[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 | Mansion Utama
Salah seorang pelayan mengantarku keluar rumah. “Kami akan mengurus barang-barang Anda yang lain nanti. Tuan bilang, untuk mengantar Nona ke mansion segera.”
“Tunggu, mereka semua yang akan mengantarku?” mataku membelalak melihat semua ajudan yang sudah siap dengan mobil pengawalan.
Mobil-mobil hitam berkilau itu berjejer rapi di depan rumahku, siap mengantar. Suasana yang tampak asing sekali di mataku.
“Iya, Nona,” jawab salah satu pelayan yang menghampiri kamarku tadi dengan senyuman yang kini ramah.
“Apa ini tidak terlalu berlebihan?” tanyaku.
Aku merasa kurang nyaman dengan pengawalan yang mencolok. Rasanya seperti aku adalah seorang tuan putri yang akan diarak menuju istananya. Aku bukanlah orang yang betah dengan kemewahan.
“Tuan yang menyuruh kami untuk menyiapkan pengawalan ekstra saat mengantar Nona ke mansion utama,” pelayan itu menjelaskan, dia mencoba meyakinkanku bahwa ini semua demi keselamatanku.
Aku mengangguk pelan, papa terlalu berlebihan dalam menyiapkan semua ini. Hanya dengan membawa sebuah buku harian, aku pergi meninggalkan rumahku. Buku itu adalah satu-satunya benda berharga yang tidak bisa kutinggalkan.
“Mansion utama pasti lebih besar, ya?” ucapku pada pelayan itu, mencoba mencari tahu lebih banyak.
“Ya, Nona. Mansion itu memiliki taman yang luas dan banyak ruang untuk berkumpul,” jawabnya.
Dengan langkah pelan, aku menuju mobil. Suara mesin mobil yang menyala membuat hatiku pilu, berat rasanya meninggalkan rumah yang sudah lama kutempati. Aku berusaha untuk tabah dengan keadaan ini. Siapa tau aku bisa menemukan beberapa petunjuk tentang kasus yang harus kuselesaikan di sana.
.........
Sesampainya di mansion utama, aku disambut oleh dua pria yang sudah menunggu di depan pintu. Sinar matahari sore memantulkan cahaya lembut di wajah mereka, tetapi rasa canggung di dadaku tak kunjung reda. Aku baru pertama kali melihat wajah mereka berdua.
“Selamat datang, Nona,” sapa pria yang lebih tua dengan ramah, “saya Argan, sekretaris pribadi tuan, dan ini anak saya, Nova, yang akan menjadi bodyguard pribadi Nona.”
Pria itu membungkuk hormat, sementara Nova, pemuda berperawakan tegap di sampingnya, hanya tersenyum padaku.
“Aku tidak butuh bodyguard pribadi,” ucapku tegas.
Rasa tidak nyaman terus menggelayuti hatiku. Sebenarnya kenapa semua berlebihan seperti ini?
“Ini semua demi keamanan Nona di mansion utama keluarga Vierhalt,” kata pak Argan, “selama berada di sini, keamanan Nona adalah tanggung jawab kami semua.”
“Apa dia akan selalu mengikutiku ke mana pun aku pergi?” tanyaku meragukan bodyguard itu.
“Mungkin, “ jawab pak Argan singkat, “meski umurnya masih muda, dia sangat jago dalam bela diri. Nova akan selalu berada di sisi Nona untuk memastikan keamanan Nona.”
Aku tidak habis pikir, “seberapa besar bahaya yang mengancam keselamatanku?”
Suaraku seakan membuat semua orang merasa tegang. Aku menatap tajam kedua pria di hadapanku itu, tetapi mereka hanya diam membisu dan menghindari tatapanku.
“Jawab!” aku membentak, suaraku meninggi terbawa emosi, “aku perlu tahu situasi apa yang terjadi!”
Dalam hatiku, aku harus tau apa yang sebenarnya sedang kualami. Kenapa ada rahasia yang ditutupi oleh semua orang kepadaku? Aku tidak ingin tinggal diam saja.
Tidak ada yang berani menjawabku. Semua orang menunduk, seakan-akan aku adalah anak kecil yang tidak bisa diajak bicara. Sikap mereka semua membuatku kesal. Jika seperti ini, aku merasa menjadi tuan putri yang terkurung di dalam istana mewah.
Akhirnya, tanpa menghiraukan mereka semua, aku berlari menjauh ke arah taman. Langkahku yang cepat dan gesit, berhasil menghindari para pengawal yang mengejarku.
“Aku harus kabur dari sini,” bisikku pada diri sendiri.
Kini aku bersembunyi sendirian di semak-semak taman belakang mansion. Daun-daun hijau yang lebat menyelimuti tubuhku, aku duduk memeluk lututku dengan beralaskan rumput, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Entah berapa lama aku akan berada dalam persembunyian. Setelah beberapa saat, aku mendengar langkah kaki mendekat.
