Rey Clifford, tuan muda yang terusir dari keluarganya terpaksa menjadi gelandangan hingga dipungut dan direkrut kedalam pasukan tentara. Siapa sangka bahwa di ketentaraan, nasibnya berubah drastis. dari yang tidak pandai menggunakan senjata, sampai menjadi dewa perang bintang lima termuda di negaranya. setelah peperangan usai, dia kembali dari perbatasan dan di sinilah kisahnya bermula.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke Utara
...Bab 27...
Bandara Utara
Tidak seperti biasa, di bandara internasional kota Utara, saat ini sangat ramai dikunjungi oleh orang-orang besar lagi berpengaruh. Di mulai dari Gubernur, walikota, kepala polisi daerah, jendral bintang dua di ketentaraan, para pengusaha, bahkan beberapa investor asing pun turut memenuhi ruang tunggu di bandara tersebut.
Entah darimana kabar yang mereka dapatkan bahwa hari ini, Panglima tertinggi pasukan militer kekaisaran Erosia yang baru saja dinobatkan sebagai Raja Utara akan menginjakkan kakinya ke kota yang telah dia kuasai ini. Tapi yang jelas, saat ini mereka sangat antusias menantikan kedatangan orang nomor satu di kota Utara tersebut. Bagi mereka, dapat mengenal panglima yang bagaikan dewa di hati masyarakat itu bagaikan suatu berkah.
Kelak, kota Utara ini sepenuhnya dalam kendali panglima tersebut. Oleh karena itu, inilah masanya untuk menjalin hubungan dengan Raja tersebut. Bisa saja mereka akan mendapatkan proyek skala besar dikemudian hari apabila berhasil menjilat kepada raja Utara. Bagi pejabat pula, ini juga kesempatan bagi mereka. Apabila bisa menarik simpati dari Raja, kemungkinan mereka bisa mempertahankan jabatan mereka di pemerintahan. Dengan begitu, posisi mereka akan terjamin. Karena, menjadi pejabat adalah ladang uang bagi mereka. Memang gaji pokoknya tidak seberapa. Tapi uang sikut kiri dan sikut kanan yang mereka dapatkan bisa membiayai tujuh turunan mereka tanpa khawatir akan jatuh miskin. Pasti tau lah, bukan rahasia lagi bahwa menemukan seorang pejabat yang jujur dan amanah ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Bahkan, mencari jarum ditumpukkan jerami jauh lebih mudah dibandingkan mencari pejabat yang jujur. Rey bukannya tidak tau akan hal ini, tapi dia punya caranya tersendiri untuk menjauhkan diri dari kelompok manusia yang urat malunya sudah putus tersebut.
Suasana kini tampak menjadi heboh tak kala sebuah pesawat mulai menunjukkan tanda-tanda pendaratan.
Tanpa terkecuali, semua orang yang memang sengaja menunggu kedatangan Raja Utara tampak sangat antusias. Mereka berdiri berbaris di lorong VIP membuat dua barisan seolah-olah membentuk pagar betis yang terbuat dari manusia.
Begitu pesawat mendarat, Rey yang melihat adegan tersebut dengan mata tajamnya menjadi tidak senang. Ini karena mereka secara norak membentangkan spanduk bertuliskan, 'Selamat datang Raja Utara'
Rey menggeram marah, kemudian memanggil Falcon.
Falcon pun mendekat dan penuh hormat berkata "silahkan berikan perintah anda, Tuanku!"
"Suruh semua orang itu bubar. Katakan bahwa aku tidak berkenan menemui mereka!"
"Laksanakan!"
Falcon, segera membuka jubah hitamnya, dan saat ini dirinya tampak mengenakan seragam militer yang memiliki tiga bintang pada pundaknya. Wajahnya dingin tanpa ekspresi, sedangkan sepasang matanya memerah seperti seseorang yang habis menenggak ciu satu ember. Sementara itu, Rey yang tidak mengenakkan topeng segera menyelinap diantara penumpang lainnya, kemudian berjalan melalui lorong biasa.
Beberapa petugas pemeriksaan yang beberapa waktu lalu memeriksa tubuh Rey tampak seperti melihat hantu ketika melihat Rey yang tersenyum berjalan kearahnya. Rey kemudian meletakkan jari telunjuknya didepan bibirnya mengisyaratkan agar petugas tadi diam.
Petugas bandara yang nyawanya terasa sampai di ubun-ubun pun menurut tanpa banyak tanya. Kemudian dia segera menyibukkan dirinya memeriksa yang lainnya, sedangkan Rey dengan tenang melenggang meninggalkan bandara. Tapi apa sial, di luar bandara, dia melihat kepala petugas kepolisian yang memeriksa dirinya tempo hari sedang berada di sana dengan mengenakan pakaian preman.
