NovelToon NovelToon
Married By Accident

Married By Accident

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Coffeeandwine

Riin tak pernah menyangka kesalahan fatal di tempat kerjanya akan membawanya ke dalam masalah yang lebih besar yang merugikan perusahaan. Ia pun dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kehilangan pekerjaannya, atau menerima tawaran pernikahan kontrak dari CEO dingin dan perfeksionis, Cho Jae Hyun.

Jae Hyun, pewaris perusahaan penerbitan ternama, tengah dikejar-kejar keluarganya untuk segera menikah. Alih-alih menerima perjodohan yang telah diatur, ia memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Riin. Dengan menikah secara kontrak, Jae Hyun bisa menghindari tekanan keluarganya, dan Riin dapat melunasi kesalahannya.

Namun, hidup bersama sebagai suami istri palsu tidaklah mudah. Perbedaan sifat mereka—Riin yang ceria dan ceroboh, serta Jae Hyun yang tegas dan penuh perhitungan—memicu konflik sekaligus momen-momen tak terduga. Tapi, ketika masa kontrak berakhir, apakah hubungan mereka akan tetap sekedar kesepakatan bisnis, atau ada sesuatu yang lebih dalam diantara mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

After The Date

Jae Hyun memberhentikan motornya di depan gedung apartemen Riin, lampu jalan menyinari mereka dalam warna kekuningan yang redup. Suara mesin motor yang kini dimatikan meninggalkan kesunyian yang hanya diisi oleh desir angin malam. Riin turun dengan hati-hati, tangannya masih mencengkeram jaket denim yang tadi ia kenakan. Udara dingin kembali menusuk setelah motor berhenti, seolah mengingatkan bahwa malam ini belum berakhir dengan nyaman.

Saat ia melepaskan helm dan menyerahkannya kembali pada Jae Hyun, pria itu menatapnya sejenak sebelum menggeleng. "Simpan saja," katanya datar, tetapi ada ketegasan dalam nadanya. "Kelak kau akan sering menggunakannya saat bepergian denganku."

Riin mengangkat alis, tak menyangka dengan pernyataan itu. "Sering? Kau terlalu percaya diri, ya? Siapa bilang aku mau naik motor bersamamu lagi?"

Jae Hyun hanya mengangkat bahu, mengabaikan nada sarkastisnya. "Kalau kau tidak mau, berarti kau harus siap berjalan kaki setiap kali kita harus bertemu. Pilihan ada di tanganmu."

Riin mendengus pelan, menerima helm itu dengan malas. "Baiklah. Tapi lain kali beritahu aku lebih awal jika kau ingin menggunakan motor. Aku tidak ingin kerepotan seperti tadi, harus bolak-balik berganti pakaian agar lebih nyaman."

“Aku mengerti.” Jae Hyun mengangguk singkat, tetapi kemudian ia menambahkan dengan nada lebih santai, “Tapi lain kali, bisakah setidaknya kau memanggilku Oppa? Bagaimanapun, aku ini lebih tua darimu.”

Pernyataan itu membuat Riin menatapnya tajam, ekspresi wajahnya langsung berubah menjadi penuh penolakan. “Aku tidak mau!” jawabnya tegas, tanpa ragu.

“Astaga, ternyata kau masih seorang bocah yang tidak mengerti sopan santun.” katanya sedikit sinis.

“Sopan santun?” Riin melipat tangan di dadanya, menatap pria itu dengan ekspresi menantang. “Sudah kubilang, aku tidak akan bersikap sopan pada pria sepertimu. Kau tahu kenapa, kan? Karena kau terlalu menyebalkan!”

Jae Hyun hanya menggelengkan kepala, wajahnya seperti mengatakan bahwa ia sudah menyerah berdebat dengan gadis keras kepala itu. “Baiklah,” katanya dengan nada menyerah yang pura-pura. “Kalau begitu, aku juga tidak akan bersikap baik lagi padamu.”

“Bagus,” sahut Riin dengan nada puas, sebelum berbalik dengan langkah cepat menuju pintu masuk apartemen. “Selamat malam!” serunya, tetapi ia tidak menoleh sedikit pun.

