Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25 : Penculikan Elina
Langit pagi mulai memerah ketika Spectra dan kelompoknya menunggang kuda menuju Zephyronia. Jalanan berbatu yang membentang di antara bukit-bukit hijau menjadi saksi bisu perjalanan mereka. Arkane, tangan kanan Spectra yang setia, memimpin di depan, memastikan tidak ada bahaya yang mengintai. Celeste dan Sylvie berjalan beriringan, sesekali bertukar canda ringan untuk mengusir kebosanan. Sementara itu, Elina, petualang muda yang penuh semangat, terlihat tak sabar untuk melihat kota Zephyronia.
“Zephyronia,” gumam Elina, matanya bersinar dengan antusiasme. “Kota itu adalah pusat perdagangan terbesar di Valtherion. Aku mendengar bahwa segala macam barang dari seluruh penjuru dunia bisa ditemukan di sana.”
Arkane menoleh dengan ekspresi serius. “Menurut informasi dari lord armond Bukan hanya barang, tapi juga masalah. Zephyronia terkenal dengan intrik politik dan jaringan bawah tanahnya. Jangan lengah.”
Celeste menyeringai, menampakkan sedikit taringnya. “Bahaya? Itu yang membuat perjalanan ini lebih menarik, bukan?”
Sylvie memutar mata. “Tentu saja kau menikmatinya, Celeste. Kau selalu suka keributan.”
Spectra, yang diam selama perjalanan, akhirnya angkat bicara. “Fokus pada tujuan kita. Kita ke sana untuk mencari informasi tentang Velindra, bukan mencari masalah.”
Elina mengangguk. “Aku mengerti, Tuan Spectra. Tapi jika kita menghadapi masalah, aku siap bertarung habis-habisan”
Spectra menatap Elina sejenak sebelum memberikan senyuman tipis. "Memang begitu seharusnya. Tapi ingat, Zephyronia adalah tempat yang belum pernah kita kunjungi. Jangan gegabah.”
Setelah perjalanan dua hari, mereka akhirnya tiba di Zephyronia. Kota pelabuhan itu terlihat megah dari kejauhan, dengan menara-menara tinggi dan pelabuhan yang dipenuhi kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia. Jalanan ramai dengan pedagang, pengrajin, dan pelaut. Aroma laut bercampur dengan rempah-rempah memenuhi udara.
Spectra memimpin kelompok itu menuju kediaman Marquis Mordain, penguasa Zephyronia. Bangunan itu berdiri megah di atas bukit, menghadap pelabuhan. Mereka disambut oleh seorang pelayan yang membawa mereka ke aula pertemuan besar. Di sana, Marquis Mordain menunggu.
Mordain adalah pria paruh baya dengan wajah keras dan mata tajam. Jubah ungunya dihiasi bordir emas, menunjukkan statusnya sebagai penguasa kota. Namun, senyumnya yang tipis memberi kesan ramah.
“Selamat datang di Zephyronia,” kata Mordain dengan suara barat. “Spectra dari The Hunters kan?, namamu sudah terdengar hingga ke sini. Apa yang membawamu ke kotaku?”
Spectra membungkuk sedikit sebagai tanda hormat. “Marquis Mordain, kami sedang mencari informasi tentang seseorang bernama Velindra. Kami mendengar ia memiliki koneksi dengan Zephyronia.”
Mordain mengangkat alis. “Velindra, ya? Nama itu tidak asing. Tapi informasi di kota ini tidak murah, Tuan Spectra.”
Celeste melangkah maju dengan senyum sinis. “Kami tidak di sini untuk berdagang, Lord Mordain. Katakan apa yang kau tahu.”
Sylvie menepuk bahu Celeste. “Tenanglah. Kita tidak ingin memulai keributan.” menenangkan saudari nya itu
Mordain tertawa kecil. “Kalian kelompok yang menarik. Baiklah, aku akan membantu kalian, tapi dengan satu syarat. Ada masalah di pelabuhan—sekelompok perompak telah mengganggu jalur perdagangan. Jika kalian bisa menyingkirkan mereka, aku akan memberi informasi yang kalian butuhkan.”
Spectra berpikir sejenak sebelum mengangguk. “Kami akan menangani perompak itu.”
Saat malam tiba, kelompok The Hunters bersama Elina menyusuri pelabuhan untuk mencari jejak perompak. Lampu-lampu lentera bergoyang tertiup angin laut, menciptakan bayangan misterius di sepanjang dermaga. Namun, suasana yang awalnya tenang berubah mencekam ketika mereka mendengar suara pertempuran.
“Kita harus memeriksanya,” kata Arkane, segera berlari menuju sumber suara.
Mereka menemukan sekelompok pria bersenjata menyerang sebuah gudang. Tanpa ragu, Spectra dan kelompoknya terlibat dalam pertempuran. Arkane memimpin serangan, dagger nya berkilat di bawah cahaya bulan. Celeste dan Sylvie bergerak cepat seperti bayangan, mengalahkan musuh dengan sihir darah milik mereka . Sementara itu, Elina menunjukkan keahliannya dengan busur, menyerang dengan presisi.
