Nuri terpaksa menerima perjanjian pernikahan 9 bulan yang ditawarkan Sabda, kerena Dennis, pria yang menghamilinya meninggal dunia. Sabda adalah kakak Dennis dan sudah memiliki istri. 9 bulan itu menjadi masa yang sulit bagi Nuri karena dia selalu mendapatkan intimidasi dari mertuanya dan istri pertama Sabda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Hingga sampai dirumah, Nuri masih kepikiran dengan apa yang dia lihat tadi. Jika benar Fasya selingkuh, kasihan sekali Sabda. Pria itu sangat baik dan sempurna. Rasanya tak ada sedikitpun cacat dalam dirinya. Lalu apa yang membuat Fasya sampai selingkuh? Berfikir sekeras apapun, Nuri tak menemukan jawabannya.
Tok tok tok
Ketukan dipintu membuat Nuri yang sedang berbaring diatas ranjang bangkit untuk membuka pintu.
"Kak Sabda." Nuri terkejut melihat Sabda yang berdiri didepan kamarnya. Pria itu menenteng 2 kantong plastik bertuliskan nama sebuah minimarket.
"Kata Bi Diah, kamu tak pernah minum susu hamil. Makanya aku membelikannya untukmu. Aku juga membelikan roti dan makanan lain. Makanlah saat tak bisa tidur atau terbangun ditengah malam. Aku tak mau dokter kembali bilang jika kau kekurangan gizi." Sabda menyodorkan 2 kantong plastik besar yang isinya tampak penuh tersebut kearah Nuri.
"Terimakasih," ucap Nuri sambil menerimanya.
Setelah mengatakan itu, Sabda langsung pergi. Dia tak mau Fasya kembali salah paham jika melihatnya bersama Nuri.
Nuri membuka kantong plastik tersebut didalam kamar. Bibirnya mengulum senyum. Dia tak mengira jika Sabda mau repot-repot membelikannya semua ini. Padahal dia bisa menyuruh orang melakukannya.
Sepertinya, dia tak perlu menggoreng telur ceplok lagi jika kelaparan saat tengah malam. Biskuit dan roti yang dibelikan Sabda cukup banyak. Nuri mengambil satu kotak susu lalu membawanya kedapur.
"Kamu baru beli susu Nur?" tanya Bi Diah saat melihat Nuri memasuki dapur dengan sekotak susu ditangan.
"Kak Sabda yang beliin."
"Syukurlah." Bi Diah ikut senang. "Semoga anak kamu makin sehat."
Nuri mendekati Bi Diah lalu menggenggam tangannya. "Makasih ya Bi, udah perhatian sama aku. Sampai bilang ke Kak Sabda segala kalau aku tak pernah minum susu selama ini."
"Itu karena bibi kasihan lihat kamu. Hamil kok makin hari makin kurus, gak makin gemuk. Udah buruan bikin susu lalu diminum, bibi mau mandi dulu." Nuri mengangguk. Dengan senyum yang tak pernah luntur, dia mengambil air dari dispenser lalu menghangatkannya dipanci kecil. Dispenser dirumah ini memang tak pernah dinyalakan.
Sembari menunggu air menghangat, Nuri membuka kotak susu lalu mengeluarkan isinya. Dia mencium aroma bubuk susu coklat yang baru baru dia buka. Baunya sangat menggugah selera, dia yakin setelah diseduh nanti, rasanya akan lebih enak.
Setelah menaruh bubuk susu kedalam gelas sesuai takarannya. Bersamaan dengan itu, dia melihat Fasya masuk kedalam dapur. Tak salah lagi, baju yang dipakai Fasya sekarang, sama persis dengan baju wanita dimobil tadi.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?"
Nuri cepat-cepat mengalihkan tatapannya menuju panci. Mematikan kompor agar airnya tak sampai mendidih.
"Kau sedang tidak memikirkan sesuatu tentangkukan? Memikirkan cara merebut posisiku misalnya?" lanjut Fasya sambil tersenyum sinis. Berjalan mendekati Nuri lalu menaruh kantong plastik besar diatas meja dapur.
"Kakak terlalu jauh memikirkan tentangku. Apa menurut Kak Fasya, wanita kelas rendah sepertiku bisa menggeser posisimu? Jangan menyakiti hatimu sendiri dengan memikirkan hal yang aku sendiri saja tak berani memimpikannya."
"Lalu kenapa kau menatapku seperti tadi?" Fasya masih belum puas dengan jawaban Nuri.
"Aku tadi melihat wanita yang memakai baju yang sama dengan Kakak."
"Kau pasti salah lihat. Bajuku limited edition, bukan baju murahan yang dijual dipasar. Dimana banyak orang bisa memiliki baju yang sama." Sahut Fasya pongah.
Disaat bersamaan, Sabda masuk kedalam dapur.
"Mas," Panggil Fasya sambil mendekati Sabda lalu mencium tanganya dan dibalas dengan kecupan dikening oleh pria itu. "Maaf jika aku tak ada dirumah saat kamu pulang." Fasya memasang ekspresi penuh penyesalan. "Tadi aku ke supermarket untuk membeli sesuatu. Tiba-tiba saja aku teringin makan kiwi."
Sabda melihat kantong plastik bertuliskan nama salah satu supermarket diatas meja dapur.
"Kenapa harus repot-repot, kamu kan bisa menyuruh orang."
"Aku sedang bosan dirumah, lagi pengen nyari udara segar." Sahut Fasya sambil bergelayut manja dilengan Sabda. Dia melirik Nuri, ingin tahu seperti apa reaksi wanita itu saat melihatnya bermanja-manja pada Sabda. Tapi sayangnya, Nuri tampak tak peduli. Wanita itu terlihat sibuk mengaduk susu. "Oh iya, kamu mau ngapain ke dapur? Kamu gak sedang mau nemuin dia kan?" Fasya menunjuk dagu kearah Nuri dengan bibir mengerucut kedepan.
Sabda mencubit bibir Fasya, gemas melihat istrinya yang cemburu.
"Tadi aku melihat mobilmu memasuki halaman. Aku mencarimu dibawah dan melihatmu berjalan kearah dapur, makanya aku menyusul." Sabda memang tak tahu jika Nuri juga berada di dapur.
"Cie...sampai nyusulin, kengen ya?" goda Fasya sambil mengedipkan sebelah mata. "Aku juga merindukanmu Mas," lanjutnya dengan suara mendayu.
Entah kenapa, Nuri merasa jijik mendengar ucapan Fasya. Jelas jelas barusan wanita itu bermesraan dimobil dengan pria lain. Bisa bisanya sekarang mengatakan jika dia merindukan Sabda. Selesai mengaduk susu, Nuri segera mengembalikan susu kedalam kotak lalu menyimpannya dialmari dapur. Dia ingin cepat pergi dari sana.
Melihat Nuri yang hendak pergi, Fasya langsung mencium Sabda. Dia ingin menunjukkan pada Nuri kemesraannya dengan pria yang berstatus suami mereka berdua.
Bukannya membalas ciuman Fasya, Sabda malah menarik bibirnya. "Ada orang," lirihnya sambil melirik Nuri. Dia tak nyaman bermesraan didepan orang, apalagi orang itu juga berstatus istrinya.
"Emang kenapa kalau ada orang?" Tanpa rasa malu, Fasya kembali meraup bibir Sabda.
Nuri yang merasa muak langsung meninggalkan dapur. Dia tahu jika Fasya sengaja melakukan itu didepannya.
.
.
.