Alana, seorang gadis yang harus tinggal bersama keluarga Zayn setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, merasa terasing karena diperlakukan dengan diskriminasi oleh keluarga tersebut. Namun, Alana menemukan kenyamanan dalam sosok tetangga baru yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, hingga kemudian ia menyadari bahwa tetangga tersebut ternyata adalah guru barunya di sekolah.
Di sisi lain, Zayn, sahabat terdekat Alana sejak kecil, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alana telah berkembang menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Kini, Alana dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan membuka hati untuk Zayn yang selalu ada di sisinya, atau justru untuk guru barunya yang penuh perhatian?
Temukan kisah penuh emosi dan cinta dalam Novel "Dilema Cinta". Siapakah yang akan dipilih oleh Alana? Saksikan kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nungaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Hari Sabtu yang dinanti pun tiba. Setelah turun dari kereta, Alana dan Zayn berjalan menuju bioskop yang sudah mereka janjikan.
"Airin udah datang belum ya kira-kira? Apa aku telepon aja, kali ya?" kata Alana.
"Emang kamu punya nomor teleponnya?" tanya Zayn heran.
"Emm...Enggak sih... Hehe" sahut Lana, merasa malu sendiri.
Zayn hanya bisa menghela napas sambil menggeleng.
"Lah… terus ngapain sok-sokan mau nelpon segala? Dasar."
Alana tertawa kecil, cengengesan menyadari kekonyolannya.
Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan langkah santai. Udara sore itu terasa segar, dan sesekali angin menerpa wajah mereka. Setelah lima belas menit berjalan sambil berbincang ringan, mereka akhirnya tiba di depan bioskop.
Di sekitar mereka, suasana bioskop ramai dengan pengunjung yang hilir-mudik, aroma popcorn yang menggoda, dan layar iklan film yang bergantian menyala di dinding.
Alana terlihat sangat antusias, matanya menelisik setiap pengunjung yang berbaris rapi di loket tiket dan di depan konter popcorn. Di antara mereka, akhirnya Alana menemukan sosok yang dicarinya sejak tadi—Airin, yang sedang berdiri di balik tiang, asyik memainkan ponselnya.
Dengan semangat, Alana melambaikan tangan dan berteriak.
“Airin~!” panggilnya namun Airin tak bergeming.
“Eh? Apa dia nggak dengar, ya?” gumam Alana.
Alana pun berjalan mendekati Airin sambil memanggil lagi.
“Airin!” kali ini disertai telukan di bahunya membuat Airin mendongak melihat ke arah Alana.
“Kamu udah lama menunggu…?” tanya Alana.
Namun sesaat ia tertegun melihat penampilan baru Airin. Poni Airin kini lebih pendek, menampilkan matanya yang terlihat cantik dan cerah.
“Enggak kok, aku juga baru sampai,” jawab Airin sedikit canggung karena Alana terus menatapnya dengan mata berbinar.
“Ah… ini ya?” Airin menyentuh poninya. “Aku potong karena menghalangi mataku,” jelasnya, merasa kikuk dengan perhatian Alana.
“Hey, Zayn! Coba lihat deh. Menurutmu, dia lebih bagus kalau berponi, kan?” Alana memanggil Zayn, memperlihatkan potongan rambut baru Airin padanya.
Zayn mencoba mengamati rambut Airin. “Bukannya dia dari kemarin sudah berponi ya?” jawab Zayn serius, sama sekali tak menyadari perubahannya.
Alana menghela napas dan mencibir, “Ah… sudahlah, Rin. Jangan terlalu berharap sama laki-laki super nggak peka ini.”
Dia menggoda Zayn, merasa lucu karena harapannya agar Zayn memuji Airin malah berakhir dengan ketidaksadarannya yang khas.
Sebelum menonton, Alana membeli popcorn super jumbo, sementara Airin dan Zayn memegang minuman teh di tangan mereka.
"Wah, rame banget ya? Kamu sering nonton film di bioskop Rin?" tanya Alana antusias.
Ia menyuap popcorn dengan lahap, pipinya tampak menggembung seperti tupai yang sedang mengunyah kenari.
"Enggak sih La, aku juga jarang ke sini," jawab Airin, ia fokus menyedot minumannya.
