TAMAT 02 NOVEMBER 2023
Ning Aisha menangis setelah King tak sengaja menciumnya. "Jangan dekati aku lagi!"
"Terus, gimana cara Gue jagain Lo, Cengeng?"
"Nggak perlu, aku bisa jaga diri baik-baik! Kita bukan mahram, jangan deket-deket! Setan pasti suka godain Kita, terutama kamu yang nggak kuat iman! Nggak mau shalat. Pasti jadi temen setan!"
"Lo mau dihalalin sama temen setan ini? Bilang! Besok Daddy sama Mom biar ngelamar Lo buat Gue!"
"Sinting..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA-LIMA
Polisi menemukan sejumlah sundutan rokok, cambukan, juga beberapa sayatan cutter tak dalam di belakang tubuh korban. Dari sini King dan sekumpulan anak motornya mulai menjumpai titik terang.
Polisi perlu penyelidikan karena mereka selalu bertindak dewasa. Namun, tidak dengan anggota JAS-MC yang masih anak bergajulan.
King membawa sedikit saja anggotanya yang kurang lebih ada lima belas motor. Mereka menggerebek basecamp Genk Musang.
Dari ciri-ciri bagaimana korban disakiti, King dan teman-teman hapal kebiasaan para musuhnya, yang dengan yakin mengklaim jika pelaku adalah sekumpulan Genk Musang.
Motor-motor JAS-MC masuk ke sebuah bangunan kosong dipenuhi grafiti. Baru masuk saja kedatangan mereka sudah disambut dengan parang.
Genk Musang memang sedikit kejam, meski nyatanya kelompok merugikan ini tak pernah berhasil diringkus polisi. Ada oknum yang menutupi karena ada kuasa di atas mereka.
Mengusung sinis dan dingin di wajah, King hanya mencecar satu orang. Respatih, sang ketua Genk-nya.
Tiba di hadapan pemuda itu, King mengayun tongkat besi rantai mengenai tubuh Respatih, sontak membuat mereka harus beradu gulat satu lawan satu.
Situasi chaos ini berlangsung tiba-tiba. Sebab Respatih sendiri tak menyangka akan mendapat serangan dari anggota JAS-MC.
Bagaimana bisa pemuda yang diduga pelaku penindasan bisa sebebas ini, bahkan berani membawa banyak anggota menyerang ke sarangnya.
Sepertinya King dan teman temannya tak takut berakhir di balik jeruji. Tak adanya persiapan yang Respatih lakukan membuat Genk Musang harus mengakui kekalahannya.
King menjambak rambut Respatih, membekuk pemuda yang sudah tak berdaya itu hingga melekat wajah Respatih dengan permukaan meja kayu berkelir warna warni grafiti.
"Udah punya nyali Lo ngusik Gue hah?" King meneriaki rivalnya. Mempererat cengkraman tangan di punggung Respatih, hingga pemuda itu menjerit kesakitan di bawah kendalinya.
Meski begitu banyak hal yang dilakukan Respatih. Anak ini tidak pernah mencari gara-gara, lalu ada apa dengan hari ini.
Dewa dan lainnya sudah melumpuhkan satu persatu anggota Musang yang memang kurang persiapan perlawanan.
Sekarang, arah tatapan mereka tertuju pada King dan ketua Genk Musang.
"Bukan Gue, King!" teriak Respatih.
King kembali mengencangkan bekukan tangannya. "Bohong sekali lagi, patah!" teriak yang mengancam.
"I-iya!" Sakit di tubuhnya membuat Respatih tak punya pilihan selain hanya mengangguk.
King membengis, Dewa maju untuk merekam pengakuan Respatih dengan menyodorkan ponsel mahalnya. "Kita yang eksekusi murid di sekolah Lo!"
"Lo nyari mati?"
"Gue cuma disuruh, sumpah! Cuma disuruh! Kami semua dapat imbalan! Kalo bukan karena kepepet, Gue nggak bakalan ngusik kalian!" aku Respatih yang sepertinya jujur.
"Lo pikir Gue percaya?!" Dewa menoyor kepala pemuda itu.
"Lo tahu, bokap Gue lagi dalam masalah keuangan. Gue butuh duit buat benerin motor sama bayar utang kalah selot!" aku Respatih kembali.
"Siapa?!" Bersamaan dengan pertanyaan Dewa, ponsel di saku Respatih berdering.
King segera meraih gawai flat tersebut, untuk kemudian di tunjukkan layarnya ke wajah Respatih. Kunci ponsel itu hanya terbuka dengan wajah pemiliknya saja.
"Siapa klien Lo?" King membaca banyak pesan dari kontak bertuliskan klien.
Respatih mengangguk cepat. "Dia, dia yang suruh Gue! Besok kami mau ketemuan di gedung tua. Dia belum bayar sisa duitnya!" akunya.
King menatap Dewa, lalu beralih menatap Respatih yang diambil alih oleh Roland dan Mahesa. "Sementara Gue sita!" King ambil alih ponsel Respatih sebelum mematikan kunci layarnya.
"I-iya!" Respatih tak ada pilihan lain selain mengangguk. Lagi pula, jika berlanjut berurusan dengan King yang anak crazy rich, bisa saja hari ini akan menjadi akhir hidupnya.
"Jangan sampai ada yang bocorin ini ke klien Lo, atau kalian semua Gue jeblosin ke penjara!" King meraih segepok uang dari Gladys untuk dilemparkan ke arah Respatih.
"Itu uang tutup mulut!" Respatih mengangguk setuju, selain ini untung, dia pastikan jabatan ayahnya tidak akan ditarik karena ulahnya terciduk.
