Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
“Tentu saja! Kebetulan ada teman saya yang baru bercerai, jadi wajar kan, kalau mau cari pasangan baru .... siapa tahu bisa mencari orang yang lebih baik dari mantan!” Nadisa berkata sambil menggandeng tangan Shima dan masuk ke cafe dengan langkah cepat.
Dua wanita itu tidak menyadari bagaimana reaksi Deril di belakang mereka. Pria itu mengepalkan kedua tangannya serta, menatap kepergian mantan istrinya dengan tatapan mata yang membara.
Dia pikir Shima melupakan perjanjian di mana dia tidak boleh berdekatan dengan laki-laki lain selain dirinya.
Karina melihat perubahan raut wajah laki-laki di sampingnya, ia pun mengusap punggung tangan Deril dengan lembut untuk menenangkannya.
“Kamu kenapa? Kamu sudah bagus bercerai dengan Shima, perempuan seperti itu tidak pantas untuk kamu pertahankan!” katanya sambil menyelipkan dua tangannya pada lengan Deril.
Regan dan Emma melihat kejadian itu dan mereka menunjukkan ekspresi wajah yang berbeda.
Regan, yang tahu semuanya tentang Shima dan Deril, pun merasa kesal. Dia menyadari ternyata Deril masih saja bersikap posesif seolah-olah Shima masih menjadi istri sahnya.
Sementara Ema penuh dengan keheranan di pikirannya. Dia pikir Shima dan Nadisa tidak mungkin mengenal orang hebat seperti Daryl dan Karina. Namun, percakapan yang terjadi antara Shima, Karina dan Nadisa di depannya itu, menunjukkan bahwa mereka pernah mengenal sebelumnya. Bahkan, menunjukkan hubungan yang cukup dekat.
“Regan, apa kamu tahu Shima pernah kenal dengan Karina dan Daryl?” tanya Emma sambil menoleh pada Regan.
Namun, laki-laki yang ditanya hanya mengangkat bahunya.
Sesampainya di dalam, mereka duduk di tempat yang sudah dipesan masing-masing. Namun, mereka masih tetap bisa saling melihat satu sama lain. Antara tempat yang dipesan Nella dan juga teman-temannya, hanya dibatasi sebuah dinding terbuat dari anyaman bambu sebatas dada. Batas itu yang memisahkan tempat duduk Deril dan rekan bisnisnya.
Deril, Karina, Regan, Emma dan empat orang lainnya duduk dalam satu meja dengan aneka minuman sesuai pesanan masing-masing. Mereka membicarakan tentang beberapa hal. Salah satunya tentang nama orang-orang yang kelak bisa menjadi pengurus rumah sakit, yang didirikan Deril atas nama keluarganya.
Regan menjadi salah satu orang yang dipercaya untuk memilih sebuah nama kandidat. Dia memiliki paman yang juga menjadi dokter ahli. Keduanya sama-sama menjadi pilihan yang bagus untuk menjadi pengurus dan memulai sebuah rumah sakit baru. Kebetulan pamannya itu dekat dengan keluarga Deril.
Sementara itu, Karina hanyalah orang yang tidak diundang. Dia ikut karena kebetulan baru datang di kantor, saat Deril akan pergi. Pria itu tidak bisa menolak karena Karina meminta Deril mengantarnya pulang setelah selesai pertemuan.
Di meja yang berbeda, Shima terlihat begitu gembira bertemu lagi dengan teman akrabnya semasa SMA.
“Kamu benar, Nad! Kedatangan Shima adalah hadiah terbaik untuk ulang tahunku kali ini! Shima, kamu layak menjadi orang yang pertama kali dapet kue ulang tahun!” kata Nella disambut tepuk tangan kecil ke empat sahabat lainnya.
“Terima kasih Nela! Kamu dan semuanya adalah teman terbaik! Aku bawa ini buat kamu!” Shima berkata sambil menerima kue ulang tahun dan memberikan kado berupa dompet pada Nella.
“Ih! Lucu banget!” kata Nella sambil tersenyum lebar, “pasti anakku juga mau dompet beginian!”