Setelah pertempuran usai, mereka menemukan bukti bahwa perompak itu disewa oleh pihak tertentu untuk mengacaukan perdagangan di Zephyronia. Namun, sebelum mereka bisa menyelidiki lebih jauh, suara jeritan terdengar dari arah lain.
“Elina!” teriak Sylvie, menunjuk ke arah sosok yang diseret ke dalam kapal oleh beberapa pria bertopeng.
Spectra segera mengejar, tetapi kapal itu sudah berlayar sebelum mereka bisa menghentikannya.
“Celaka!” Arkane mengumpat. “Mereka menculik Elina.”
Spectra mengepalkan tangan. “Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kita harus menemukan siapa yang berani menculik Elina lalu segera menyelamatkan nya”
Keesokan paginya, mereka kembali ke Marquis Mordain untuk melaporkan kejadian semalam, Mordain terlihat terganggu mendengar berita penculikan itu.
“Ini serius,” kata Mordain. “Jika seseorang menculik salah satu dari kalian, itu berarti mereka tahu siapa kalian sebenarnya. Aku akan mengerahkan orang-orang ku untuk menyelidiki.”
Namun, Spectra tidak ingin hanya menunggu. Ia dan kelompoknya mulai mencari petunjuk di pasar gelap Zephyronia, tempat di mana informasi sering diperjualbelikan. Setelah beberapa jam, mereka berhasil mendapatkan informasi bahwa Elina dibawa ke sebuah pulau kecil di luar kota.
“Pulau itu adalah tempat persembunyian bagi para pedagang budak,” kata seorang informan. “Mereka mungkin berencana menjualnya.”
Mata Spectra menyala dengan kemarahan. “Kita akan berangkat ke sana sekarang.”
Mordain, yang mendengar rencana itu, menawarkan bantuan. “Aku akan menyediakan kapal dan beberapa prajuritku. Tapi berhati-hatilah, tempat itu dijaga ketat.”
Langit malam mulai dipenuhi bintang ketika Spectra dan kelompoknya berlayar menuju pulau persembunyian para perompak. Kapal kecil mereka bergerak perlahan, hanya ditemani suara ombak yang menghantam lambung. Ketegangan terasa di udara. Arkane berdiri di haluan, tatapannya tajam seperti elang yang mengawasi mangsanya. Celeste dan Sylvie duduk di dekat buritan, berbicara pelan di antara mereka. Spectra sendiri berdiri di tengah, matanya tak lepas dari garis pantai yang mulai terlihat di kejauhan.
“Pulau itu,” bisik Arkane. “Jika informasi yang kita dapatkan benar, Elina ada di sana.”
Sylvie menggigit bibirnya. “Semoga saja kita tidak terlambat. Jika sesuatu terjadi padanya…”
“Kita tidak akan membiarkan itu terjadi,” sela Spectra dengan suara tegas. “Elina adalah bagian dari kita. Kita akan membawanya pulang.”
Ketika kapal mendekati pantai, mereka berpisah sesuai rencana. Arkane memimpin prajurit Mordain menyerang dari depan untuk mengalihkan perhatian, sementara Spectra, Celeste, dan Sylvie menyelinap melalui sisi gelap pulau. Dengan gerakan senyap, mereka melumpuhkan beberapa penjaga dan berhasil menyusup ke sebuah gudang besar tempat para tawanan disekap.
Namun, ketika mereka masuk, gudang itu hampir kosong. Hanya ada beberapa tawanan yang terikat dan terlihat ketakutan. Spectra mendekati seorang pria tua yang duduk di pojok.
“Di mana gadis itu? Seorang wanita muda, rambut coklat dengan busur di punggungnya,” tanya Spectra dengan nada mendesak.
Pria itu menggeleng. “Aku tidak tahu. Mereka membawa beberapa tawanan pergi tadi malam. Aku mendengar mereka menyebut tentang kapal besar yang akan membawa mereka ke tempat lain.”
Spectra mengepalkan tangan. “Kapal besar? Ke mana?”
“Aku tidak tahu, Tuan,” jawab pria itu ketakutan. “Tolong, aku hanya petani biasa.”
Sementara itu, Arkane menyeret seorang perompak yang terluka ke dalam gudang. Wajah Arkane penuh dengan amarah, dan matanya memancarkan bahaya.
“Kau akan bicara,” kata Arkane dingin sambil menjatuhkan pria itu ke lantai. “Di mana Elina?”
Pria itu mendesah kesakitan tetapi tetap diam. Arkane tidak menunjukkan belas kasihan. Ia mencabut dagger miliknya dan menekan ujungnya ke leher pria itu.
“Kau pikir aku main-main?” Arkane menggeram. “Bicara, atau aku pastikan ini adalah akhir bagimu.”
