(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Kita harus ke rumah sakit" ucap Hans khawatir sambil menyentuh perut Hani.
"Tidak perlu, itu pasti sakit perut biasa. Sebaiknya panggil saja dokter untuk memeriksa kondisinya" ucap Nyonya Miranda cepat, dia sengaja mengulur waktu agar rencananya berhasil dan tidak terdeteksi oleh keluarganya sendiri.
"Aku tidak mau ke rumah sakit" ucap Hani buka suara sambil melirik kearah tuan Wibowo.
"Budi, cepat hubungi dokter William" ucap tuan Wibowo dengan serius, namun diam-diam pria tua itu menaikkan jempolnya, tanpa ada yang menyadari gerak-geriknya.
Sementara Nyonya Miranda bersorak ria dalam hati, akhirnya rencananya berhasil. Sedangkan Hadiah yang berdiri di dekat pintu dapur menyeringai licik mendengar suara keributan di ruang makan, namun hati kecilnya sedang dilanda ketakutan akan perbuatannya sendiri.
"Hans, bawa istrimu ke kamar" perintah tuan Wibowo kepada cucunya.
"Baik kek" sahut Hans dengan panik lalu membantu Hani berdiri.
Kemudian Hans menggendong tubuh Hani lalu membawanya ke kamar. Tuan Wibowo dan Nyonya Miranda segera menyusulnya ke kamar.
Saat memasuki kamarnya, dengan hati-hati Hans membaringkan Hani di atas tempat tidur lalu menarik selimut sampai sebatas perut guna menutupi kaki jenjang istrinya.
Sementara itu, tuan Wibowo menghentikan langkah putri tercintanya saat akan membuka pintu kamar.
"Ayah tidak akan memaafkanmu jika calon cucu penerus Dirgantara kenapa-kenapa. Karena orang pertama yang ayah curigai dan salahkan adalah kamu!" ucap tuan Wibowo dingin lalu mendahului putrinya masuk ke dalam kamar.
Argghh, kenapa ayah terus membela wanita berandalan itu, jelas-jelas dia tidak pantas menjadi menantu di keluarga ini. Aku berdoa agar wanita berandalan itu keguguran, setelah itu kan ku tendang dia dari rumah ini. Batin Nyonya Miranda menyeringai.
Sementara di dapur, Bu Anne sedang menghadang Hadiah dan Widia yang baru saja selesai membersihkan ruang makan. Kedua pelayan itu orang kepercayaan Nyonya Miranda, sehingga dia tidak bisa bertindak tegas terhadapnya. Karena ujung-ujungnya nyonya Miranda selalu membela kedua pelayan pribadinya.
"Tunggu, tuan besar menyuruh kalian ke ruang kerjanya" ucap Bu Anne dengan tatapan sulit diartikan.
"Untuk apa tuan besar memanggil kita?" tanya Hadiah dengan ketusnya.
"Kemungkinan ada hal yang ingin dibicarakan kepada kalian" jawab Bu Anne dengan tatapan menyelidik.
"Oh, baiklah. Widia, ayo. Jangan-jangan tuan Wibowo ingin memberikan kita hadiah seperti namaku sendiri" ucap Hadiah dengan percaya dirinya.
"Wah bagus itu, ayo" sahut Widia yang sudah gembira akan ucapan rekannya.
Sementara Bu Anne tersenyum tipis melihat mereka berjalan bersama-sama menuju ruang kerja tuan Wibowo. Tak lupa Bu Anne mengirimkan pesan kepada Budi untuk melakukan tugasnya.
Sementara di dalam kamar, Hani merasa risih dengan tingkah Hans yang terus lengket dengannya. Bahkan Hans terus mengelus perutnya, membuat Hani merasakan hal aneh yang tidak mampu dideskripsikannya seperti apa.
"Apa masih sakit?" tanya Hans dengan raut wajah khawatir. Dimana Hans begitu setia duduk di pinggir tempat tidur menemani sang istri. Bahkan Hans membatalkan meeting nya pagi ini.
Hani hanya mampu mengangguk menanggapi ucapan Hans dengan tatapan sulit diartikan.
Sementara itu, nyonya Miranda dan tuan Wibowo sedang duduk di sofa sembari menunggu kedatangan dokter pribadi mereka.
Tak berselang lama kemudian, dokter pribadi keluarga Dirgantara akhirnya datang juga. Dokter pria berkacamata itu melirik kearah tuan Wibowo.
"Siapa yang sakit?" tanyanya tersenyum ramah.
"Cepat periksa istriku dok" ucap Hans menimpali ucapan dokter William. Terlihat raut wajah Hans tampak khawatir.
Dokter William lalu memeriksa kondisi Hani. Seketika suasana kamar itu menjadi hening dan tegang. Terutama Nyonya Miranda yang begitu greget ingin mendengar diagnosa dokter.
Di luar dugaan terdengar suara pintu terbuka dan muncullah dua pelayan pribadi Nyonya Miranda melangkah masuk ke dalam kamar, lalu bersimpuh di hadapan tuan Wibowo.
"Apa yang kalian lakukan?" ucap tuan Wibowo heran.
