Setelah menikahi Ravendra Alga Dewara demi melaksanakan wasiat terakhir dari seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil, Gaitsa akhirnya mengajukan cerai hanya dua bulan sejak pernikahan karena Ravendra memiliki wanita lain, meski surat itu baru akan diantar ke pengadilan setahun kemudian demi menjalankan wasiat yang tertera.
Gaitsa berhasil mendapatkan hak asuh penuh terhadap bayinya, bahkan Ravendra mengatakan jika ia tidak akan pernah menuntut apa pun.
Mereka pun akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing--seharusnya seperti itu! Tapi, kenapa tiba-tiba perusahaan tempat Gaitsa bekerja diakuisisi oleh Grup Dewara?!
Tidak hanya itu, mantan suaminya mendadak sok perhatian dan mengatakan omong kosong bahwa Gaitsa adalah satu-satunya wanita yang pernah dan bisa Ravendra sentuh.
Bukankah pria itu memiliki wanita yang dicintai?
***
"Kamu satu-satunya wanita yang bisa kusentuh, Gaitsa."
"Berhenti bicara omong kosong, Pak Presdir!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak Presdir
Tampan. Pria yang memiliki tinggi 187 cm dengan rahang tegas dan bahu lebar itu terlihat sangat memesona. Jas berwarna abu-abu yang menutupi kemeja putih polos dan celana senada, dipadankan dengan dasi biru gelap dan pantofel hitam, membuat penampilannya lebih mirip aktor yang sedang berjalan di atas karpet merah daripada pemimpin sebuah perusahaan besar.
Gaitsa berdecih dalam hati melihat penampilan mantan suaminya yang memang sangat luar biasa. Wibawanya sebagai pemimpin memancar ke seluruh ruangan. Wanita itu terpaksa pergi ke ruang rapat untuk mewakili bagian Personalia.
'Bu Manajer kenapa harus absen sih?' keluhnya seraya berdiri. Setiap perwakilan tim harus memperkenalkan diri dan Gaitsa benar-benar membencinya. Ravendra memang tidak terang-terangan menatap padanya, tapi ia tahu pria itu terus saja melirik dengan tatapan menakutkan.
"Saya adalah Wakil Manajer dari Tim Personalia, Gaitsa Thirfa Thafana."
Gaitsa melanjutkan penjelasan tentang pekerjaan yang biasa dilakukan timnya dengan percaya diri dan profesional, meski jantungnya berdebar tidak menyenangkan. Meski harus menahan emosi karena pria itu terang-terangan menyeringai dan menatapnya dengan mata merendahkan seperti biasa, Gaitsa tetap memasang wajah datar.
Selesai rapat, Gaitsa kembali ke ruang Personalia sambil terus mengumpat sepanjang perjalanan.
“Dasar gila!”
Bagaimana Gaitsa tidak mengumpat, Ravendra menunjuk dirinya sendiri sebagai Direktur Utama di perusahaan ini. Bukankah ia sibuk dengan Dewara Grup? Kenapa merepotkan diri menambah pekerjaan di sini?
Seharusnya duduk saja di singgasananya dan perintah orang lain untuk mengurus semua hal. Pria itu kan, orang kaya! Kenapa tidak memanfaatkan kesempatan untuk duduk-duduk santai?
Gaitsa menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan, membuka pintu kaca yang setahun belakangan selalu dimasukinya. Wanita itu tersenyum melihat teman-temannya langsung berdiri dengan wajah penasaran.
"Ada beberapa peraturan baru," ucap Gaitsa yang disambut decakan di setiap ruangan. "Setiap orang harus lembur sampai pukul tujuh malam, kecuali untuk wanita yang memiliki anak kecil, sedang hamil atau menstruasi. Selain dari yang disebutkan, semua wajib lembur, kecuali sedang sakit atau ada urusan sangat mendesak."
Gaitsa menyukai bagaimana teman-temannya mengeluh meski beberapa orang yang gila lembur tertawa puas. Wanita itu kembali pada meja kerjanya sendiri, membuka komputer untuk membuat laporan siapa saja dari tim Personalia yang tidak bisa lembur.
Haah ... ia tidak mungkin memberitahu tidak bisa lembur juga karena memiliki bayi, tapi bagaimana dengan Biyu? Waktu yang ia miliki untuk anaknya akan berkurang. Gaitsa menekan pelipis yang terasa sakit.
"Wakil Manajer tidak pulang?"
Gaitsa tersenyum canggung mendengar pertanyaan dari beberapa wanita yang sedang membereskan meja, bersiap pulang. Ternyata waktu berlalu begitu cepat hingga Gaitsa tidak menyadari sampai seseorang mengingatkan.
"Tidak, sepertinya aku harus kerja lebih keras untuk Biyu," jawab Gaitsa pelan.
Sekali lagi Gaitsa tidak berniat mendapat tatapan kasihan dari orang lain, tapi mereka menatapnya dengan wajah bersalah. "Tidak apa, pulanglah dan hati-hati di jalan," ucap Gaitsa seraya tersenyum kecil.
Gaitsa kembali fokus dengan pekerjaannya. Ravendra meminta laporan tentang prosedur administrasi, pengendalian unit personalia, hingga prosedur seleksi, ujian dan wawancara selama lima tahun terakhir.
Di samping itu, Gaitsa juga harus menyerahkan laporan tentang urusan perizinan ketenagakerjaan, dana pengobatan, dan data karyawan pensiun serta mengundurkan diri. Meski pekerjaan itu dibagi rata ke seluruh tim manajemen personalia, tetap saja laporan terakhir akan diperiksa Gaitsa sebelum diserahkan ke Direktur Utama.
