Alena Ricardo sangat mencintai seorang Abian Atmajaya, tidak peduli bahwa pria itu kekasih saudara kembarnya sendiri. Hingga rela memberikan kehormatannya hanya demi memiliki pria itu.
Setelah semua dia lepaskan bahkan dibuang oleh keluarga besarnya, Alena justru harus menghadapi kemarahan Abian. kehidupan rumah tangganya bagaikan di neraka, karena pria itu sangat membencinya.
Akankah Alena menemukan kebahagiaannya? Dan akankah Abian menyesali apa yang selama ini diperbuatnya, setelah mengetahui rahasia yang selama ini Alena simpan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3 Menghukumnya
Abian terus mencari keberadaan Alena, hingga masuk ke dalam kamar wanita itu. "Sial! Bisa-bisanya dia tidur dengan nyaman, di saat hatiku sedih dan marah," Abian yang tersulut emosi melangkah mendekati Alena, dan tanpa banyak kata menyeret wanita itu sampai terjatuh dari atas tempat tidur.
"Aw..," teriak Alena saat tubuhnya terjatuh. Kepalanya terasa pusing dan pandangan matanya belum begitu jelas karena efek terbangun dari tidur secara tiba-tiba. "A.. Abian, apa yang kau.. ah..." Alena kembali berteriak saat tangannya di tarik paksa keluar dari kamar.
"Jadi pekerjaanmu setiap hari itu tidur, di saat aku bekerja, Ha!" Abian dengan kasar menyeret Alena keluar dari rumah, dia menulikan pendengarannya pada teriakan kesakitan wanita itu. Bahkan Abian berpura-pura tidak melihat lutut Alena yang lecet, dan terlihat berdarah karena terkena kerikil yang ada di depan halaman rumahnya.
"Sekarang apalagi kesalahan ku?" tanya Alena dengan tajam, saat Abian berhenti menyeretnya seperti binatang. Dia berusaha berdiri meskipun lututnya terasa sakit, tidak ada lagi air mata yang menetes seperti saat tadi, karena bagi Alena itu air mata yang pertama dan terakhir yang ia keluarkan dihadapan Abian.
"Bagus, sekarang kau menunjukkan asli mu. Wanita murahan yang begitu Arrogant dan mampu melakukan apapun untuk mencapai keinginannya," Abian berkata dengan sinis. Tadinya ia sempat merasa sedikit kasihan saat mendengar teriakan kesakitan Alena, tapi sekarang rasa kasihan itu lenyap saat melihat kembali sosok Alena yang sesungguhnya. "Mulai detik ini kau berdiri di sini! Jangan pernah beranjak sedikitpun sebelum aku pulang kerja! Kau mengerti?"
"Aku tidak mau," Alena hendak masuk kedalam rumah, namun langkahnya terhenti saat tangannya kembali ditarik dengan kasar hingga membuatnya kembali tersungkur.
"Kau tuli? Aku bilang berdiri di tempat ini!" Abian membungkuk kearah Alena lalu mencengkram rahang wanita itu dengan kasar.
"Aku tidak mau, karena aku tidak melakukan kesalahan apapun," ucap Alena dengan terbata. Karena rahangnya di cengkram dengan kasar, hingga membuatnya kesusahan untuk berbicara.
"Kau bilang tidak melakukan kesalahan apapun? Kau lupa sudah melakukan kesalahan terbesar di hidupku, dengan memisahkan aku dengan orang yang kucintai!" sentaknya dengan kasar, membuat Alena terdiam dan menundukkan kepalanya. "Ingat, jangan pernah beranjak sedikitpun dari tempat ini! Aku akan memantau mu melalui kamera CCTV!" Abian menunjuk kearah kamera yang ada di sudut rumahnya.
Setelah memberikan hukuman pada Alena, Abian kembali masuk kedalam mobil. Ia menjalankan kembali kendaraannya menuju tempat kerja, dimana dia sebagai CEO di perusahaan milik keluarganya sendiri. Perusahaan yang bergerak di bidang ekspedisi yang cukup terkenal di negaranya.
Sementara itu Alena yang masih berdiri di tempatnya, menatap dengan sendu mobil milik Abian yang pergi begitu saja setelah memberikan hukuman untuknya.
"Ya Tuhan, sampai kapan aku sanggup menahan semua ini." Alena ingin sekali menangis, namun ia tahan karena tidak mau Abian melihatnya meski dari kamera CCTV sekalipun.
Dan tanpa Alena sadari, sejak tadi ada seseorang yang melihat dan mendengar semua kejadian tersebut dengan air mata, dan tangan yang terkepal dengan erat. Seseorang itu bersembunyi di balik pohon yang berada di depan rumah, dengan wajah penuh kesedihan dia pergi begitu saja karena tidak tega melihat Alena yang terlihat tersiksa seperti itu.
"Maafkan aku," hanya itu yang bisa dia ucapkan dalam hati, sebelum beranjak dari tempat tersebut.