan yang sering aku lihat di anak sekarang, gak mengakui orang tuanya sendiri." Tambah Dinda.
"Iya ya! Padahal, aku aja pengen mengakui orang tuaku, yang entah siapa mereka." Celetuk Arya. Ketiga orang di sekitarnya tersebut kemudian menatap ke arahnya.
"Eh, jangan natap aku gitu dong. Aku hanya bercanda kok. Hehehe." Kata Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
.
.
.
Bersambung...
Baguus yaa diksinya banyaak bangeet 😍