Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 21
" Siapa tuh cewek? Aaah mungkin perawat barunya Dokter Han. Nggak ada yang menarik dari itu cewek, palingan nggak lama lagi juga nyerah kerja. Kan sekarang katanya Dokter Han tempramen banget. Eeh lho, mau kemana. Aah bodo amat."
Rupanya kehadiran Gista menarik perhatian para tamu Han. Tapi tidak ada yang bertanya perihal Gista. Dia siapa, apa yang dilakukan, dan pertanyaan sejenisnya. Tentu saja mereka tidak ingin ikut campur, atau lebih tepatnya takut.
Namun ada seseorang yang tidak beranggapan begitu. Dia lebih ke-tidak peduli ketimbang takut. Baginya hal seperti itu bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan.
Suasana tetap ramai dan hangat meskipun Han pergi dari sana. Lebih tepatnya mereka sedikit bisa bernafas. Pasalnya mereka bingung, apa yang ingin dikatakan kepada pimpinan mereka itu.
Sedangkan di kamar Han, saat ini dua orang tengah membahas sesuatu. Tentu saja tugas yanh sudah diberikan Han kepada Gista untuk menjadi matanya.
Melakukan pengamatan, seperti itulah tepatnya tugas dari Gista. Dan Gista melakukan hal yang sesuai perintah.
" Hmmm jadi menurut pengalaman dari menonton drakor mu itu, kamu bisa tahu kalau ada orang yang nggak tulus dan berpura-pura. Pake topeng lah ya gampangannya."
" Yups betul Pak. Seribu buat Pak Han, nah sejauh ini hanya seperti itu yang saya lihat. Ya dia kayak yang lain, ketawa, sedih, dan kayaknya sangat kehilangan Pak Han, tapi ketika salah sudut bibirnya terangkat meskipun tipis saya langsung mak degh gitu pak. Langsung kelihatan bahwa dia jelas nggak tulus."
Han terdiam sejenak. Dia mencerna semua yang dikatakan oleh Gista. Jika menurut ucapan Gista yang menunjukkan sikap itu hanyalah satu orang. Dan mungkin bisa saja orang itu patut dicurigai juga.
" Kamu tahu siapa orangnya?"
" Ya tahu Pak, meskipun saya tidak tahu nama satu-satu dari tamu Pak Han, tapi orang itu terus di sebutkan. Namanya Eida. Ya saya yakin pak namanya Eida."
Degh!
Jantung Han seketika berdegup kencang. Jika yang dimaksud dengan Gista itu adalah benar Eida, berarti Eida akan masuk dalam list orang yang patut dicurigai.
Namun Han tentu tidak langsung percaya ucapan Gista. Gista hanya melihat sekali, jadi mungkin saja salah. Seperti itulah pemikiran Haneul.
Rupanya pria itu saat ini sedang mencoba untuk mengingkari penilaian Gista. Padahal dia sendiri yang meminta Gista untuk berdiri di sisinya guna memastikan kecurigaannya terhadap orang yang bekerja di bawah kepemimpinannya.
" Dari raut wajah Bapak kayaknya Pak Han meragukan saya ya? Apa ada alasan khusus membuat Bapak nggak yakin gitu?"
" Dia adalah orang kepercayaanku. Dia juga udah lama jadi asistenku. Aah kok malah jadi cerita sama kamu sih. Dah kita balik lagi ke bawah. Coba pastiin lagi. Lakukan pengamatan yang bener!"
Gista membuang nafasnya kasar. Dia jelas sudah melakukan sesuai keinginan tuannya itu. Tapi sang tuan sepertinya tidak puas.
Pada akhirnya Gista memapah kembali Han untuk turun ke ruang tamu. Han berharap menemukan sesuatu yang lain lagi setelah ini. Namun agaknya semua tidak sesuai dengan rencana. Sebuah keributan kecil terjadi di sana.
" Idiih Dokter Sintia ngapain di sini sih. Bukannya nggak di izinin ya?"
" Kata siapa, nih lihat WA nya Han, dia bilang boleh aja. Lagian kenapa kamu yanh sewot sih, kamu kan bukan tuan rumah."
