SEQUEL BURN WITH YOU
Declan Antony Zinov dituduh membunuh keluarga angkatnya yang kaya raya demi sebuah warisan. Tapi semua itu tidak terbukti sehingga pria itu menjalankan bisnis keluarganya dan menjadikan Declan pria kaya raya dan juga ditakuti karena sikapnya yang kejam.
Lucyanna Queen Nikolai merupakan cucu seorang mafia yang sudah lama menaruh hati pada Declan karena telah menyelamatkan nyawanya saat kecil. Ia sering mencari tahu berita tentang pria pujaannya itu dan berniat melamar kerja di perusahaan milik Declan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Declan dipertemukan kembali dengan gadis yang pernah ia selamatkan. Tapi melihat bagaimana wanita itu terang-terangan menyukainya membuat Declan bersikap kasar agar Lucy tidak lagi mendekatinya.
Tapi, ketika Lucy tertembak karena berusaha melindunginya. Barulah Declan menyadari betapa berartinya Lucy di kehidupannya selama ini.
#Cerita ini lanjutan dari cerita Burn With You dimana masa kecil mereka ada di Bab akhir. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athaya Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Masa Sekarang....
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Declan kepada dokter pribadinya, mengenai keadaan Lucy.
Sudah sejak semalam Lucy demam tinggi dan sering bermimpi buruk. Ia memuntahkan semua makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Apakah cuaca yang begitu dingin di daerah ini, sehingga membuat Lucy menjadi lemah, batin Declan sembari menggenggam jemari Lucy yang terlihat kurus.
"Apakah kau membuat Nona banyak pikiran? Seharusnya selama masa penyembuhan dari lukanya, dia harus berada dilingkungan yang tenang. Mungkin masih ada trauma akan kejadian saat itu yang membuat dia sulit tidur dan bermimpi buruk." Ucap sang dokter sambil memberikan resep obat yang harus di minum oleh Lucy ke tangan Declan. "Jangan mengurung Nona ditempat seperti ini, Declan. Meski niatmu baik, tapi tidak baginya."
Setelah kepergian sang Dokter, ia duduk disamping tempat tidur Lucy dan menatap wajah wanita itu dalam waktu yang lama. Banyak pikiran yang melintas dikepalanya dan tak satupun membuat ia bisa mengambil keputusan yang terbaik bagi mereka.
Declan tahu bahwa selama mereka berada disini, Lucy lebih banyak diam dan menjaga jarak darinya. Wanita itu hanya berbicara ketika Declan menanyakan sesuatu. Lucy terlihat memaksa tersenyum padanya, meski wanita itu masih menunjukkan rasa cintanya.
Begitu besar rasa cintanya pada Lucy, bahkan sejak ia menyelamatkan wanita itu saat hampir tenggelam. Mengetahui Lucy beberapa kali harus mengalami insiden yang hampir membuat ia kehilangan nyawa, membuat Declan ingin menjauhkan Lucy dari keluarganya yang ia tahu merupakan sumber dari semuanya.
Tapi tidak seperti dirinya, meski Lucy mencintainya begitu besar tidak membuat wanita itu bisa memilihnya. Ia begitu mencintai keluarganya yang mungkin rasanya lebih besar daripada dirinya.
Declan tidak membenci keluarga Lucy, mereka sangat baik kecuali sang kakek yang sejak kematian ayahnya menjadi begitu membencinya dan menolak keras hubungan dirinya dengan cucunya. Sedangkan ayahnya yang sangat dingin dan tak banyak bicara mungkin juga saat ini sangat murka mengingat dirinya sudah membawa kabur putri kesayangannya.
Ketukan di pintu kamarnya membuat ia berpaling. "Ada apa?"
"Tuan Dominic sudah tiba dan menunggu anda didepan." sahut Asisten kepercayaan.
"Baiklah, aku akan menemuinya sebentar lagi." Jawab Declan.
Lima menit kemudian Declan menemui. "Dominic, kau-
Declan terdiam ketika melihat sosok pria yang berdiri disamping Dominic. Pria bertubuh tinggi besar dengan tatapan dingin dan tajam sedang menatapnya.
"Lucy menghubungi ayahnya dan meminta dijemput. Tuan Darren datang menemuiku dan mengancam akan menghancurkan perusahaanku, jika tidak membawanya kesini." Sahut Dominic sembari merasakan aura membunuh dari ayah Lucy yang ditujukan pada temannya Declan.
"Dimana putriku?" Tanya Darren dingin.
"Apakah Lucy menghubungi anda? Kapan dia melakukannya?" Tanya Declan tanpa menjawab pertanyaan ayah dari kekasihnya itu. "Saat ini dia sedang tidur dan tidak dalam keadaan baik untuk bergerak."
