Setelah terbangun dari mimpi buruk di mana ia dibunuh oleh pria yang diam-diam ia kagumi, Ellison, Queen merasa dunianya berubah selamanya.
Sejak hari itu, Queen memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kehidupan Ellison. Dia berhenti mengejar cintanya, bahkan saat Ellison dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Setiap kali bertemu Queen akan menghindar- rasa takutnya pada Ellison yang dingin dan kejam masih segar dalam ingatan.
Namun, segalanya berubah saat ketika keluarganya memaksa mereka. Kini, Queen harus menghadapi ketakutannya, hidup dalam bayang-bayang pria yang pernah menghancurkannya dalam mimpinya.
Bisakah Queen menemukan keberanian untuk melawan takdirnya? Mampukah dia membatalkan pertunangan ini atau takdir memiliki rencana lain untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Di sinilah mereka di lapangan basket yang luas, karena Queen berhasil mengubah hukuman dari berjemur matahari hingga membersihkan lapangan basket yang begitu luas. Udara terasa sedikit canggung di antara mereka berempat.
Queen dan Alexi terutama, masih terbayang kejadian di kantin beberapa saat lalu. Alexi bergulat dengan kata-kata Queen yang tajam, sementara Queen sendiri tenggelam dalam rasa bersalah karena kekasarannya.
Sebelum memecah keheningan, Queen mengumpulkan keberaniannya, mengambil napas dalam, dan batuk kecil sebelum berbicara.
"Hm Kak," suaranya lebih lembut dari biasanya, memecah kesunyian yang tajam. Kepala Alexi, Via, dan Monika serempak berputar menghadapinya.
"lo mau ribut lagi sama kita?" tanya Monika, nada suaranya meninggi, skeptis.
Queen menggeleng lembut, matanya menunduk. "Kak, Gue minta maaf atas apa yang terjadi tadi. gue tahu enggak seharusnya kasar. Gue tahu salah, tapi, kakak juga ngerusak barang kesayangan milik gue," ujarnya dengan nada yang rawan, hampir bisik, seolah-olah kata-katanya adalah pengakuan berat yang dilepaskannya perlahan ke udara yang dingin pagi itu.
Dalam hati kecilnya, Queen merasa pahit; bersalah namun tidak menyesali perbuatannya, menurutnya tindakannya itu adalah balasan yang setimpal.
Ketiganya kembali tercengang melihat sikap yang berubah-ubah dari Queen; alis mereka mengernyit seraya Via bertanya, "Lo bunglon, ya?"
Dengan kepala sedikit menunduk, Queen mengeleng, "Bukan, sekali lagi maaf ya kak," jawabnya dengan suara lirih.
Alexi yang biasanya selalu cerewet dan kasar, kali ini terdiam seribu bahasa, membuat dua temannya makin penasaran.
"enggak usah minta maaf," ujar Alexi secara mendadak, membuat Alexi terkejut dan mengangkat kepalanya menatapnya.
"Gue yang salah di sini, gue udah ngerusak barang kesayangan lo, tanpa sadar perbuatan itu sangat lah salah. Sekarang gue ngerti gimana perasaan orang yang barang kesayangannya dirusak," katanya lagi dengan nada yang masih terdengar agak kasar.
"Maaf tentang HP tadi, gue emosi sesaat,Kak."
Via belum puas, "Tapi, gue masih penasaran deh sama lo! Pas Mr. beri hukuman berjemur di bawah terik matahari, lo kembali nyerang Alexi, lo lagi ngehindar matahari ya?"
Pertanyaan itu membuat Queen terdiam, bertanya-tanya dalam hati, apakah sikapnya terlalu mencolok.
Di bawah terik matahari yang menyengat, Queen berdiri, diam seribu kata. Kumpulan bedak di wajahnya hanya tipis, tak mampu menambah rasa percaya diri saat teman-temannya menyorotinya.
"Enggak mungkin lo takut bedak luntur kan? gue liat biasa-biasa aja bedak di wajah lo," celetuk Monika, sambil mendorong rasa ingin tahunya.
Alexi menyipitkan mata, "Lo alergi sama panas matahari?"
Tak ada jawaban dari Queen, hanya keheningan yang menggantung berat.
"Gue anggap lo diam berarti iya," ujar Alexi memotong keheningan itu.
"Emang gue kelihatan banget ya lagi ngehindar sinar matahari?" tanya Queen dengan polos.
"Banget," jawab Via cepat, membuat Queen hanya bisa mengangguk lemas.
"Kenapa lo nggak bilang aja sama gurunya?" tanya Alexi.
"Gue nggak mau orang lain tau, apalagi Kak Ell," kata Queen, suaranya menyerah, matanya menerawang sejenak saat menyebut nama pujaan hati.
"Lo suka banget ya sama Ellison?" tanya Monika, mencoba menyelidik lebih dalam.
Queen hanya bisa memberikan senyum kecut. "iya, sekarang gue nyerang ngejar dia, bagaimanapun gue ngejar dia enggak akan lirik gue,"
"Sebagai ganti permintaan maaf, kalian pulang aja, biar gue yang jalanin hukumannya. Lagian, gue yang buat hukumannya jadi berat gini," ujarnya dengan nada pengorbanan yang mendalam, menggambarkan keputusasaan dan keberanian yang tersembunyi dalam diamnya.
Alexi menggelengkan kepala dengan lembut, matanya menatap dalam ke arah Queen. "Kita hadapi ini bersama, kita berdua berbuat salah di sini. Lagian, gue yang memulai masalah sama lo," ucapnya dengan suara yang hampir tak terdengar.
Penuh perenungan, ia melanjutkan, "Baiklah, mari kita mulai." Lalu menambahkan, "gue enggak nyangka ternyata kak Lexi punya sisi lembut juga,"
"gue yang syok liat lo,Vale.Baru kali ini ada orang yang berani lawan gue," ujar Alexi.
Sedangkan Queen hanya tersenyum tipis, "mungkin gue hanya berani sesaat, kalo gue hadapin anggota the devil,gue pasti takut banget, aura mereka serem, tapi gue malah suka sama yang paling serem itu," celetuknya dengan senyum pahit.
"anggap saja kita bernasib sama," ucap Alexi.
Sementara itu, Queen dengan perlahan membuka kancing kemeja putihnya yang basah oleh keringat, lalu dia mengenakan kaos dalam putih sederhana dan mengikat rambutnya menjadi gaya kuda.
Sean, sebagai ketua keamanan sekolah itu, yang baru saja kembali dari kelasnya, menghampiri mereka dengan langkah yang cool.
"kenapa kalian belum mulai?" tanyanya dari belakang, suaranya memenuhi ruang yang sepi.
Jantung Queen berdegup kencang, ketakutan memenuhi pikirannya.
"Mampus, apa kak Sean dengar percakapan kita ya? gue bahkan sempat sebut nama kak Ell," bisiknya dengan cemas kepada Sean, matanya bergerak gelisah mencari tanda-tanda respon Sean kepadanya.
seru cerita nya🙏
GK jd mewek UIN🤭
ko ada aja yg GK suka