"Oh, gitu ya... Ngomong-ngomong, popcorn ini enak banget! Paling pas dimakan sebelum film dimulai," Alana, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Dari belakang, Zayn menyodorkan gelas minumannya ke arah mulut Alana yang sudah penuh dengan popcorn.
"Pelan-pelan aja makannya," katanya dengan tatapan lembut, memperhatikan dengan khawatir takut Alana tersedak.
Mereka berjalan memasuki ruang bioskop yang sudah ramai. Alana memperhatikan tiketnya dan melihat bahwa ada dua tempat duduk yang bersebelahan, sedangkan satunya berada di paling belakang.
Aku duduk di belakang saja ujar Airin. Tak ingin menjadi pengganggu kedekatan mereka.
Namun, saat hendak berbalik, Zayn menahannya. "Kamu duduk berdua saja sama Alana, biar aku yang di belakang," katanya.
Yah walaupun Zayn sangat ingin duduk berdua bersama Alana, namun ia akan merelakannya kali ini, karena Alana tampak sangat menantikan momennya bersama teman wanitanya, jadi Zayn tak ingin merusak kebahagiaannya.
"Namun saat Zayn mulai melangkah Alana memanggilnya, membuat Zayn berhenti dan menolehkan kepalanya.
"Terima kasih ya," bisik Alana dengan gerakan bibir. Lalu, ia kembali ke tempat duduknya, bersama Airin yang sejak tadi tampak tak nyaman.
"Kamu nggak usah merasa terbebani gitu, Rin. Toh, Zayn tinggi, jadi dia memang harus duduk di belakang." ucap Alana.
"Oh ya aku punya cerita lucu nih, dulu tu pernah ada yang nampol kepalanya Zayn dari belakang gara-gara dia nutupin layar. Nah, pas udah pulang, aku ejekin terus sampai Zayn cemberut. Terus dia bilang gini, 'Ah, harusnya aku juga nampol orang itu lebih keras!' Katanya sambil kesal, matanya sampai nyipit gitu. Lucu banget deh, pokoknya."
"Aku kira setelah kejadian itu kita nggak akan nonton di bioskop lagi. Eh, ternyata dia malah punya tiket film! Beruntung banget aku, haha..."
Airin memandangi temannya yang tampak tidak peka itu dengan senyum pasrah. Sepertinya dia memang membeli tiket itu agar bisa menonton berdua denganmu La, pikirnya.
Tak lama setelah itu lampu bioskop mulai padam dan film segera di mulai. Alana menonton dengan serius hingga terkadang terdengar isakan karena terlalu mendalami filem kartun yang sedih itu.
Setelah selesai menonton, mereka mampir ke sebuah kedai makanan. Mereka memesan dua mangkuk mi ayam jumbo dan bakso super pedas lengkap dengan tambahan ceker dan telur.
Sambil menunggu, Alana mengusulkan sebuah permainan. "Gimana kalau kita main adu tatapan mata? Yang nggak bisa bertahan lama, bayarin makanannya!"
"Boleh," sahut Airin setuju.
"Ohh... kayaknya kamu jago ya? Kalau gitu ayo, lawan aku!" tantang Alana
Ia bahkan mengikat rambut panjangnya agar tidak menghalangi pandangannya dan membuka matanya lebar-lebar.
"Oke, mu~~lai!" seru Alana, langsung menatap Airin dengan serius.
Delapan detik kemudian, mata Alana mulai bergetar dan terasa pedih hingga akhirnya dia pun berkedip.
"Yah, kamu kuat banget! Aku kalah, deh. Huhu, mataku perih banget," keluh Alana.
Tidak ingin membayar makanan, Alana mencoba mencari cara lain. Matanya melirik ke arah Zayn yang sedang fokus memperhatikan pelayan yang menyajikan makanan. Ia pun mendapat ide, lalu memegang wajah Zayn dan mengarahkannya untuk menatapnya.
"Kalau lawan Zayn, aku pasti menang!" ujarnya, membuat Zayn bingung.
Namun, setelah Alana menatapnya intens, belum sampai tiga detik, wajah Zayn langsung memerah hingga ke kupingnya.