King pulang membawa satu alat bukti. Dan besok, akan dia pastikan pelaku yang mencoba memfitnah dirinya digelandang ke kantor polisi.
🖋️~
^^^🖋️~^^^
"Kamu dari mana? Sama siapa? Udah makan? Udah shalat? Kamu nggak lakuin aneh-aneh di luar sana kan?" Di rumah King diberondong pertanyaan posesif istrinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dan King baru pulang. Aisha yang cemas hanya bisa berdoa, menenangkan diri dengan berdzikir di atas sajadahnya.
"Kamu udah shalat?"
King justru mengalihkan pembicaraan karena dia lebih tertarik dengan kondisi istrinya yang tiba-tiba membuat hatinya berbunga-bunga.
Aisha mengangguk, lalu King jungkir balik di sofa sebelum lari ke kamar ganti, berlanjut ke kamar mandi dan keluar sudah lengkap dengan kopyah hitam dan kain sarungnya.
"Ehm!" Sambil menyengir ke arah Aisha, King meraih sajadah untuk dibentangkan. Lalu pemuda itu memulai shalat tanpa dipaksa.
"Tumben..." Aisha melucut mukenanya, dia tiduran di bawah selimut tebalnya dengan kebingungan.
Selesai shalat, King duduk di sisi tubuh baring Aisha. Pemuda itu menengadahkan kedua tangan untuk berinteraksi dengan Tuhannya.
"Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberi ku hidup sampai akhirnya genap diusia ke 17 tahun malam ini." King beri kode tersirat supaya ada kado panas dari istrinya malam ini.
"Genap?" Aisha mengerut kening. "Kamu baru genap 17 tahun?" selidiknya.
Selama ini, mereka bahkan tak tahu hari dan tanggal lahir masing-masing. "Usia kita beda 4 bulan?" tambah Aisha terkejut. "Tua aku?"
"Oya?" King melongo polos. King tak mengira jika istrinya yang terlihat lucu ini lebih tua empat bulan darinya yang tinggi.
King baru tahu sekarang, kenapa Aisha punya dada yang lebih besar dari siswa lainnya: tumbuh Aisha ke depan, bukan ke atas.
"Pantesan childish, orang kamu lebih muda dari aku empat bulan!" tukas Aisha.
"Usia penting ya?"
"Penting lah!" jutek Aisha.
King tertawa. "Kamu percaya, ada salah satu dari keluargaku yang bahkan menikah sama anak temen sekelasnya!"
"Hah?" Aisha ternganga. Sementara King menoel ujung hidung gadis itu.
"Ini bukti, cinta nggak memandang usia, Ning! Seperti cinta aku ke kamu!"
"Terus ngapain deket-deket gini?" Aisha reflek mundur seiring dengan merangseknya tubuh King.
"Nyari pahala, Ning. Nggak usah pura-pura nggak tahu. Kamu udah shalat berarti udah nggak dateng bulan! Dosa loh nolak suami. Apa lagi malam ini ulang tahun suami kamu."
Aisha menghela napas dan mengembuskan secara kuat, pantas King cepet-cepet shalat isya tanpa disuruh, ternyata ini alasannya.
"Bisa nggak mintanya setelah lulus SMA. Kan tinggal beberapa bulan lagi ajah kita udah lulus, King!"
King mendengus lalu menengadah kedua tangannya kembali. "Ya Allah ampuni dosa istri ku."
"Aamiin." Aisha beranjak membelakangi suaminya setelah itu. Yang mana membuat King mengangkat satu alisnya.
"Kamu nggak takut dosa, Ning?"
"Kan udah didoain tadi sama kamu!" Aisha menarik selimut untuk pejamkan matanya.
Secara kesal, King menjatuhkan kepala di atas bantal empuknya. Pemuda itu juga membelakangi Aisha sambil bergumam.
"Nggak usah shalat subuh, Ning. Nggak bakalan diterima juga."
Mata Aisha terbelalak seketika. Gumaman King membuatnya membalik tubuh, menepuk pundak King yang memunggungi dirinya.
"Kok gitu ngomongnya?" Aisha melongok wajah King yang kian masam. "Jangan gitu King ngomongnya! Masa kamu bilang nggak diterima shalatnya sih!"
King acuh dan terus pejamkan matanya. Bahkan memperdengarkan suara ngoroknya.
Dilaknat oleh Tuhannya, hal yang paling ditakuti Aisha. "Ya udah ayok kita malam pertama!" ajaknya mengalah.
"Aku udah nggak mood!" tolak King.
"Jadi nggak mau diemut?" Aisha sendiri aneh pada dirinya yang tiba-tiba menyeletuk kata ambigu seperti itu.
"Nggak!" tegas King. Walau nyatanya, pikirnya mulai digelayuti rasa penasaran tentang rasa mut mut yang ditawarkan Aisha.
Aisha berusaha membujuk. Jangan sampai subuhnya tidak diterima karena murkanya suami. "Oreo beneran nggak mau susu?"
"Udah sana!" King menepis tangan Aisha yang menggelayuti lengannya.
Aisha mendengus kesal, di tengah ketakutan akan dosanya, Aisha tak kurang akal, gadis itu menyengir setelah terpikir sesuatu.
"Kamu beneran nggak mau liat aku pake lingerie yang kemarin dibeli?" Mendadak, King membuka matanya.
"Aku niat banget mau kasih kamu kado ulang tahun loh!" King dilema, antara melanjutkan ngambek atau menerima kado istrinya.