Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Ate... Juga mau janji untuk menjadi Mama Adel kan?" Adel memaksakan diri untuk bangun karena ingin berbuat sesuatu untuk menyatukan mereka. Namun, sebelum Adel bangun secepatnya Arumi berlari.
"Jangan dipaksakan kalau Adel masih sakit" Arumi membantu Adel bangun hingga duduk. Ia melirik Davin yang berada di sebelah Adel nampak termenung tidak memperhatikan putrinya yang tengah kesulitan untuk bangun. "Mungkin pria galak itu kesambet" batin Arumi karena tidak mau menerima kenyataan bahwa sebentar lagi akan menjadi suaminya hanya Davin yang tahu.
"Atee..." Adel mendongak menatap wajah Rumi minta jawaban.
Arumi pun pada akhirnya mengangguk. Entah bagaimana kehidupan Arumi selanjutnya setelah nenjadi istri pria arogan itu. Yang pasti, Arumi melakukan semua ini demi Adel anak yang sangat dia sayangi. Padahal bukan hanya ini tantangan yang harus Arumi hadapi, Malika pasti tidak akan tinggal diam, belum lagi bagaimana tanggapan keluarga besar Arumi sendiri.
Arumi ingat pesan ayahnya. "Jangan menikah jika belum benar-benar dewasa. Dewasa dalam arti mencintai pasangan tanpa sarat, dewasa secara emosional dan psikologis agar kamu bisa bertanggungbjawab dengan diri sendiri dan juga keluarga" begitulah nasehat Seno sang ayah.
"Mana tangan Ate" Adel mengejutkan Arumi.
"Tangan? Kenapa tangan Tante?" Arumi menunjukkan telapak tangan.
Adel mengangkat tangan Rumi meletakkan di pangkuannya. "Telus tangan Papa mana?" Adel juga mengejutkan Davin yang juga hanyut dalam pikirannya sendiri. Tanpa berpikir apa maksud Adel, Davin pun mendekatkan tangan ke depan putrinya. Tanpa mereka duga Adel menumpangkan telapak tangan sang Papa ke punggung tangan Arumi. Keduanya terkesiap masing-masing memandangi wajah Adel yang tengah tersenyum bahagia. "Sekarang Papa Sama Ate sudah jadian" lanjutnya terkikik.
Secepatnya Arumi menarik telapak tangannya dengan perasaan tidak menentu.
"Adel tahu darimana adegan seperti ini?" Davin tidak habis pikir, anaknya tahu masalah orang dewasa.
"Bi Ijah kan suka nonton senetlon, telus Adel pelnah melihat olang jadian sepelti itu Pa" polos Adel, membuat bibir Davin mengulum senyum.
"Sekarang Adel makan dulu ya" Arumi mengalihkan lalu ambil nampan yang berisi menu makan siang. Ia letakkan nampan di sisi Adeline kemudian duduk hendak menyuapi.
"Adel makan sendili saja Ate" ucapnya bersemangat. Kehadiran Arumi benar-benar menjadi obat yang manjur baginya. Adel minta Arumi meletakkan nampan di pangkuannya. Anak itu pada akhirnya makan sendiri walaupun hanya habis separuh.
Davin dengan Arumi tidak ada yang saling bicara hanya memandangi Adel hingga menyudahi makan, kemudian Arumi membereskan nampan ke tempat semula.
Satu jam kemudian, Adel akhirnya tidur. Sementara Rumi dengan Davin tidak ada tegur sapa. Davin sedang mengecek imail, sementara Arumi tengah membahas kegiatan akhir kegiatan kampus di grup wa bersama teman satu kelas. Setelah selesai Arumi keluarga begitu saja lalu duduk di taman rumah sakit.
"Ya Allah... jika memang pria sombong dan angkuh itu adalah jodohku, jadikanlah ia imam yang baik untukku" Arumi komat kamit berdoa sambil menatap bunga mawar warna warni
"Kamu yakin mau menikah dengan saya?" Tanya Davin, pria itu tiba-tiba berada di samping Arumi yang tengah duduk di kursi taman.
"Yaaah... semua ini saya lakukan demi Adeline" jawab Arumi tanpa menoleh ke arah Davin.
"Apakah tidak akan menyesal jika pernikahan Ini kamu lakukan atas desakan anak saya" Davin tahu jika Arumi masih sangat muda.