Namun sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, suara Jae Hyun memanggilnya, memecah kesunyian malam. “Hei, tunggu dulu!”

Riin berhenti, berbalik dengan enggan. “Ada apa lagi?” tanyanya, suaranya malas, tetapi matanya memandang penuh rasa penasaran.

Jae Hyun turun dari motornya dan menghampiri Riin dengan langkah santai tetapi mantap. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia berjongkok di depan Riin, membuat gadis itu terkejut. “Hei, apa yang kau lakukan?” tanyanya dengan nada panik.

Tanpa menjawab, Jae Hyun mengangkat salah satu kaki Riin, memperlihatkan tali sepatunya yang terlepas. Tangannya dengan cekatan mulai mengikat tali sepatu itu kembali, membuat simpul yang rapi. “Kenapa kau selalu ceroboh seperti ini?” gumamnya, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Riin terdiam, menatap Jae Hyun yang tengah berjongkok di depannya. Jantungnya berdebar kencang tanpa ia sadari, dan ia tidak tahu apakah itu karena dinginnya malam atau karena gerakan pria di depannya yang terasa begitu penuh perhatian. Ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada kata yang keluar.

Ketika Jae Hyun selesai, ia berdiri, menepuk-nepuk tangannya seolah baru saja menyelesaikan pekerjaan kecil yang sepele. “Jangan salah paham,” katanya dingin, ekspresi wajahnya kembali serius. “Aku hanya tidak ingin kecerobohanmu ini berdampak pada orang lain, seperti yang terjadi di bandara tempo hari.”

Ucapan itu langsung menghancurkan rasa hangat yang sempat muncul di hati Riin. Ia merasa ditarik kembali ke kenyataan. “Dasar menyebalkan!” serunya, wajahnya memerah, tetapi kali ini karena marah.

Jae Hyun hanya menatapnya dengan tatapan santai, seolah menikmati kemarahan kecil gadis itu. “Cepat masuk,” katanya akhirnya. “Udara semakin dingin. Kau tidak mau sakit, kan?”

Tanpa membalas lagi, Riin memutar tubuhnya dan bergegas masuk ke dalam gedung apartemen. Langkahnya terdengar cepat dan keras, menunjukkan kekesalannya. Tetapi di tengah kekesalan itu, ia tidak bisa mengabaikan satu fakta: perhatian kecil Jae Hyun tadi, meski dibungkus dengan komentar sinis, telah meninggalkan jejak yang sulit ia hapus.

Sementara itu, Jae Hyun tetap berdiri di tempatnya, menatap punggung Riin yang kini berjalan menjauhinya. Ia menghela napas panjang, lalu mengenakan helmnya kembali. “Dasar keras kepala,” gumamnya sambil menggeleng pelan, tetapi ada senyum kecil di wajahnya. Malam yang dingin itu berakhir dengan rasa hangat yang ia sendiri tidak bisa jelaskan.

***

Pintu apartemen tertutup pelan di belakang Riin, meninggalkan kesunyian malam di luar. Udara hangat dari dalam ruangan langsung menyambutnya, kontras dengan dingin yang masih terasa di kulitnya. Helm yang tadi ia bawa digenggam dengan satu tangan. Langkahnya terdengar ringan di lantai menuju ruang tengah.

Ah Ri, yang duduk di sofa sambil menikmati secangkir teh hijau, segera menoleh begitu mendengar pintu terbuka. Senyum jahil langsung muncul di wajahnya. “Bagaimana kencannya? Apa menyenangkan?” tanyanya dengan nada penuh antusiasme, matanya berbinar seperti seorang anak kecil yang menunggu cerita dongeng.

Riin mendengus, meletakkan helm di atas meja dengan sedikit hentakan kecil. “Hanya sebuah kencan formalitas,” gumamnya dengan nada datar. “Tak bisa dikatakan menyenangkan.”

Ah Ri menatap helm itu dengan rasa ingin tahu, alisnya sedikit terangkat. “Lalu kenapa kau membawa pulang helm itu?” tanyanya sambil menunjuk benda tersebut dengan dagunya.

