SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berakhir Dalam Perut Buaya
Damar dan Gaby mulai dekat, bahkan Damar saat ini sudah lebih baik semenjak bersama dengan Gaby, dia sudah jarang berkumpul dengan ketiga teman-temannya.
“Hai, mau berangkat?” Damar sudah ada di depan rumahnya.
“Damar, sejak kapan lo di sini?”
“Gue udah nungguin lo dari tadi, bareng aja sama gue ke kampus yuk!” ajak Damar sambil memberikan helm pada Gaby, gadis itu tampak bingung, lalu Vanno datang mendekati Gaby karena dia juga akan ke kantor.
“Sayang, ayo,” ajak Vanno pada putrinya.
“Iya dad, sorry ya Damar, gue berangkat sama daddy, gimana kalo pas pulang nanti aja?”
“Oke deh, gue jemput lo nanti di kampus ya.”
“Oke.” Damar melajukan motornya dan Gaby menyusul Vanno ke mobil.
“Teman kamu nak?”
“Iya dad.”
“Mau apa?”
“Mau jemput katanya.”
“Satu kampus?”
“Enggak daddy, dia mau jemput aku aja tapi aku nggak mau, aku maunya sama daddy aja.” Vanno mengusap lembut kepala putrinya, sayang sekali Vanno tidak tahu kalau Damar pernah memperkosa Gaby, jika Vanno tahu mungkin wajah Damar sudah dia kuliti.
Semenjak kelahiran anak-anaknya itu, Vanno tak lagi berurusan dengan dunia bawah, dia lebih memilih seperti Sean yang mengembangkan bisnis bersihnya.
Zeline membulatkan matanya ketika melihat Damar menghampiri Gaby, dia berpikir bahwa Damar itu sedang mengancam Gaby.
“Kak Gavino, dia salah satu temannya Aditya, aku sangat yakin kalau dia datangin Kak Gaby buat ngancam Kak Gaby,” bisik Zeline pada Gavino yang saat ini tengah duduk di bangku kemudi dan Zoya duduk di sampingnya.
“Maksud kamu apa dek? Emang kenapa Gaby sampai diancam segala?” Zeline jadi gelagapan, dia lupa kalau Zoya tidak tahu mengenai Gaby.
“Gaby juga memiliki masalah dengan Aditya Zee dan yang tadi itu salah satu temannya Aditya,” jawab Gavino agar Zoya tak banyak bertanya lagi.
“Ooh gitu.”
Gavino melajukan mobilnya menuju sekolah Zeline lalu terus ke kampusnya Zoya. Ternyata Aditya sudah menunggu kedatangan Zoya, dia mencegat mobil Gavino di depan gerbang kampus.
“Buka pintu mobil lo!” titah Aditya sambil menodongkan pistol pada Zoya, Gavino membuka pintu mobil dengan santai, Zoya maupun Gavino tak takut sama sekali dengan Aditya.
“Mau ngapain lagi sih? Kamu itu ganggu banget tau nggak,” kesal Zoya saat Aditya sudah berada di dalam mobilnya.
“Jangan berisik.”
Aditya memberikan alamat pada Zoya, dia meminta Gavino dan Zoya untuk datang ke lokasi yang sudah dia tentukan.
Mobil mereka tepat berhenti di sebuah rumah yang memang Zoya tahu karena Aditya pernah membawanya secara paksa ke sini.
Di sana mereka sudah disambut oleh beberapa anak buah Aditya serta Geo dan Fajar. Aditya memukul tengkuk Gavino dengan kayu balok, pria itu hanya meringis dan sedikit merasa sakit di tengkuknya, Zoya ingin melawan namun Fajar mengancamnya dengan sebuah pistol.
Gavino memberi isyarat pada Zoya agar tidak melawan dulu, bagi seorang mafia seperti Gavino, menghadapi penjahat seperti Aditya ini sangatlah mudah apalagi bagi Zoya, karena dulu dia bahkan sering menjalankan misi bersama dengan Gavino, musuh yang mereka hadapi jauh lebih berbahaya dari Aditya.
Zoya dan Gavino diikat di atas kursi, Zoya dipegang oleh Geo dan Gavino dipegang oleh Fajar, mereka masih menodongkan pistol ke arah Zoya dan Gavino.
Aditya yang memang sudah begitu kesal dengan Zoya, langsung memukul wajah Gavino secara membabi buta hingga darah mengucur dari hidung dan sudut bibir Gavino.
“Udah hentikan, mau kamu itu apa sih Dit?” tanya Zoya, dia tidak ingin Aditya memukul Gavino seperti itu.
“Masih nanya lagi, gue ke sini itu untuk nikmatin tubuh lo dan habis itu gue akan potong tubuh kalian berdua dan kasih hewan peliharaan gue makan.” Gavino yang memang mengerti bahasa Indonesia hanya tersenyum mendengar penuturan Aditya.
Gavino sama sekali tidak melawan ataupun berontak, dia masih mengawasi situasi untuk menyerang mereka, Aditya membawa paksa Zoya ke dalam kamar tempat dimana dulu dia melecehkan Gaby bersama Damar.
Aditya mendorong tubuh Zoya ke atas ranjang, Zoya akan melawan namun Aditya sudah mengerti dengan kemampuan Zoya, pria itu balik menghantam Zoya hingga gadis itu tersungkur.
