Dunia Sakura atau kerap dipanggil Rara, hancur seketika saat video dia yang digerebek sedang tidur dengan bos nya tersebar. Tagar sleeping with my boss, langsung viral di dunia Maya.
Rara tak tahu kenapa malam itu dia bisa mabuk, padahal seingatnya tidak minum alkohol. Mungkinkah ada seseorang yang sengaja menjebaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Jovan kembali ke rumah Rara dengan harapan, istrinya itu sudah ada di rumah, tapi ternyata sampai maghrib, Rara belum juga pulang. Berkali-kali dia mencoba telepon, masih tidak bisa. Kalau saja mertuanya ada di rumah, dia pasti minta nomor telepon Haidar, sayangnya mertuanya pun juga masih belum pulang, masih di toko.
Jovan mondar-mandir di teras sambil terus menatap ke arah pagar. Sudah mau masuk waktu isya, tapi Rara masih juga belum pulang. Barusan dia menelepon Dista, bilang jika hari ini lembur agar istrinya itu tak khawatir. Akhirnya, yang ditunggu sampai juga, dia melihat mobil warna putih milik Haidar berhenti di depan rumah.
"Ada Jovan, Ra?" Haidar memperhatikan mobil yang terparkir di carport, yang dia kenali sebagai mobil Jovan.
Rara melihat ke arah teras rumahnya, mendengus sebal saat mendapati Jovan ada disana. "Makasih ya, Bang, hari ini udah ngajak aku seneng-seneng." Tadi selain setelah ke festival kuliner, Haidar mengajak Rara ke sebuah danau, menikmati sunset sambil menghabiskan makanan yang mereka beli tadi. Mampir di masjid untuk sholat magrib, baru pulang.
"Aku yang makasih, udah di traktir banyak, mana bensin juga diisiin full. Sering-sering ya, kayak gini," Haidar tersenyum penuh arti.
"Ya udah, aku masuk dulu ya, Bang. Maaf gak bisa ngajak mampir, ada itu?" dia menunjuk dagu kearah teras.
Haidar mengangguk sambil tersenyum. Setelah Rara memasuki halaman rumahnya, baru dia menjalankan mobil, meninggalkan rumah Rara.
"Darimana?" tanya Jovan saat Rara baru menginjakkan kaki di teras. Raut wajah dan nada bicaranya, membuat Rara tahu jika suaminya itu sedang marah. Tapi wajar sih, karena dia memang tak izin mau keluar tadi.
"Jalan-jalan," sahut Rara sambil melewati Jovan begitu saja, tidak mencium tangannya lebih dulu, langsung masuk ke dalam rumah.
"Kenapa gak izin dulu sama aku?" Jovan mengikuti di belakang Rara. "Ra," panggilnya saat Rara tak segera menjawab, malah terus jalan dan masuk ke dalam kamar. Kehamilan yang sudah jalan 6 bulan, membuat Rara pindah ke kamar yang ada di lantai satu. "Rara," kesal pertanyaannya tak ditanggapi, Jovan menarik lengan Rara, membuat wanita itu menghadap ke arahnya. "Aku lagi ngomong, bisa gak dijawab?"
"Aku capek, Bang." Rara menarik lengannya dari tangan Jovan lalu melepaskan hijab, menggantung di tempat biasanya.
"Kenapa kamu gak izin dulu ke aku kalau mau keluar? Kamu tahu kan, seorang istri dilarang keluar tanpa izin suaminya."
"Ya, aku tahu," Rara menatap Jovan dingin. "Aku salah, aku berdosa karena keluar tanpa izin kamu. Dan sekarang, pulanglah pada istri mudamu. Jangan buat aku menambah dosa lagi karena mengambil jatah Dista, membuat kamu tidak adil." Dia membalikkan badan, berjalan ke arah meja rias lalu duduk di kursinya.
"Aku minta maaf soal semalam," Jovan mendekati Rara.
"Gak perlu. Semalam, aku yang salah. Aku yang tak tahu diri." Dia mengambil kapas dan micelar water, menghapus make up di wajahnya.
Jovan menatap pantulan wajah Rara di cermin, menyentuh bahu istrinya tersebut. "Semalam aku di rumah mertua, Ra, kalau saja di rumah sendiri, aku pasti kemari."