"Loh?! Za, kenapa mukamu jadi merah se... per... mph..."
Alana tak dapat melanjutkan kata-katanya karena Zayn buru-buru menutup wajahnya dengan tangan, menunduk sambil berdehem pelan. Rasa malu membuat wajahnya semakin memerah, sementara Alana hanya bisa menahan tawa melihat tingkahnya yang konyol.
“Aku kalah, puas kan?” ucap Zayn, berusaha mengalihkan pandangannya sambil menopang wajahnya dengan satu tangan. Tangan lainnya mendorong kepala Alana menjauh dengan lembut, berusaha menutupi rasa malunya.
“Yes!!! Zayn yang traktir hahaha..." Alana tertawa puas.
Aduh, kok aku malah jadi pingin pipis sih. Aku ke toilet sebentar, ya?” ucap Alana sambil beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Zayn dan Airin yang duduk berhadapan.
Setelah Alana pergi, suasana menjadi sedikit canggung. Airin terus menatap keluar jendela, melihat keramaian di luar kedai, sementara Zayn kembali menatap buku menu yang sama sekali tidak diubah posisinya meski ia sudah memesan makanan.
"Ehm..." ucap Zayn ragu, suaranya hampir tak terdengar.
Airin menoleh, bingung harus merespon apa. Apa... aku harus berterima kasih? batinnya, sedikit kikuk.
Zayn membuka suara lagi, kali ini lebih pelan. "Apa... kamu menyadarinya?" tanyanya dengan wajah sedikit merah, jelas merasa malu.
Airin segera mengerti maksudnya. "Iya, kurasa semua orang di sini tahu. Sepertinya cuma Alana aja yang nggak sadar," jawabnya sambil menyesap airnya.
"Tak sadar apa?" sahut Alana yang tiba-tiba muncul dari belakang, membuat Airin terbatuk dan tanpa sengaja menyemburkan airnya ke arah Alana dan Zayn.
Hampir aja ketahuan gumam Airin, menetralkan detak jantungnya, namun setelah melihat Alana basah kuyup ia merasa bersalah.
"Maaf ya... aku kaget tadi," ujar Airin serba salah.
"Haha, santai aja, Rin. Cuma basah doang kok," Alana tertawa menenangkan. "Aku... ke toilet lagi ya?" ujarnya.
Setelah mengeringkan pakaian, Alana kembali ke meja, menyambung obrolan hangat dengan Airin dan Zayn sambil menikmati makanannya hingga habis tak bersisa.
Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang bersama dengan naik kereta. Begitu keluar dari stasiun menuju jalan raya, Alana bertanya, "Oh iya, Rin, kamu pulang naik apa?"
"Naik bus," jawab Airin.
"Ah..." Alana tampak sedikit kecewa.
"Kita jalan kaki aja La," ajak Zayn yang sudah terbiasa dengan Alana yang tak bisa naik mobil.
Alana menganguk menanggapi Zayn lalu melambaikan tangan ke Airin, "sampai jumpa di sekolah ya, Rin. Hati-hati di jalan. Dadah."
Airin membalas lambaian itu, memandang Alana dan Zayn yang perlahan berjalan menjauh.
Saat melanjutkan perjalanan, Zayn tanpa sadar berjalan sedikit lebih dekat ke arah Alana, memastikan jarak mereka cukup dekat hingga angin malam terasa tidak terlalu dingin.
Zayn menatap Alana dengan hangat, bibirnya membentuk senyuman kecil yang memperlihatkan ketulusan, yang jarang ia perlihatkan pada orang lain.
"Udara malam dingin banget, pakai tudungnya ya," ucapnya sambil memakaikan tudung hoodie Alana dan mengikat talinya dengan perlahan.
Alana tertawa kecil. "Hari ini menyenangkan banget, haha..."
Zayn tersenyum kecil. "Kamu sempat nangis pas nonton tadi, kan?"
"Enggak kok kata siapa? Kamu kan nggak lihat aku" elak Alana.
"Alah, orang matamu bengkak segede gaban gitu masih aja mau ngeles, hahaha," goda Zayn sambil tertawa.
Alana dan Zayn tertawa bersama sambil menikmati perjalanan mereka sampai kerumah.