Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
awal
Seorang pria menyeka keringatnya menggunakan sehelai handuk kecil yang ada dilehernya. Ia baru saja selesai berjualan keliling untuk menjajakan dagangan bakso pentolnya. Hari ini sangat laris manis dan ia sangat bersyukur.
Ia memarkirkan motornya didepan halaman rumah yang merupakan kontrakan yang ia tempati bersama sang istri dan juga seorang anak yang lucu dari buah cinta pernikahan mereka.
Meskipun rumah kontrakan, tetapi itu cukup untuk membuat mereka hidup dalam kebahagiaan.
"Ayah...," sambut seorang balita berusia 5 tahun bernama Rayan. Ia terlihat menggemaskan dengan pipi cuby dan juga kulitnya yang bersih, ia sangat mirip dengan Tafasya sang ibunya yang berwajah cantik.
"Iya, Sayang." sahut pria tersebut dengan senyum sumringah dan menggendongnya. Seketika rasa lelah hilang begitu saja setelah melihat puteranya yang begitu hangat menyambutnya.
Pipi gembul itu tak lewat dari hujanan kecupan gemas yang dilayangkan oleh sang ayah.
Sesaat drama kemesraan itu terhenti saat sebuah sepeda motor berhenti tepat didepan halaman rumah dengan dua boks berisi barang, yang mana pria itu tak lain adalah kurir langganan sang istri yang hampir setiap hari membeli barang online.
"Pakeeeet!" seru pria itu untuk memanggil langggannanya.
Seorang wanita cantik dengan rambut ikal mayang sepinggang keluar dari dalam rumah dengan wajah yang sangat glowing dan penampilan bak seorang artis.
Ya, Tafasya adalah wanita yang selalu berpenampilan cantik meskipun didalam rumah dan apalagi keluar rumah, maka penampilannya akan terlihat seperti seorang istri konglomerat.
Hal itu ditunjang karena sang suami yang selalu menuruti semua inginnya dan itu tak dapat dibantah.
"Mas, bayar uang paket skincare ku," ucap Tafasya, lalu mengambil paketnya dan nyelonong msuk kedalam rumah, bahkan ia tak menanyakan apakah suaminya laris dagangannya atau tidak hari ini.
Pria itu menghela nafasnya dengan berat. Sejujurnya ia sudah menasehati sang istri agar tidak terlalu begitu boros, apalagi berbelanja tanpa mengontrol keuangan dan terkesan hedon.
Pria yang tak lain adalah Arya menatap punggung istrinya yang berlalu masuk kedalam rumah, dan merogoh dompetnya serta menanyakan berapa jumlah harga barang yang dipesan oleh sang istri.
"Berapa, Bang?" tanya Arya dengan sopan. Meskipun ia tak suka dengan perbuatan istrinya, akan tetapi ia tak ingin membuat wanita yang telah melahirkan anaknya itu malu dihadapan orang lain.
"Tiga ratus lima puluh ribu, Mas," sahut kang paket memberitahu.
Arya mengambil uang hasil penjualannya, lalu menyerahkannya pada pria yang merupakan kurir tersebut.
"Makasih, Mas," sahut pria itu, lalu pergi meninggalkan rumah tersebut.
Setelah kang paket pergi, Arya memasuki rumah dengan menggendong Rayan yang masih betah bergelayut didalam pelukannya.
"Sayang, buatkan Mas Teh manis panas," pintanya dengan sangat lembut pada sang istri yang saat ini sedang berbaring dikursi tamu sembari bermain ponsel.
Arya melihat sang istri tak bergeming, dan tampaknya Tafasya begitu fokus pada ponselnya.
"Sayang...,"
Buat sendiri, Mas! Aku masih sibuk!" sergahnya dengan kasar. Bahkan menoleh pun ia tak sudi.
Tampak raut wajah kecewa begitu kentara saat sang istri menghardiknya. Namun rasa cinta yang begitu besar dihatinya untuk sang istri, dan buah hati yang menjadi pelipur lara dihatinya membuat ia harus bersabar, dan berharap jika tulang rusuknya itu akan berubah suatu saat nanti dan menjadi istri idaman yang ia harapkan.
Pria itu menurunkan Rayan dan ia berjalan ke arah dapur untuk menyeduh teh panas untuk dirinya sendiri dan ini sudah sering terjadi.
"Yah, Yayan mau mobil," ucap sang bocah yang ternyata membuntutinya dari arah belakang.