"Basi," gumam Rara lirih. "Pulanglah, Dista menunggumu. Aku lelah hari ini, malas kalau masih mau ditambah berantem dengan Dista."
"Aku tadi nyari kamu di food festival, tapi gak ketemu. Kamu kemana aja sama Haidar?"
"Jalan-jalan."
"Iya, jalan-jalan," Jovan berdecak kesal. "Maksud aku jalan-jalan kemana?"
"Lihat sunset."
"Kalau pengen lihat sunset, kenapa gak ngajak aku aja sih?"
Rara membuang nafas berat, menatap Jovan dari cermin sambil tersenyum getir. "Kan sekarang jatahnya Dista. Ah, aku lupa," dia tiba-tiba tertawa. "Sekarangkan gak ada jatah-jatahan lagi, aku sudah bebasin kamu. Kamu milik Dista sepenuhnya."
"Apaan sih ngomong kayak gitu, aku masih suami kamu. Aku tetap akan sama kamu saat masuk jatah kamu."
Dring dring dring
Jovan menghela nafas panjang saat ponsel di sakunya berdering.
"Jawab, Bang, itu pasti maduku yang telepon," Rara lanjut membersihkan wajah.
Jovan mengambil ponsel di saku yang deringnya sudah berhenti. Mengirim pesan pada Dista jika masih harus lembur.
"Pulanglah, nanti kamu dosa."
"Aku temenin sampai kamu tidur, setelah itu aku pulang."
"Gak usah," Rara beranjak dari duduknya, berdiri berhadapan dengan Jovan. "Hari ini aku lelah, bahkan sekarang rasanya sudah ngantuk. Habis sholat isya pasti langsung tidur. Aku gak butuh kamu disini," dia tersenyum penuh arti sambil mengusap lengan Jovan.
"Kamu kenapa ngomong kayak gitu sih, Ra?"
Rara berjalan menuju almari, mengambil piyama dari sana. Dia ingin segera tidur setelah sholat, kakinya terasa pegal.
"Terus aku harus ngomong gimana, Bang?" Rara membalikkan badan, tersenyum pada suaminya yang terus mengikuti kemana dia melangkah. Dia tak mau berdebat, apalagi marah-marah yang hanya akan membuat tekanan darahnya tinggi. Saat ini, dia sedang ingin menikmati hidup dan membiasakan diri tanpa Jovan. 4 bulan ini, dia yakin, Dista sudah cukup tersiksa dengan kehadirannya di rumah tangga mereka, karena tak ada satupun wanita di dunia ini yang bahagia saat dipoligami. Sekarang dia sudah lelah, mungkin menganggap diri sebagai janda adalah pilihan yang tepat.
Rara masuk ke kamar mandi untuk ganti baju, berharap saat keluar, Jovan sudah tidak ada di kamarnya, tapi rupanya dia salah, suaminya itu masih ada disana, malah sedang rebahan di ranjang sekarang. Maunya apa sih, giliran disuruh datang gak datang, saat disuruh pergi, malah gak mau.
"Aku temenin sampai kamu tidur."
Rara mendengus kesal. "Aku bilang, PULANG!" tekannya.
"Ra."
"Baiklah, aku tidur di kamar Mama aja," Rara berjalan ke arah pintu.
"Ok, ok, aku pulang." Jovan akhirnya mengalah, turun dari ranjang, mengambil ponsel yang kunci mobil yang ada di atas nakas. "Aktifin ponsel kamu." Dia menghampiri Rara, mengusap perut istrinya tersebut. "Papa pulang dulu," ucapnya sambil mengecup perut Rara. "Kalau ada apa-apa, telepon aku."
Rara tak menjawab, hanya memutar kedua bola matanya malas. Ditelepon juga belum tentu mau datang, kayak semalam.
sana sini udah kek WC umum istri tersayang Jovan...
nikmati hasil jebakanmu Dista...
goyang gih sampe gempor 🤣🤣🤣🤣
astaghfirullah, rasain lu. malu banget dah kalau tubuh jg sdh dikonsumsi publik
kpok dista..
ganyian yg masuk perangkap fino..
kalo mau ngelayani pasti ngancam nyebarin video dista dan bastian..
bahaya punya koleksi video syur pribadi..
kalo kecopetan atau kerampokan kan bisa disebarin orang lain..