"Anda telah tiba, Yang Mulia?!" Katanya sambil membungkuk hormat.
"Tutup mulut mu!" Kata Rey seraya menarik kerah kemeja polisi tadi, lalu menariknya untuk berlindung di balik mobil.
"Ampun, Yang Mulia. Kedatangan saya ke bandara ini secara pribadi untuk menjemput Yang Mulia. Anggap saya sebagai keledai anda untuk satu hari ini. Kemanapun Yang Mulia menginginkan, saya akan dengan senang hati mengantarkan,"
Belum sempat Rey membalas kata-katanya tadi, Polisi tadi, dengan tidak tau diri melambaikan tangannya. "Tidak merepotkan. Benar-benar tidak merepotkan. Adalah kebanggaan saya dapat melayani Yang Mulia,"
Nyaris saja Rey tersedak dengan tingkah kepala polisi resor tersebut. Padahal Rey ingin menolak dan memilih untuk menaiki taksi, tapi polisi tadi salah sangka dan mengira bahwa Rey merasa tidak enak karena membuatnya repot. Benar-benar asem tingkat tinggi.
Belum sempat Rey membuka mulutnya, polisi tadi sudah membukakan pintu untuknya, kemudian dengan hormat mempersilahkan Rey untuk masuk.
"Yang Mulia, maaf jika mobil saya ini murahan. Maklumlah, gaji seorang aparat polisi tidak sebesar gaji anggota dewan. Ini pun masih nyicil," katanya dengan senyum kecut.
Mau tak mau Rey terpaksa tersenyum melihat keluguan yang ditunjukkan oleh polisi tadi. Akhirnya dia pun memasuki mobil tadi kemudian duduk. Dihatinya hanya ingin segera meninggalkan tempat ini. Dia muak melihat wajah dari setiap orang di bandara yang hanya ingin menjilat demi kepentingan pribadi mereka. Benar-benar sampah pemerintahan.
"Jalan!" Perintah Rey yang membuat polisi tadi mengangguk seperti burung pelatuk. Dan tak lama kemudian, mobil cicilan tersebut segera melaju meninggalkan bandara Utara.
"Yang Mulia..," belum sempat Polisi itu melanjutkan kata-katanya, Rey sudah menginterupsinya dengan lambaian tangan.
"Panggil saja aku Rey!"
Ciiiiit...!
Suara gesekan ban mobil berdenyit di tengah jalan raya. Dan itu adalah ban mobil milik polisi tadi. Jika tidak sigap, kemungkinan kepala Rey sudah benjut akibat terantuk ke kursi didepannya.
"Kau...," Rey memelototi polisi tadi. Sedangkan yang dipelototi menjadi pucat.
"Ada apa?" Tanya Rey heran ketika melihat wajah polisi tadi yang pucat.
"Yang Mulia. Jangan pinta saya untuk memanggil nama anda secara langsung. Saya masih mau hidup. Jika sampai ada yang mendengar saya memanggil nama anda secara langsung, sepuluh kepala pun mungkin tidak akan menyelamatkan saya dari hukuman penggal," kata polisi tadi dengan wajah memelas. Kasihan juga Rey melihat kepolosan polisi ini.
Rey ingin low profil, tapi dia tidak menyangka jika polisi tadi menganggap berbeda.
Sebenarnya memang pantas jika polisi tadi ketakutan. Orang yang ada di kursi penumpang itu adalah Raja, sedangkan dirinya hanyalah polisi biasa. Bahkan, air ludah dari lima ratus ribu pasukan tentara dibawah komandonya pun mampu menenggelamkan dirinya. Mana mungkin dia berani terhadap Rey. Belum lagi dirinya adalah idola seluruh rakyat Erosia. Bahkan dirinya juga sangat mengidolakan sosok Rey sebagai panglima tertinggi dan termuda yang pernah dimiliki oleh Erosia.
Selama ini, dia hanya melihat sosok Rey di televisi. Itupun hanya dari samping dengan wajah mengenakan topeng hitam. Satu-satunya yang membuat dirinya mengenal Rey adalah karena cincin berbentuk naga yang dikenakan oleh Rey. Di seluruh Erosia, tidak satupun orang yang berani memalsukan cincin tersebut. Kalau tidak ingin seluruh keluarganya akan dibantai.
"Jalan! Mengapa malah termenung?" Tegur Rey yang membuat polisi itu gelagapan.
"Ba.., baik Yang Mulia!"
Rey hanya menggaru kepalanya yang tidak gatal melihat tingkah polisi ini. Nanti, jika.ada waktu, dia harus mendidik polisi ini agar jangan memanggil dirinya dengan sebutan 'Yang Mulia' lagi.