Arya tersentak kaget mendengar suara manja dari buah hatinya itu.
Ia merunduk, lalu berjongkok dengan meletakkan segelas teh panas ditangannya diatas lantai. "Mau beli mobil-mobilan ya?" tanya Arya penuh kasih.
Bocah menggemaskan itu mengangguk cepat. "Iya,"
Arya tersenyum manis. Lalu mengusap ujung kepala sang anak. "Sabar ya, Sayang, nanti ayah belikan," janjinya pada sang bocah.
Seketika raut wajah Rayan berubah ceria. Ia tak sabar untuk menunggu masa itu tiba. Bocah itu mendekap sang ayah, lalu memberikan kecupan manis dipipi pria yang selalu memberikan cinta sepenuh jiwa.
"Ya, sudah, ayo mandi, kamu bau asem," ajak Arya pada puteranya. Bocah itu mengangguk tanpa bantahan.
*****
Malam terlihat mulai beranjak.. Arya dan puteranya sudah bersiap hendak ke luar rumah, akan tetapi Tafasya masih sibuk ponselnya dan berbaring disofa. Wanita cantik nan mempesona itu terlihat tak memperdulikan waktu.
"Sayang, kamu ikut tidak keluar?" ajak sang suami dengan lemah lembut.
Wanita itu hanya melirik dengan tatapan tak acuh. "Kamu saja, Mas. Aku lagi malas," sahutnya datar.
Arya mengerutkannya keningnya. Ia merasa jika sang istri selalu menolak jika ia mengajaknya keluar.
"Apa kamu malu pergi denganku? Atau karena motor kita yang tidak bagus, sehingga kamu malu untuk keluar denganku?" Arya mulai mencerca.
Seketika Tafasya bangkit dari tidurnya, lalu menatap marah pada sang suami. "Kamu semakin lama semakin cerewet ya, Mas. Kalau kamu sadar akan apa yang membuatku malu jalan sama kamu! Maka jangan bertanya lagi kenapa aku memilih dirumah!. Lagi pula kamu kerja setiap saat tidak membuatmu kaya, kita hidup dalam kemelaratan terus, aku capek hidup dengan kamu, Mas!" jawab Tafasya yang menciptakan goresan luka dihati pria tersebut.
Wanita itu bangkit dari sofa, lalu menuju kamar dan membanting pintu dengan sangat keras.
Braaaaaak...
Sebuah dentuman yang memekakkan telinga mewarnai keributan malam ini.
Secara refleks Rayan meraih jemari sang ayah dan menatap sendu.
Arya menoleh kepada sang bocah, memaksa mengulas senyum pahit, dan mengusap ujung kepala puteranya. "Mama sedang tidak enak badan. Ayo ke luar berdua saja," ajaknya dengan nada sedih yang tersamarkan oleh kekuatan yang hampir runtuh.
Keduanya menuju sebuah minimatket dengan sepeda motor yang terbilang jadul, sedangkan Tafasya kembali melanjutkan bermain ponselnya dan ia berada dititik jenuh yang sangat tinggi.
Tak berselang lama, terdengar suara memanggil didepa rumahnya, dan hal itu membuatnya merasa penasaran, sebab ia mengenali suara tersebut.
Ia bergegas bangkit, lalu menuju pintu depan, dan membukanya, tampak disana berdiri dua orang yang sangat ia kenal, mereka tak lain adalah Ani-ibunya dan juga Sony sang adik.
"Ibu, Sony, kenapa datang tidak memberi kabar?" tanya Tafasya dengan raut wajah yang terkejut.
"Apakah kau hanya membiarkan kami berdiri didepan pintu tanpa mengijinkan untuk masuk?" tanya wanita paruh baya itu dengan wajah juteknya.
"Eh, iya, masuk, Bu, Son," jawab Tafasya dengan nada datar.
Kedua orang itu memasuki rumah kontrakan dengan tatapan menelisik setiap ruangan yang ada.
"Dimana suami miskinmu?" tanya Ani dengan nada menghina.
"Keluar sebentar,"
"Tiap hari kerja, toh miskin juga!" cibir wanita itu dengan nada mencibir. Ia menampakkan ketidaksukaannya terhadap sang menantu yang ia anggap sangat sial telah mendapatkan Tafasya yang cantik jelita.
Ani menoleh kearah sang anak. "Kamu sebaiknya bercerai saja dengan Arya, apa kamu mau miskin seumur hidupmu?" tanya wanita itu dengan nada intimidasi.