"Apa kau pikir apa yang kau lakukan saat ini tidak membuat putriku berada dalam bahaya? Dengan dia menghubungiku bukankah sudah menjawab bahwa putriku tidak ingin berada disini bersamamu. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak melukaimu, Declan. Kau pasti tahu aku bisa saja membunuhmu saat ini." Ujar Darren dengan penuh penekanan. "Aku akan mencarinya sendiri dan membawanya pulang meskipun sedang tidur."
Declan terdiam dan menatap pria paruh baya itu masuk ke dalam kamar dimana Lucy tertidur. "Mengapa kau membuat putrimu berada dalam bahaya karena musuh-musuhmu? Apa kau tidak takut? Lucy selalu berada dalam bahaya dan tidak selamanya ia akan selamat. Lucy bisa saja mati dan kau tidak akan bisa melakukan apapun." Sahut Declan ketika melihat Darren membawa Lucy yang sedang tertidur dalam gendongannya.
"Berani-beraninya kau mengguruiku? Jika aku masih melihatmu berada disekitar Lucy, aku benar-benar akan membunuhmu. Kau mengucapkan terima kasih karena kau pernah menyelamatkannya, tapi jika kau mencoba menjauhkan Lucy dari keluarganya maka kau bukan pria yang baik baginya." Ucap Darren dengan dingin dan tajam.
"Sialan." Teriak Declan ketika menatap mobil yang membawa Lucy meninggalkannya.
"Bagaimana bisa wanita itu bisa menghubungi ayahnya?" Tanya Dominic yang akhirnya bersuara setelah melihat Declan tampak kacau.
Declan mengusap wajahnya dengan kasar dan mengepalkan tangannya. "Mungkin saat aku sedang berada di kamar mandi. Wanita itu mengambil ponselku dan menghubungi keluarganya.
"Kau berada dalam masalah dan bisa ku pastikan, kau tidak akan bisa mendekati wanita itu lagi kedepannya. Kalian sudah berpisah selama lima tahun sebelumnya dan kau membuat masalah. Apa susahnya menerima keluarga yang berhubungan dengan mafia?" Dominic berkata sembari menepuk pundak Declan.
"Kau tahu alasannya, aku tidak perlu menjelaskan padamu" kata Declan yang bangkit dari duduknya dan menuangkan wine di gelasnya.
"Dominic tertawa melihat reaksi pria didepannya sembari menyalakan rokoknya. "Untuk itu aku tidak akan pernah menikah apalagi sampai jatuh cinta, yang membuat aku menjadi gila."
"Pulanglah, Dom. Aku ingin sendiri." sahut Declan sembari beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar.
Declan bisa mencium bau yang ditinggalkan Lucy di dalam kamar miliknya. Ia kemudian membaringkan tubuhnya diatas kasur dan menutup mata dengan lengannya. Tanpa ia sadari air mata membasahi pipinya. Ia tidak menyangka jika Lucy akan meninggalkannya tanpa sepatah katapun.
...****************...
''Daddy" gumam Lucy ketika ia terbangun. "Maafkan aku"
Darren memeluk tubuh putrinya yang terasa semakin kurus. "Mengapa kau meminta maaf. Kau tidak bersalah, Lucy."
"Declan pasti terluka, tapi itu yang terbaik bagi kami berdua." Gumam Lucy sembari memejamkan matanya kembali.
"Begitu sulitkah bagimu menjadi putriku? Aku sudah berusaha menjauhkan semua bisnis gelap dan membangun bisnis legal sejak aku memilih ibumu. Meski begitu, Kakekmu masih tidak bisa lepas dari hal-hal itu. Kita diakui karena kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki Kakekmu." Bisik Darren di dekat kepala Lucy yang ia sandarkan dipundaknya.
"Kau satu-satunya yang bisa mengambil alih semua bisnisku, Lucy. Maafkan aku sudah membuatmu menanggung semuanya." lanjut Darren lagi.
Lucy membuka kedua matanya perlahan. "Aku tidak bisa membuat Rena melakukan hal yang berbahaya. Dia adalah penyelamat dan itu sangat cocok untuknya. Daddy mengajarkanku banyak hal dan aku sudah beberapa kali mengalami insiden yang hampir kehilangan nyawa, jadi aku memang ditakdirkan untuk pekerjaan ini."
"Kita akan tiba dua jam lagi, sebaiknya kau tidur. Daddy akan menjagamu." Ucap Darren sembari mengecup puncak kepala putrinya.
Begitu Lucy menghubunginya dengan suara yang lemah, hatinya terasa sakit dan sangat ingin menghabisi Declan dengan tangannya sendiri. Ia tidak menyangka jika putrinya itu masih melindunginya dan meminta syarat untuk tidak menyakiti pria itu. Ia sengaja tidak memberitahu Lyana, karena tidak ingin wanita yang sangat dicintainya itu bersedih. Setelah memikirkan Lyana, ponselnya berdering dan ia tersenyum mengetahui bahwa wanita itu yang menghubunginya.