Cih, padahal laporannya bisa diberikan kepada General Manajer yang baru, tapi Ravendra ingin semua tim menyerahkan langsung padanya. Bukankah pria itu sengaja menyulitkan banyak orang?
Wanita itu kembali menghela napas, mengabaikan rasa jengkel yang sudah di ubun-ubun, juga berusaha keras mengabaikan kerinduan terhadap suara menggemaskan Biyu. Ia sudah menelpon pihak tempat penitipan untuk menjaga putranya lebih lama. Mungkin akan lebih dari pukul delapan.
Ravendra sialan!
***
Gaitsa menghela napas lega setelah seluruh pekerjaannya selesai. Netra gelapnya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sembilan. Karyawan lainnya sudah pulang sejak pekerjaan mereka selesai satu jam sebelumnya.
Wanita itu berdiri setelah membawa map-map berisi laporan yang diminta Ravendra. Ia tidak berniat bercermin untuk merapikan penampilan, tapi yang sedang Gaitsa hadapi adalah Direktur Utama yang baru, bukan mantan suaminya.
Gaitsa keluar dari ruangan dan berjalan cepat menuju lantai teratas gedung setelah penampilannya lebih rapi dan layak dilihat. Tidak ada yang bersamanya di lift, sepertinya semua orang sudah menyelesaikan laporannya atau bahkan belum selesai sama sekali. Meminta laporan lima tahun terakhir setiap tim memang tidak berlebihan.
Hal yang wajar untuk melihat perkembangan selama lima tahun terakhir dari perusahaan yang baru diakuisisi. Gaitsa juga melakukannya saat masih mewakili Dewara Grup. Ternyata rasanya menyebalkan saat harus mengumpulkan laporan berbagai hal selama lima tahun terakhir. Sepertinya ini adalah karma dari tindakannya sebagai wakil Dewara Grup dulu.
Padahal Gaitsa melakukan hal yang sama seperti Ravendra saat ini, tapi tetap ingin mengutuk pria itu yang membuatnya lembur dan tidak bisa bertemu Biyu lebih cepat.
"Permisi, Bu, saya dari tim Personalia," Gaitsa menyapa pada seseorang yang mejanya berada di depan ruangan Direktur. Sekretaris yang dibawa Ravendra dan dipilih sebagai Kepala Sekretaris perusahaan mengalihkan pandangannya dari komputer.
Wanita itu menatap Gaitsa dari ujung kepala hingga kaki sebelum tersenyum puas. Apa yang dilihatnya sampai seperti itu? Gaitsa tidak mau mempermasalahkan hal-hal kecil, hanya mengikuti di belakang wanita yang berjalan anggun menuju pintu coklat besar. Ketukannya terdengar halus, tapi suaranya bahkan lebih lembut.
"Permisi, Pak. Ada Wakil Manajer dari tim Personalia."
Gaitsa mengernyit dengan suara terlalu lembut dan agak mendayu. Mungkin terdengar seksi menurut wanita itu, tapi Gaitsa ingin muntah. Atau suara aslinya memang begitu meski tidak berniat sok manja?
"Persilahkan masuk."
Wanita itu menatap Gaitsa setelah mendengar perintah dari dalam. Keningnya mengernyit saat lagi-lagi melihat penampilan Gaitsa dari ujung kepala hingga kaki. Apa, sih?
Gaitsa melangkah masuk ketika pintu sudah terbuka, masih mengekor di belakang wanita yang berjalan elegan dan percaya diri.
Ravendra tidak melepas kaca mata yang bertengger di hidungnya ketika berdiri dan mempersilahkan Gaitsa untuk duduk di sofa dalam ruangan. Wanita itu memiliki firasat buruk melihat berkas-berkas yang berserak di meja saat ia duduk, menelan ludah ketika pria berstatus Direktur Utama itu juga duduk di sebuah sofa tunggal di sisinya.
"Tolong buatkan minuman untuk Nona Gaitsa," ucapnya tanpa melirik sang sekretaris sama sekali.
"Saya rasa tidak perlu repot--"
"Buatkan!" sela Ravendra tegas, tidak memberi kesempatan pada siapa pun membantah perintahnya.
"Baik, Pak."
Gaitsa mengabaikan tatapan tajam wanita yang berlalu setelah Ravendra mengangguk, memberi isyarat untuk cepat melakukan pekerjaan yang diberikan. Gaitsa benar-benar tidak suka berlama-lama bersama Ravendra, tapi ia tahu pasti bahwa pria itu pasti membutuhkannya untuk ikut memeriksa semua laporan.
"Bantu aku melihat beberapa laporan dan tandai hal-hal penting. Aku juga butuh pendapatmu tentang masa depan perusahaan ini."
Gaitsa ingin sekali menolak, tapi entah kenapa tangannya malah terulur untuk membuka salah satu berkas dan mulai mempelajarinya. Ravendra menatap wanita yang langsung melakukan pekerjaan dengan cepat tanpa mengeluh. Padahal ia sudah menyiapkan berbagai alasan dan perintah tidak masuk akal kalau Gaitsa menolak permintaannya.
"Saya akan urus masalah laporan ini. Anda kembalilah bekerja. Banyak hal yang harus di urus juga, kan?"
Gaitsa mendongak saat tidak mendapat jawaban, hanya untuk bersitatap dengan netra coklat terang yang mengingatkannya pada Biyu.
"Terima kasih," ucap pria itu seraya mengalihkan pandangan dan berdiri, kembali pada pekerjaannya sendiri yang menumpuk.
..rasain akibat bikin wanita sakit hati...bikin dia bucin thor biar ngak arogant