Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 11
Untuk beberapa saat Dean terpaku, wajah terlelap wanita di sampingnya entah mengapa begitu menarik perhatiannya. Sudah sekitar lima menit Dean memperhatikan. Ia tau sebagian dari dirinya ingin berhenti lalu sebagian lagi tidak.
Perempuan itu tertidur dengan menyandarkan kepalanya pada permukaan kasur. Nafasnya yang teratur membelai tangan kiri Dean yang tanpa sadar ia genggam.
Perlahan Dean mencoba menarik lengannya sepelan mungkin agar tidak membangunkannya. Ara tertidur dengan begitu lelap, Bisakah seseorang seindah itu saat sedang tidur? batin Dean. Tanpa sadar lengannya terulur, keinginan untuk membelai wajah itu entah datang dari mana, helai-helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajah itu entah mengapa sedikit mengganggu bagi Dean.
Seketika ia menarik tangannya kembali, ia sadar hal-hal kecil seperti itu dapat memicu hal besar terjadi nantinya, misalnya, jatuh cinta tanpa sengaja pada perempuan itu.
Kesalahan seperti itu harus ia antisipasi.
Dean mengingat dengan sangat baik bagaimana keluarganya hancur karna cinta, dan mengulangi kesalah tersebut adalah hal paling konyol yang tidak akan pernah ia lakukan.
Ia tidak akan jatuh cinta, apa lagi pada perempuan ini.
***
Dengan tergesa-gesa Ara segera turun dari ojek online yang mengantarnya, hari ini ia pulang dengan menggunakan jasa ojek online, bukan tanpa alasan, sejak siang Dean belum membaca chat yang ia kirim, padahal chat sebelumnya dibaca oleh laki-laki itu meski tidak dibalas namun, itu cukup bagi Ara, setidaknya ia tau laki-laki itu baik-baik saja.
Saat berangkat kerja paginya Ara memang sedikit khawatir pasalnya Dean masih agak demam saat ia tinggal, meski sudah memastikan laki-laki itu makan dan minum obat namun ia tetap khawatir.
Sambil berlari kecil Ara memasuki rumah, ruangan tujuannya adalah kamar, memastikan bahwa Dean baik-baik saja. Rasa khawatirnya semakin menjadi kala mengingat keadaan laki-laki itu saat demam tinggi semalam. bisa saja ia sedang tidak sadarkan diri. Ara sangat khawatir.
Ara meraih gagang pintu lalu memutarnya perlahan, seiring dorongannya pada daun pintu, gerakan Ara melambat, lalu berhenti saat pintu berhasil terbuka setengah. Ara mematung, hanya sebentar, lalu buru-buru ia memutar badan sambil meraih kembali gagang pintu.
Demi Tuhan. Belum ada cinta untuk laki-laki itu. Ara berusaha meyakinkan diri, belum ada perasaan untuk laki-laki itu. belum kan? Lalu ada apa dengan air mata yang mengalir ini?
Dengan kasar Ara segera menyapukan telapak tangannya pada jejak air mata yang baru saja menetes. Harusnya ia merasa tenang, laki-laki itu baik-baik saja, kekhawatirannya tidak ada gunanya.
***
Dean perlahan membuka mata setelah memastikan Ara sudah keluar dari kamar, pelukannya di tubuh Relin juga mengendur.
Saat mendengar suara langkah dari luar kamar, keinginan untuk melakukan hal itu tiba-tiba muncul, entah untuk apa. Namun, satu hal mengganggunya saat ini, sorot mata Ara saat menutup pintu setelah melihatnya dan Relin berpelukan di atas ranjang. Sorot mata itu begitu kosong.
Seharusnya Dean tak perduli dengan bagaimana pemikiran Ara tentangnya, apa lagi setelah menyaksikan hal ini. Ia memang berniat membuat wanita itu sadar bahwa pernikahan mereka tidak ada masa depan. Namun ia sedikit terganggu, mungkin karna ia merasa berhutang karna Ara sudah merawatnya semalam. Kadang perasaan seperti itu sedikit menyebalkan.
Tak ingin terlalu memikirkan Ara, Dean segera bangun dari tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, dia belum mandi seharian, seluruh badannya lengket sekali. Untungnya ia sudah tidak demam.
Dua puluh menit kemudian Dean keluar dengan kaos abu-abu dan celana panjang berwarna hitam, terlihat Relin sudah bangun.
"maaf ya.. aku ketiduran." ucap Relin lalu bangun dan segera turun dari ranjang kemudian memasuki kamar mandi.
Beberapa saat kemudia ia keluar dengan wajah yang lebih segar.
***
Ara berusaha menguatkan pijakan kakinya, ia takut ia akan oleng dan terjatuh, di hari yang begitu panjang dan begitu melelahkan ini di depan dua orang yang sedang duduk menunggunya menghidangkan makanan.
Ara mulai menyendok nasi ke piring Dean dan Relin. Kemudian menyendok nasi ke piringnya sendiri, ia ingin segera menyingkir dari sana, makan dengan tenang seperti biasa di dapur.
Tatapan merendahkan dari Relin semakin membuat kepercayaan diri Ara merosot.
Lagi-lagi ia sadar akan posisinya. Ia sudah sangat sadar hanya saja ini masih terasa sakit. Tenggorokannya sakit antara menahan tangis atau menelan makanan yang sama sekali tidak sanggup untuk ia telan namun terpaksa ia telan sambil diam-diam menangis.