"Ampuni kami tuan besar, jangan pecat kami" ucap Hadiah dan Widia dengan kompaknya sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
Rupanya mereka baru saja selesai diinterogasi oleh Budi, asisten pribadi tuan Wibowo.
"Apa yang sudah kalian perbuat?" tanya Tuan Wibowo dengan tegasnya.
Mendadak raut wajah Nyonya Miranda menjadi panik melihat tingkah kedua pelayan pribadinya.
Awas saja kalau kalian buka suara. Batin Nyonya Miranda menatap tajam secara bergantian kedua pelayan pribadinya. Sedangkan kedua pelayannya hanya mampu diam.
"Kenapa kalian malah diam, cepat bicara" ucap Tuan Wibowo dengan suara tegasnya namun tetap tenang di tempatnya.
Hadiah dan Widia terlihat ketakutan lalu melirik kearah Nyonya Miranda. Sontak saja majikannya itu langsung menatapnya dengan tatapan penuh intimidasi.
"Maafkan kami tuan, kami...kami hanya disuruh Nyonya Miranda" ucap Widia dengan mata berkaca-kaca.
"Berbicaralah yang benar" tegur tuan Wibowo.
"Tuan, tolong ampuni kami, kami hanya disuruh Nyonya Miranda untuk menggugurkan kandungan nona Hani" jawab Widia dengan jujurnya dan memilih untuk mengatakan kebenarannya.
Deg!
"Apa!!"
Hans langsung mengalihkan pandangannya kearah sang ibu. Sorot matanya begitu tajam menatap sosok wanita yang sudah melahirkannya.
"Sial, kenapa jadi begini sih" gumam Nyonya Miranda sambil mengepalkan tangannya.
"Miranda, apa benar yang dikatakan mereka" ucap tuan Wibowo dengan tegasnya.
"Tuan besar, tolong maafkan kami" ucap keduanya berderai air mata memohon-mohon pengampunan dari tuan Wibowo. Sedangkan Nyonya Miranda hanya mampu diam membisu.
"Aku sangat kecewa kepada mama!" ucap Hans sambil mengepalkan tangannya. "Demi keselamatan istri dan calon bayiku, mulai hari ini aku akan angkat kaki dari rumah ini. Aku putuskan untuk tinggal di apartemen" ucap Hans dengan entengnya.
"Hans, jangan pernah keluar dari rumah ini sayang. Karena rumah ini milik kamu. Justru mama tidak tahu apapun tentang wanita berandalan itu" ucap Nyonya Miranda dengan tatapan memohon dan berusaha menutupi kebohongannya.
Nyonya Miranda sungguh tidak bisa berpisah dengan putra semata wayangnya. Setiap kali Hans ingin menetap di apartemen, Nyonya Miranda selalu memohon kepada putranya untuk tinggal bersamanya, bahkan meraung-raung seperti induk singa yang ditinggal pergi anaknya.
"Ma, walaupun rumah ini atas namaku, tapi keselamatan istri dan calon bayiku yang harus ku utamakan. Karena sosok yang ku panggil mama dan sangat aku sayangi sendiri yang ingin menghabisi darah daging ku" ucap Hans marah dan sangat kecewa kepada ibunya.
Hani menjadi serba salah melihat pertengkaran ibu dan anak itu, dia jadi tak enak mengikuti sandiwara yang dilakukan bersama kakek Wibowo.
Ya, Hani mengetahui rencana licik ibu mertuanya dari Bu Anne. Namun tetap saja dia tidak bermaksud untuk membongkar kelicikan ibu mertuanya. Tapi, karena masalah ini sudah sampai di telinga kakek Wibowo, mau tak mau Hani mengikuti rencana yang diusulkan kakek Wibowo demi memberikan efek jera pada ibu mertuanya. Padahal selama ini Hani bersikap baik kepada ibu mertuanya dan menghormatinya seperti seorang ibu yang selalu dihargai dan dihormati.
"Miranda, akui kesalahanmu!. Ayah pun sangat kecewa kepadamu. Jika ayah tidak mengetahui rencana licik mu itu, mungkin calon cucu penerus ayah sudah mati di tanganmu!" ucap tuan Wibowo marah.
Nyonya Miranda langsung menangis tersedu-sedu mendengar ucapan kedua sosok yang sangat disayanginya.
"Semua ini gara-gara wanita miskin itu, sampai kapanpun aku tidak akan menerimanya sebagai menantuku!" ucap Nyonya Miranda berderai air mata sambil menunjuk kearah Hani.
"Miranda!"
"Cukup, kalian tidak usah khawatir, aku baik-baik saja. Aku sadar memang aku tidak pantas menjadi bagian dari keluarga ini. Setelah anak ini lahir, aku janji akan pergi selama-lamanya dari kehidupan kalian" ucap Hani dengan mata berkaca-kaca lalu bergegas turun dari tempat tidur.
"Hani, kamu mau kemana!" ucap Hans dengan suara meninggi lalu mencekal tangannya.
Plakk
Satu tamparan keras mendarat sempurna di wajah Hans.
"Ceraikan aku!" ucap Hani dengan entengnya, membuat Hans terkejut akan ucapannya.
Bersambung....