" Huh dasar nggak punya malu. Dan jelas-jelas di tolak tapi tetep ngejar kayak gitu."
" Heh, jaga mulut mu ya!"
" ADA APA INI RIBUT-RIBUT!"
Jegleeeer
Suara seketika menghilang, bisik-bisik, ricuh, semua seolah lenyap begitu saja. Haneul yang datang dan mendapat bisikan dari Gista langsung mengetahui situasi. Terlebih dia sendiri juga sangat jelas bisa mendengar adu mulut yang terjadi.
Semua suara yang ia dengar begitu familiar. Sosok yang terlihat buram juga sedikit ia pahami. Sintia, wanita itu rupanya benar-benar bermuka tebal. Dia datang setelah mengatakan bahwa kecelakaan Han adalah karma buruk. Sungguh luar biasa bukan?
" Dokter Sintia, terimakasih atas kunjungannya. Tapi mohon maaf ini sudah mau magrib, dengan berat hati Dokter Sintia harus pulang, dan kalian juga pulanglah. Keluarga kami kalau magrib tidak menerima tamu. Jadi sekarang kalian semua pulanglah."
" Baik dokter."
" Tapi Han, aku baru datang."
Jika Eida dan yang lain mengerti dan segera berpamitan pulang maka tidak dengan Sintia. Wanita itu malah melakukan protes. Sungguh hal yang tidak disangka baik oleh Han ataupun semua orang di sana yang mendengarnya.
Jika kalian menanyakan dimana Hyejin dan Yoona, ibu dan anak itu tidak pernah muncul jika Han memiliki tamu. Pada dasarnya mereka berdua tidak pernah ingin ikut campur dalam urusan Han. Jadi meskipun terdengar sedikit ricuh, Hyejin memilih diam dan membiarkan Han untuk menyelesaikan.
" Maaf Nona, Pak Han juga harus segera istirahat. Jika Anda ada keperluan dengan Pak Han, Anda bisa datang esok."
" Heh lo pembantu, jangan sok-sokan jadi jubirnya Han deh. Emang siapa lo beraninya ngusir gue!"
" CUKUP SINTIA! PERGI DARI RUMAHKU SEKARANG!"
Degh!
Gista terkejut, sangat-sangat terkejut mendengar suara lantang dari Haneul ditambah mata Haneul yang setahu Gista belum bisa melihat itu menatap tajam. Benar-benar membuat orang bergidik.
Rupanya bukan hanya Gista yang merasa seperti itu. Sintia, tiba-tiba tubuhnya bergetar. Dia tahu betul bahwa Han masih buta tapi sorot matanya seolah bisa menembus jantungnya.
Sintia bahkan merasa nafasnya tersengal. Bak seekor mangsa di depan predator, Sintia menciut. Dia mundur teratur dan pergi meninggalkan kediaman.
" Astagfirullah, magrib-magrib malah pada ngundang setan."
" Alhamdulillah Ya Allah Pak, kirain saya Pak Han beneran kesetanan. Apa Bapak tahu, tatapan mata beneran nakutin. Saya ngiranya Bapak kesambet lho."
Fyuuuuh
Han membuang nafasnya kasar, bisa-bisanya Gista bicara demikian. Han kira Gista takut ketika mendengar dirinya berteriak. Sungguh hal yang unik. Ya, Han merasa banyak hal yang unik dari Gista. Terlebih setelah dia kembali dari rumah sakit.
" Kamu pulang lah. Hari ini cukup di sini?"
" Okeeh Pak siap. Kalau begitu selamat malam Pak, semoga besok menjadi hari yang lebih baik dari sekarang."
Gista tersenyum, tapi sayang Han masih belum bisa melihatnya. Han juga meminta Gista untuk tidak mendengarkannya kembali ke kamar karena dia masih ingin berada do ruang tamu. Tentu saja ada beberapa hal yang ingin dia pikirkan terkait apa saja yang terjadi hari ini.
" Eida, kata Gista dia lah orang yang paling mencurigakan. Kalau benar, apa untungnya buat dia ngelakuin ini? Apa dia bergerak sendiri, atau ada orang dibelakangnya? Haaah, aku masih sama sekali belum ketemu benang merahnya."
TBC
Lanjuut