“Nona, di mana Anda ...?” suara Nova menggema di sekitar taman, “tolong jawab kami!”
Ketika suara itu semakin mendekat, aku berusaha menahan napas.
“Apa mereka akan menemukan aku?” pikirku.
Mereka semakin menjauh dari tempatku berada. Huh ... untungnya mereka tidak berhasil menemukanku. Aku mengintip dari balik semak-semak. Semua orang yang mengejarku benar-benar menghilang.
Kring ...
Dering HP-ku berbunyi. Ternyata papa meneleponku. Aku dengan sigap mengangkatnya.
‘Halo, Pa?’
‘My Honey ... apa kamu sudah sampai di mansion?’ tanya papa di telepon.
‘Hmm ... iya ...’
‘tinggallah di sana untuk sementara wak...’
‘Tapi Pa ...’ aku menyelanya, ‘... Papa berjanji padaku untuk tidak memindahkanku sampai kompetisi matematika itu selesai. Kenapa Papa berubah pikiran?’
‘Dengarkan Papa, Zeeya. Saat ini ada orang-orang yang mengancam nyawa kita. Kamu harus berada di tempat yang aman, Nak,’ ucap papa.
‘Sarah mengancam keluarga kita?’
‘Siapa? Papa tidak mengerti apa yang kamu maksud ...’
‘Sarah, orang yang mengirim surat ancaman padaku dan orang yang telah menikam ...’
Tit, tit!
Sambungan telepon terputus. Papa pasti sedang sibuk sekali sekarang. Aku berusaha meneleponnya balik. Tapi papa tidak mengangkatnya. Aku tidak tau harus bagaimana.
Srek ...
Ada yang menyingkap semak-semak tempatku bersembunyi.
“Katemu!” ucap orang itu, “Nona sedang apa di sini?”
“Ah .. aku ...”
Nova tersenyum hangat padaku. “Mari saya antar ke dalam. Sebentar lagi waktunya makan malam.”
Aku mengiyakan dengan berat hati. Tampaknya aku harus berusaha memahami situasi yang sedang menimpaku. Aku malu pada Nova karena sifatku yang kekanak-kanakan tadi.
.........
Kemarin
Hari di mana ada insiden penikaman murid salah satu sekolah swasta. Hana, teman korban yang menyaksikan kejadian itu segera mengejar pelaku yang berlari kabur.
“Hah! Cewek itu tidak berhenti mengejarku.”
Seorang perempuan berlari di sepanjang jalan, napasnya terengah-engah, jantungnya berdebar cepat dalam ketakutan. Setiap langkahnya terasa berat. Dia terlihat panik sekali. Di tengah pelariannya, dia melihat sebuah gang sempit yang sepi, dan tanpa ragu, dia berbelok ke dalamnya, berharap bisa menghindari orang yang mengejarnya.
Dia bersembunyi di balik tumpukan kardus yang tergeletak, mencoba menenangkan diri. Dalam suasana tegang, dia mengeluarkan ponselnya dengan tangan yang bergetar. Dengan suara yang juga bergetar, dia berbicara di telepon.
‘... Tuan! Tolong aku ...!’ suara perempuan itu terdengar di telepon, dengan rasa takut yang dalam dan wajahnya yang pucat.
Dia menunggu balasan dengan penuh harapan agar orang yang menjawab teleponnya segera menolong.
‘... kenapa lagi?’ jawab suara lelaki di seberang telepon, suaranya datar dan tidak peduli dengan perempuan itu.
‘Aku ... aku butuh bantuan! Ada yang sedang mengejarku!’ Suaranya semakin mendesak, mengungkapkan rasa panik yang menyelimutinya.
‘Apa yang terjadi?’ tanya lelaki itu balik.
‘Aku ... aku habis membunuh seseorang!’ suara perempuan itu terdengar semakin bergetar.
‘Kau sudah membunuh anak itu? Hebat, Sarah! Kau berhasil melakukan apa yang kusuruh.’
‘Bu ... bukan ... aku membunuh temannya ... teman laki-lakinya ...’
‘Cih! Kukira anak sialan itu akhirnya mati ...’
‘... tolong, Tuan! Teman anak itu yang satu lagi sedang mengejarku!’
‘Tenanglah, aku akan membantumu. Orang-orangku akan segera menjemputmu ke markas. Beritahu lokasimu.’
Dengan cepat, perempuan itu menjelaskan lokasinya sambil mengamati sekeliling, takut jika seseorang mungkin mendengarnya. Dia berharap secepat mungkin akan ada bantuan yang datang, mengantarnya keluar dari rasa takutnya.
.........
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/