Riin menghela napas, menatap helm itu seperti sebuah barang asing yang tiba-tiba ada dalam hidupnya. “Dia bilang kelak aku akan sering memakainya, jadi dia memintaku menyimpannya.”

“Oh?” Ah Ri mengangkat alisnya lebih tinggi, kali ini matanya tertuju pada jaket yang masih melekat di tubuh Riin. “Lalu jaket itu juga? Jangan bilang kau sengaja meminjamnya sebagai kenang-kenangan.”

Riin tersentak mendengar ucapan itu, matanya melebar seolah baru menyadari sesuatu. “Astaga! Aku lupa mengembalikan jaket ini!” serunya panik, ia buru-buru melepas jaket itu dari tubuhnya. Wajahnya memerah, entah karena malu atau kesal pada dirinya sendiri.

Ah Ri tertawa, suara tawanya memenuhi ruangan dengan nada yang ringan dan ceria. “Sepertinya jaket itu sangat nyaman ya, sampai membuatmu lupa,” godanya, menatap Riin yang terlihat gelisah.

“Bukan begitu!” keluh Riin, melempar jaket itu ke sofa dengan gerakan frustasi. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha mengembalikan ketenangannya. “Ck, aku rasa hari ini Jae Hyun terlalu mendalami peran hubungan palsu ini.”

Ah Ri meneguk tehnya perlahan sebelum bertanya, “Apa maksudmu?”

Riin mengangkat kepalanya, matanya menerawang sejenak sebelum ia mulai bercerita. “Dia bersikap sangat perhatian... lebih dari yang kubayangkan. Dia meminjamkan jaket ini saat di cable car karena dia tahu aku kedinginan. Lalu di restoran, dia memotong steak untukku, dan ketika tali sepatu ini terlepas di depan apartemen, dia bahkan berjongkok untuk membenarkannya.” Riin menghembuskan napas panjang, seolah mencoba melepaskan beban dari dadanya. “Bukankah itu terlalu berlebihan untuk sesuatu yang seharusnya hanya formalitas?”

Ah Ri mendengarkan dengan saksama, bibirnya melengkung menjadi senyuman kecil yang penuh arti. “Yang kau lihat itu bukan karena Jae Hyun sedang mendalami perannya,” katanya pelan, tetapi nada bicaranya penuh keyakinan. “Itu sifat aslinya. Jae Hyun hanya terlihat dingin dan angkuh di luar, tetapi sebenarnya dia pria yang sangat perhatian. Terlebih lagi terhadap orang yang ia pedulikan.”

Riin mengernyit, menatap Ah Ri dengan pandangan tidak percaya. “Peduli? Maksudmu dia peduli padaku?” tanyanya skeptis.

“Bisa jadi,” jawab Ah Ri santai sambil menyandarkan tubuhnya di sofa. “Dan entah kenapa, aku merasa suatu hari nanti akan ada cinta yang sesungguhnya di antara kalian.”

Riin terkesiap, kata-kata itu terasa seperti sebuah kejutan yang tak ingin ia dengar. “Jangan berpikir macam-macam,” balasnya cepat, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba muncul di dadanya. “Hal itu tidak akan terjadi. Ini semua hanya kontrak, dan tidak ada yang lebih dari itu.”

Ah Ri hanya tersenyum tipis, tidak mengatakan apa-apa lagi. Namun sorot matanya seolah mengatakan bahwa ia tahu lebih banyak dari apa yang diungkapkan oleh mulutnya. Ia memandang sahabatnya yang kini sibuk melipat jaket denim itu dengan canggung, seolah mencoba mengalihkan pikirannya.

Riin, di sisi lain, merasa jantungnya berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua yang dilakukan Jae Hyun hanyalah bagian dari sandiwara. Namun, bagian kecil dari hatinya_yang paling ia benci untuk diakui_merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar formalitas. Sesuatu yang membuatnya takut untuk berpikir lebih jauh.

***

1
Kyurincho
Recommended
Coffeeandwine
Bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!