Davin akhirnya ikut duduk di kursi yang sama dengan Arumi
"Ya sudah, sekarang sebaiknya Pak Davin jelaskan pada Adel bahwa kita tidak akan menikah jika Bapak berani ambil resiko" ketus Arumi, menoleh sekilas lalu melengos.
"Lalu kapan saya bisa bertemu kedua orang tua kamu untuk membicarakan hal ini lebih lanjut" Davin rupanya akan mulai untuk menjalani hidup baru.
"Jangan sekarang, saya mau pulang dulu" Arumi akan berbicara dengan kedua orangtuanya lebih dulu, bukan lantas tiba-tiba melamar padahal belum tentu sang ayah menyetujui.
"Tapi perlu Pak Davin ingat, seandainya saya sudah menjadi istri Bapak, jangan sampai menyentuh tubuh saya sebelum Pak Davin benar-benar menganggap saya istri" tegas Arumi.
"Pernikahan macam itu?" Davin geleng-geleng kepala, jika orang sudah menikah tentu sudah menjadi suami istri, tetapi Arumi aneh menurutnya. Lagi pula Davin sering melihat Arumi menjalankan ibadah, bukan tidak mungkin jika Arumi tidak tahu hukum pernikahan dalam islam.
"Bapak memang lupa, atau pura-pura lupa, selama saya bekerja di kantor, Pak Davin selalu memperlakukan saya semena-mena" Arumi akan merubah sikap seandainya Davin pun melakukan hal yang sama.
Davin hanya diam entah apa yang pria itu pikirkan.
"Anggap saja kita teman yang tinggal dalam satu rumah Pak, kita sama-sama membahagiakan Adel" Rumi membuat perjanjian seperti ini sebenarnya tidak benar, tetapi ia ingin tahu apakah Davin bisa merubah sikapnya lebih baik. Jika Davin bisa berubah menyayangi dirinya, maka akan ada pengecualian.
************
Seminggu kemudian Adel sudah benar-benar sembuh dan sudah pulang dari rumah sakit tiga hari yang lalu. Untuk itulah Arumi memutuskan pulang ke Semarang. Namun, anak itu tidak mau Arumi tinggal, walaupun Rose dengan Xanders membujuknya.
"Ate kan sudah lama tidak berjumpa Papa Mamanya, kasihan kan Ate. Sekarang kita antar Ate ke bandara saja yuk" Rose mengusap kepala cucunya lembut.
"Adel mau ikut Ate..." Adel memeluk perut Rumi erat.
"Tante... kalau Adeline saya ajak boleh tidak?" Tanya Arumi. Ia tidak tega juga meninggalkan Adel, bisa-bisa anak itu sedih lantas sakit kembali.
Rose menoleh sang suami minta persetujuan.
"Kamu berapa hari di semarang, Rum?" Tanya Xanders, Davin tentu tidak mau lama-lama berpisah dengan Adel.
"Paling tiga hari Om"
"Mama rasa biarkan saja Adel ikut Pa" Rose percaya kepada Arumi. Lagi pula setelah Arumi disetujui kedua orang tuanya sesuai kesepakatan keluarga Xanders akan menyusul Rumi ke Semarang untuk melamar.
"Papa sih setuju saja, tapi sebaiknya telepon Davin dulu" Xanders pun menghubungi Davin yang sudah berangkat ke kantor. Namun, hingga handphone mati sendiri tidak diangkat. Xanders dengan Rose pun sepakat mengizinkan Arumi mengajak Adel ke Semarang.
Arumi akhirnya berangkat diantar Xanders, Rose dan supir pribadi ke bandara. Tiba di sana, Arumi menuntun Adel hendak cek in.
"Dada Oma... dada Opa..." Adel melambaikan tangan ketika digandeng Arumi hendak masuk ke dalam bandara. Adeline nampak sumringah begitu bahagianya bisa pergi bersama Arumi.
"Dada sayang... kalian hati-hati" pungkas Rose.
Arumi mengangguk dari kejauhan sambil berjalan hingga masuk kemudian cek in.
Bandar Udara Ahmad Yani mereka sudah tiba di sana. Tangan Arumi tidak lepas dari tangan anak yang akan menjadi anak sambung itu.
"Arumi..." panggil seorang pria ketika sudah berada di luar.
...~Bersambung~...