Pria itu gemetar. “Tunggu! Aku… aku hanya tahu bahwa dia dibawa pergi oleh pemimpin kami.”
“Siapa pemimpin kalian?” tanya Spectra, mendekat.
Pria itu menelan ludah. “Kami menyebutnya Kapten Jareth. Dia adalah seorang pria yang kejam dan tidak punya belas kasih. Aku tidak tahu ke mana dia membawa gadis itu, aku bersumpah! Dia hanya bilang bahwa gadis itu terlalu berharga untuk dijual di pasar gelap biasa. Dia punya rencana lain.”
“Rencana lain?” Celeste melangkah maju, suaranya sarat kemarahan. “Apa maksudmu?”
“Aku tidak tahu detailnya!” teriak pria itu, air mata mulai mengalir di wajahnya. “Aku hanya tahu dia punya koneksi dengan seseorang di kerajaan. Kapten Jareth sering berbicara tentang penguasa yang membayarnya dengan sangat mahal.”
Spectra berdiri diam sejenak, mencoba mencerna informasi itu. “Arkane, cukup,” katanya akhirnya. “Dia tidak tahu lebih banyak.”
Arkane menggeram, tetapi melepaskan pria itu. “Kau beruntung hari ini,” katanya dengan dingin sebelum menoleh ke Spectra. “Jadi, apa rencana kita sekarang?”
Spectra menatap kelompoknya dengan serius. “Kita kembali ke Zephyronia. Kita butuh lebih banyak informasi tentang Kapten Jareth dan koneksinya. Mordain mungkin tahu sesuatu.”
Sylvie tampak frustrasi. "Tapi tuan, kita tidak bisa meninggalkan Elina begitu saja! Bagaimana jika dia dalam bahaya sekarang?”
“Tidak ada gunanya bertindak tanpa arah,” jawab Spectra tegas. “Kita akan menyelamatkan Elina, tapi kita harus tahu ke mana mencarinya.”
Setibanya di Zephyronia, mereka segera menemui Marquis Mordain. Kali ini, wajah Mordain tampak lebih serius. Setelah mendengar laporan mereka, ia menghela napas panjang.
“Kapten Jareth,” katanya perlahan. “Aku pernah mendengar nama itu. Dia bukan perompak biasa. Dia bekerja sebagai agen bayaran untuk beberapa orang penting, termasuk bangsawan. Jika dia menculik Elina, itu bukan untuk keuntungan pribadinya. Dia pasti bertindak atas perintah seseorang.”
“Siapa?” desak Arkane. “Siapa yang cukup berkuasa untuk menyewa bajingan seperti dia?”
Mordain menggeleng. “Aku tidak tahu pasti. Tapi aku akan mengerahkan jaringanku untuk mencari tahu. Sementara itu, kalian perlu berhati-hati. Jika Jareth tahu kalian mengejarnya, dia mungkin akan mencoba menghabisi kalian.”
“Itu menarik silahkan saja,” geram Celeste. “Tapi dia akan menyesal.”
Spectra menatap Mordain. “Seberapa cepat kau bisa mendapatkan informasi itu?”
Mordain berpikir sejenak. “Berikan aku waktu dua hari. Itu waktu tercepat yang bisa aku janjikan.”
Spectra mengangguk. “Baiklah dua hari. Setelah itu, kami akan bergerak.”
Malam itu, Spectra duduk sendirian di tepi balkon penginapan mereka. Angin laut berhembus lembut, tetapi pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Elina telah menjadi bagian dari kelompok mereka, dan gagasan kehilangan dia membuat hatinya berat.
“Tuan ku, Tidak bisa tidur?” tanya Arkane, muncul dari bayangan.
Spectra mengangguk pelan. “Aku tidak suka merasa tidak berdaya. Elina ada di luar sana, mungkin dalam bahaya, dan kita hanya bisa menunggu.”
Arkane duduk di sebelahnya. “Kita akan menemukannya, Tuan Spectra. Aku tahu itu. Kau tidak pernah meninggalkan siapa pun.”
Spectra menoleh, menatap bawahan nya itu. “Dan jika kita gagal?”
Arkane tersenyum tipis, penuh keyakinan. “Kita tidak akan gagal. Aku percaya padamu"
Kata-kata Arkane sedikit meredakan kecemasan Spectra. Namun, di hatinya, ia tahu bahwa perjalanan mereka semakin berbahaya. Mereka bukan hanya melawan perompak, tetapi juga kekuatan besar yang bersembunyi di balik bayangan. Dan Velindra, nama yang terus membayangi mereka, mungkin memiliki hubungan langsung dengan ini semua.
Prioritas The Hunters sekarang berbeda, Spectra mengesampingkan tentang Valendrina dan fokus terlebih dulu dengan Elina.
Ketika fajar menyingsing, Tujuan Spectra hanya menyelamatkan Elina Secepatnya dan mengungkap kebenaran, apa pun yang diperlukan.