Vherolla yang akrab disapa Vhe, adalah seorang wanita setia yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya, Romi. Meski Romi dalam keadaan sulit tanpa pekerjaan, Vherolla tidak pernah mengeluh dan terus mencukupi kebutuhannya. Namun, pengorbanan Vherolla tidak berbuah manis. Romi justru diam-diam menggoda wanita-wanita lain melalui berbagai aplikasi media sosial.
Dalam menghadapi pengkhianatan ini, Vherolla sering mendapatkan dukungan dari Runi, adik Romi yang selalu berusaha menenangkan hatinya ketika kakaknya bersikap semena-mena. Sementara itu, Yasmin, sahabat akrab Vherolla, selalu siap mendengarkan curahan hati dan menjaga rahasianya. Ketika Vherolla mulai menyadari bahwa cintanya tidak dihargai, ia harus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari hubungan yang menyakitkan ini.
warning : Dilarang plagiat karena inti cerita ini mengandung kisah pribadi author
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhulie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Getaran Aneh
Di sore yang tenang, Vherolla sedang duduk di kamarnya, menikmati waktu istirahat setelah seharian bekerja. Namun, ketenangan itu terganggu ketika terdengar suara ketukan pelan di pintu. Ketika membuka pintu, betapa terkejutnya dia melihat Rozak, adik pertama Romi, berdiri dengan senyum kecil. Rozak tidak memberitahu sebelumnya kalau dia akan berkunjung, jadi kedatangannya cukup mengejutkan.
"Rozak? Kamu kok kesini nggak ngabarin dulu?" tanya Vherolla tersenyum menyembunyikan rasa kagetnya.
"Aku lagi pengin curhat, Kak Vhe," jawab Rozak pelan. Wajahnya tampak agak murung membuat Vherolla merasa iba.
Rozak pun masuk dan duduk di kursi yang ada di kamar kos Vherolla. Setelah berbasa-basi sebentar, Rozak mulai mencurahkan isi hatinya. Dia bercerita tentang pacarnya yang menurutnya masih kekanak-kanakan dan sering membuatnya kesal. Ia merasa frustrasi dan lelah harus selalu mengalah.
"Kak, pacarku itu, kok ya nyebelin banget. Kadang pengen aku putusin, tapi ya gimana… aku juga sayang dia," kata Rozak sambil menghela napas.
Vherolla mendengarkan dengan sabar, merasa kasihan sekaligus berempati terhadap masalah yang dihadapi Rozak. Dia mencoba memberikan nasihat terbaik, mengatakan pada Rozak bahwa mungkin pacarnya hanya butuh waktu untuk lebih dewasa.
"Ya, sabar saja, Zak. Kamu kan laki-laki, harusnya bisa lebih memahami. Siapa tahu dia memang masih butuh waktu buat berubah," ujar Vherolla sambil tersenyum ramah.
Rozak tampak berpikir sejenak, lalu tiba-tiba tanpa disangka-sangka, dia menarik Vherolla ke dalam pelukannya. Pelukan itu begitu hangat dan erat, hingga membuat Vherolla merasa canggung. Dia terdiam tak mampu berkata-kata, bahkan tak berusaha untuk melepaskan diri.
"Maaf, Kak Vhe. Aku cuma butuh seseorang buat bersandar," bisik Rozak pelan.
Namun, ada sesuatu yang lain yang ia rasakan saat itu. Getaran aneh yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Tubuhnya terasa berdebar, dan jantungnya berdegup lebih kencang. Rozak yang memeluknya dengan erat, membuatnya merasa bingung. Pikiran Vherolla berusaha melawan perasaan itu, tapi hatinya malah seolah menyerah pada kehangatan yang ia rasakan dalam pelukan Rozak.
Beberapa detik kemudian, keduanya sama-sama terdiam, menyadari situasi yang semakin tidak terkendali. Mata mereka bertemu, dan dalam keheningan itu, ada keinginan terlarang yang hampir membawa mereka lebih jauh. Mereka berdua hanya berjarak beberapa inci, dan bibir mereka hampir bersentuhan ketika...
Ponsel Vherolla tiba-tiba berdering, membuat keduanya terkejut dan tersadar dari keadaan yang hampir lepas kendali itu. Vherolla buru-buru meraih ponselnya, dan melihat nama Romi tertera di layar. Detik itu, rasa bersalah menyergap dirinya, dan ia cepat-cepat melepaskan diri dari Rozak.
"Romi telepon," katanya dengan suara pelan, mencoba menormalkan napasnya.
Rozak yang juga terkejut, langsung berdiri dan merapikan dirinya. Ia menyadari kesalahannya dan hanya bisa tersenyum malu sambil berkata, "Maaf, Kak Vhe. Aku nggak tahu kenapa tadi aku... aku harus pergi sekarang."
Vherolla mengangguk, masih canggung dan bingung. Rozak pun segera berpamitan dan keluar dari kamar kos Vherolla, meninggalkan perasaan campur aduk dalam diri Vherolla. Setelah menutup pintu, ia menenangkan diri, mencoba melupakan kejadian barusan. Namun setelah Rozak pergi, kenangan akan momen itu masih membekas.
Ketika akhirnya Vherolla merebahkan tubuhnya di atas kasur, kejadian tadi kembali terbayang dalam pikirannya. Ada getaran yang ia rasakan, sebuah perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ia merasa bersalah karena membiarkan dirinya terbuai dalam situasi itu, tapi di sisi lain, ia juga tak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul saat berdekatan dengan Rozak.