Zoya meringkuk karena perutnya terasa sakit dan itu dimanfaatkan oleh Aditya untuk mengungkung Zoya.
“Lo beruntung, karena gue nggak meminta teman gue ikutan nidurin lo.”
“Sakit jiwa ya kamu Aditya, dasar pecundang cuih.” Karena Zoya meludahi wajahnya, Aditya langsung memukul wajah Zoya lalu mulai mencumbu Zoya, dengan sebisa mungkin Zoya menghindar dari sentuhan Aditya.
Di luar, Gavino dengan cepat berdiri dari hingga kursi yang dia duduki ikut terangkat, dengan kondisi masih terikat, Gavino dengan mudah melumpuhkan Geo dan Fajar lalu melepaskan diri dari tali yang mengikat dia.
“Kalau mau jadi penjahat, kalian harus belajar dulu, kalian masih amatir boy,” kata Gavino dengan santai.
Dor Dor Dor
Suara tembakan menggema di ruangan itu, kepala Geo dan Fajar berlubang seketika karena peluru yang Gavino tembakkan.
Anak buah Aditya menyerang secara bersamaan, Gavino mengambil tongkat kayu lalu mengayunkannya pada mereka semua hingga tak satupun yang bisa menyentuh Gavino.
Setelah semua tumbang, Gavin memasuki kamar yang mana Aditya tadi membawa Zoya. Ternyata Zoya juga sudah bisa mengalahkan Aditya hingga pria itu terkulai lemas di lantai.
“Kau memang tidak diragukan lagi Zee.” Gavino mengecup singkat kepala Zoya.
“Pulang yuk, biarin aja dia.”
“Mendingan kamu ke mobil dulu, aku akan bereskan mereka semua, di dalam mobil ada obat yang aku beli kemarin.” Zoya mengangguk dan melangkahkan kakinya keluar rumah itu.
Gavino mendudukkan Aditya di atas kursi, dia tak perlu mengikat Aditya karena baginya Aditya hanyalah pecundang.
“Kau tau, aku memang sudah berniat untuk datang ke sini menemui mu, ternyata kau sendiri yang membawaku ke sini. Aku sudah sering menghadapi manusia yang lebih kejam dan beringas dari pada kau Aditya, selama perjalanan hidupku, aku tidak pernah mencari masalah dengan orang lain, siapapun itu, karena bagiku hidup adalah bisnis dan bisnis membutuhkan korelasi yang luas. Bagi siapapun yang mencari masalah denganku atau dengan orang yang aku sayangi, maka aku tidak akan pernah kalah darinya, kau mengerti.” Gavino menembakkan satu peluru ke bahu Aditya, pria itu hanya bisa mengerang kesakitan.
“Aku juga sama seperti mu, penikmat wanita tapi aku tidak pernah memaksa wanita untuk melayani nafsuku. Aku rasa di sana titik perbedaan kita, kau ingin tau apa saja bisnis yang aku geluti?” Gavino mengangkat wajah Aditya agar menatapnya.
“Perjudian, pencucian uang, persenjataan ilegal, obat-obatan terlarang, pembunuh bayaran dan banyak lagi,” lanjut Gavino.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Aditya.
“Avram, pemimpin Quantum Syndicate, ayahmu itu hanyalah sebagian kecil dari orang-orang ku. Kau bisa menanyakan aku padanya, tapi sayang sekali, kau tidak akan melakukan hal itu Aditya.”
“Persetan dengan ucapanmu, aku pasti akan membunuhmu.”
“Haha bagaimana kau akan membunuhku? Gadisku saja sudah membuat kau tidak bisa berdiri, jangan terlalu banyak bicara. Satu lagi, tak ada yang mengetahui identitasku sebagai Avram, jadi karena kau sudah mengetahuinya maka dengan sangat terpaksa, aku harus mengirim mu pada tuhan agar tuhan sendiri yang akan menghukum mu.” Gavino memasukkan muncung pistol ke dalam mulut Aditya.
“Oh iya, hewan peliharaanmu sepertinya akan kelaparan jika kau tiada, aku akan berbaik hati untuk memberinya makan.”
Dor Dor
Dua peluru tembus ke dalam mulut Aditya yang membuat pria itu meninggal seketika. Gavino membawa semua mayat itu ke area belakang rumah dan melemparkan mereka ke arah buaya-buaya yang sedang kelaparan itu.
Gavino menyusul Zoya ke mobil, bajunya sudah dipenuhi oleh noda darah, pria itu melepaskan baju yang dia kenakan dan hanya menyisakan celana hitam panjang miliknya.
“Tolong ambilkan bajuku di jok belakang Zee, aku mau bersih-bersih dulu,” ujar Gavino pada Zoya, gadis itu memberikan baju yang diinginkan Gavino.
Setelah beberapa menit, Gavin kembali ke mobil dengan tubuh yang sudah bersih dan segar, baju yang dia kenakan tadi dia bakar di dalam rumah itu.
“Kamu apakan mereka?” tanya Zoya.
“Aku kasih ke buaya, udah damai mereka dalam perut buaya.” Zoya terkekeh mendengar jawaban santai dari Gavino.
...***...