“Hah, kamu udah punya anak? Kok gak diajak? Kok Nadisa gak bilang-bilang sih?” Shima terperangah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Nadisa hanya tertawa kecil sambil menyeruput minumannya.
“Nah! Sekarang kamu sudah tahu, kan? Anakku sama mamaku di rumah, jadi aku bisa menikmati waktuku sendiri,” katanya.
Kegembiraan berlanjut, mereka mengobrol ke sana kemari dengan antusias. Sampai makanan mereka habis dan kue ulang tahun juga tinggal separuh.
Tiba-tiba Regan datang penuh semangat, ada segelas jus jeruk di tangannya. Dia meninggalkan rapatnya dengan sengaja, setelah berpamitan pada sang paman. Dia pikir tugasnya di sana sudah selesai hingga memilih bergabung dengan Shima dan yang lainnya.
Di mana pun, pesta lebih menyenangkan dari pada rapat.
Dia gemas melihat senyum dan tawa Shima yang ringan tanpa beban. Dia ingin menikmati kebersamaan dan melihat kebahagiaan Shima dari dekat.
“Boleh, kan, aku gabung juga! Selamat ulang tahun ya, Nella!” katanya sambil menarik satu kursi dan duduk di samping Shima.
“Terima kasih! Cie, cie, cinta lama bersemi kembali!” kata Nella sambil mengerjapkan mata beberapa kali.
Semua yang ada di sana tertawa bahagia, termasuk Shima. Mereka saling berkelakar dan bercanda sewajarnya, tanpa melupakan etika.
Shima tertawa bukan karena kehadiran Regan, tapi karena melihat ekspresi Nella yang sangat lucu dan menggemaskan. Selain itu, candaan semua teman sangat menggelikan.
“Tentu boleh ya? Kalau gak salah Regan belum menikah! Shima juga! Jadi, aku mendukung kalian berdua!” kata Nella.
Nadisa dan Regan tidak mengomentari ucapan Nella atau berusaha meluruskan sebuah kesalahan, karena menjelaskan pada mereka akan berbuntut panjang.
Identitas suami Shima sangat dirahasiakan apalagi sekarang mereka sudah menjadi mantan. Aneh rasanya kalau tahu-tahu sudah menikah tapi tahu-tahu juga sudah bercerai.
Bukan hanya memalukan bagi Deril, tapi juga Shima.
Nella sedang mengiris kue ulang tahun dan mengobrol dengan Regan, saat tiba-tiba Deril datang. Dia seorang yang tidak begitu dikenal oleh mereka tapi, bukan berarti mereka tidak tahu siapa Deril Pratama. Dia laki-laki yang berpengaruh di Surala.
Deril duduk di samping Shima setelah menarik kursi di dekatnya. Keberadaanya membuat suasana yang tadinya hangat, berubah menjadi beku seolah ada hembusan angin Antartika bertiup di sekitarnya.
“Pak Deril, apakah rapatnya sudah selesai?” tanya Regan.
“Mereka bisa melanjutkannya tanpa aku!” kata Deril datar.
"Mereka semua yang ada di sini adalah teman-temanku, apa Anda juga mengenal mereka?" Regan berkata, dengan berharap Deril merasa canggung dan pergi. Dia bersikap seolah tidak tahu pernikahannya dengan Shima.
"Aku kenal dia! Iya, kan, Shima?" Deril menjawab sambil menatap Shima dari samping.
Sebenarnya Deril cemburu melihat senyum dan tawa Shima yang sangat ceria tapi, tidak ditujukan untuk dirinya. Setiap kali bertemu Shima, wajah gadis itu selalu kaku dan tidak menampakkan kebahagiaan. Namun, yang dilihatnya kali ini sungguh berbeda, membuatnya ingin menikmati kebahagiaan itu bersamanya.
Shima melirik Deril, serba salah dan berusaha menghindar. Bukannya apa-apa, ada Karina yang melempar pandangan sinis ke arahnya. Dia khawatir terjadi ledakan di antara mereka dan menarik perhatian orang.