"Apa yang barusan aku lakukan?" batin Vherolla, merasa bimbang dan bingung. Ia tidak bisa mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Keinginan untuk melupakan kejadian itu justru membuatnya semakin mengingat setiap detail dari momen yang hampir membuatnya jatuh dalam kesalahan besar.
Dengan perasaan kalut, Vherolla hanya bisa menatap langit-langit kamar, mencoba melupakan getaran yang tadi muncul, walau hatinya tahu itu tidak akan mudah.
Vherolla terus memandangi langit-langit kamar, mencoba menenangkan diri setelah peristiwa yang baru saja terjadi. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai perasaan, rasa bersalah, bingung, dan... sesuatu yang lain, yang bahkan tak ingin diakuinya. Ia memegang dadanya yang masih berdegup kencang, mencoba memahami perasaannya. Tak seharusnya ia merasakan apa pun saat dipeluk oleh Rozak. Itu salah, dan ia tahu betul batas-batasnya. Tapi mengapa saat momen itu terjadi, ia justru merasa nyaman?
"Kenapa aku bisa sampai kayak gini, sih?" gumamnya pelan, menyesali dirinya sendiri. "Ini nggak boleh terjadi lagi, harus aku lupakan."
Vherolla menutup matanya, berharap bisa mengabaikan perasaan yang terus muncul. Namun, semakin ia mencoba melupakan, kenangan akan pelukan Rozak justru semakin jelas dalam pikirannya. Ada kehangatan yang sulit ia jelaskan, kehangatan yang membuat hatinya bergetar. Ia bahkan merasakan sedikit rindu pada momen itu, meskipun ia tahu seharusnya itu tidak terjadi.
Keesokan harinya, Vherolla mencoba menjalani aktivitasnya seperti biasa. Namun, bayangan tentang kejadian dengan Rozak kemarin terus mengganggu pikirannya. Ia merasa bersalah pada Romi, yang selama ini telah memberikan perhatian dan kasih sayang padanya. Perasaan bersalah itu menghantui Vherolla setiap kali ia mencoba berfokus pada pekerjaannya. Dalam hati kecilnya, ia merasa tidak pantas menjadi pasangan Romi jika masih menyimpan kenangan tentang pelukan Rozak.
Di tengah kebimbangan itu, ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk. Vherolla buru-buru meraih ponselnya, berharap itu adalah pesan dari Romi. Namun, ternyata pesan itu dari Rozak.
"Maaf soal kemarin, Kak Vhe. Aku nggak bermaksud bikin kamu nggak nyaman. Mungkin aku terlalu larut dalam perasaan."
Vherolla membaca pesan itu berulang kali, merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam cara Rozak berbicara dengannya. Ada kehangatan dalam kata-kata Rozak yang membuat hatinya kembali berdebar. Ia pun membalas dengan hati-hati.
"Udah nggak apa-apa, Zak. Aku juga seharusnya jaga jarak dan nggak terbawa suasana. Makasih udah ngerti."
Tak lama, Rozak membalas lagi, "Aku tahu, Kak Vhe. Aku cuma... ya, semoga nggak mengganggu kamu. Tapi kalau kamu butuh teman cerita, aku selalu siap."
Balasan dari Rozak membuat Vherolla merasa sedikit tenang. Namun, perasaannya masih bercampur aduk. Kejadian kemarin seakan membuka pintu pada perasaan yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Rasa nyaman yang ia temukan bersama Rozak membuatnya mempertanyakan perasaannya pada Romi.
Sore itu, Vherolla memutuskan untuk menelepon Romi, mencoba mengembalikan perasaan cintanya yang sempat goyah. Saat Romi menjawab teleponnya, suaranya yang khas dan penuh perhatian membuat Vherolla merasa lebih baik.
"Hey, sayang, lagi sibuk?" tanya Vherolla mencoba menyembunyikan kegelisahan di suaranya.
"Enggak, kok. Baru selesai bantuin ibu di rumah. Ada apa? Kamu baik-baik aja, kan?" Romi bertanya, terdengar lembut dan perhatian.
Vherolla tersenyum kecil, perasaan bersalah kembali muncul dalam dirinya. Ia merasa tidak adil pada Romi yang telah memberikannya cinta tulus selama ini.
"Enggak, aku cuma kangen aja. Pengin ngobrol," jawab Vherolla mencoba mengalihkan perhatiannya dari bayangan Rozak.
Romi tertawa kecil. "Ya udah, kapan kita ketemuan lagi? Aku juga kangen banget sama kamu."
Obrolan mereka terus berlanjut, dan sedikit demi sedikit, perasaan Vherolla yang sempat goyah mulai mereda. Meski demikian, bayangan akan kejadian kemarin dengan Rozak tak sepenuhnya hilang. Dalam hati, Vherolla tahu bahwa ia harus mengatasi perasaannya ini dan tidak membiarkan perasaan terlarang itu merusak hubungannya dengan Romi.
Namun, setelah menutup telepon, Vherolla kembali teringat pelukan Rozak. Getaran yang ia rasakan saat itu seakan menjadi bayang-bayang yang sulit diabaikan. Ia tahu bahwa ia harus memilih, menjaga hatinya tetap untuk Romi, atau jujur pada dirinya sendiri tentang perasaan yang mulai tumbuh pada Rozak, adik Romi yang seharusnya hanya dianggap seperti adik ipar.
Vherolla menghela napas panjang, menyadari bahwa keputusan ini tidak akan mudah. Ia harus bisa menahan diri agar tidak jatuh lebih dalam ke dalam perasaan yang salah.