Sementara teman-teman Shima yang lain membisu seolah mulut mereka tidak bisa bicara. Hanya mata yang berpandangan satu sama lain. Seolah melayangkan pertanyaan yang sama.
“Kenapa dia datang ke sini? Ada hubungan apa orang seperti Deril dengan Shima?”
Shima yang menjadi pusat perhatian semakin bingung dengan kondisi yang dialaminya sekarang.
“Teman-teman, aku harus pulang soalnya hari ini aku belum melihat Ayah!” kata Shima sambil beranjak untuk berdiri. Dia merasa tidak nyaman berada di antara Deril dan Regan. Perasaannya ingin menjaga sahabatnya, sekaligus ingin menjauhkan dirinya dari bahaya.
“Oh iya! Ayahnya Shima itu udah lama sakit!” kata Nadisa mencoba mencairkan suasana.
“Shima, Ayahmu sakit? Sakit apa?” tanya Nella.
“Sakit, gara-gara orang yang gak punya otak, tapi masih saja gak puas padahal Shima dan ayahnya sudah menderita!” kata Nadisa sambil melirik Deril.
Shima melirik Nadisa kesal, sahabatnya itu asal bicara, sedangkan ada Deril di antara mereka. Dia hanya tidak ingin sahabatnya itu mendapatkan masalah.
“Nad, apa ada orang yang sejahat itu ke Shima? Seharusnya dia mati saja,” sahut Nella.
Teman-teman yang lain ikut mengangguk, tanpa tahu siapa orang yang dibicarakan Nadisa.
“Nah, kamu benar! Harapanku juga begitu!” ujar Nadisa, lagi-lagi dia melirik Deril.
“Nella, Nadisa, sudah yah, aku gak apa-apa ... aku senang berada di sini sama kalian, aku permisi dulu!” kata Shima sambil menjabat tangan Nella dan tiga teman lainnya.
“Kamu mau pulang? Ayo kita bareng saja!" kata Nadisa sebab mereka memang berangkat bersama tadi.
"Biar aku saja yang antar!” kata Regan sambil membawa tas Shima di tangannya.
"Oke! Aku percaya sama kamu, Re!" sahut Nadisa, seraya menepuk bahu Regan.
“Regan, gak usah! Aku bisa pulang sendiri!” ujar Shima.
“Ayolah, sekalian jalan aku mau ke rumah sakit juga!” seru Regan tanpa melirik pada Deril, padahal, pria itu matanya hampir keluar karena melotot padanya.
“Gak usah, Re ...,” Shima berkata dengan gusar, sambil melirik pada Deril yang tengah menatapnya juga.
"Jangan menolak, Shima, kita sama-sama ke rumah sakit!"
Shima mengikuti Regan penuh rasa tak berdaya, karena tasnya ada di tangan pria itu.
Baru beberapa langkah Shima berjalan, Deril sudah memegang tangannya dengan erat dan membawanya ke luar kafe.
"Ayo ikut aku!" katanya.
“Deril, lepaskan tanganku!” Shima berkata sambil merapatkan giginya agar tidak terlihat mencolok di mata orang lain.
Keadaan mereka bertiga itu sangat ...
Deril mengabaikan permintaan Shima.
“Pak Regan! Apa kamu gak dengar tadi Shima bilang apa? Dia bisa pulang sendiri!” katanya.
“Lalu, apa hak Anda memegang tangannya? Bukankah Anda sudah bercerai darinya?” tanya Regan sebab protes dari Deril bukan pada tempatnya.
“Kamu gak berhak bertanya apa pun padaku!” kata Deril, dia jelas-jelas cemburu ada laki-laki lain yang memperjuangkan Shima.
“Deril, jangan buat Karina marah, dia masih di sini, kan? Biarkan aku pulang duluan, ya?” Shima memohon, dia tidak ingin ada masalah lain antara Regan dan Deril atau antara dirinya dan Karina.
Shima hanya ingin hidup tenang.
aku cuma bisa 1 bab sehari😭