NovelToon NovelToon
Pahlawan Tanpa Bakat

Pahlawan Tanpa Bakat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Bayu Aji Saputra

Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.

Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.

Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.

[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Calista

Wanita muda itu menggigit bibirnya, terlihat ragu untuk menjawab.

Ketakutan masih terlihat jelas di wajahnya, namun tatapan lembut Kaivorn perlahan membuatnya merasa lebih aman.

Ia menggelengkan kepalanya perlahan, suaranya nyaris seperti bisikan, "T-tidak, aku tidak terluka... terima kasih."

Kaivorn menghela napas lega, kemudian duduk bersila di depannya, menjaga jarak yang cukup agar wanita itu merasa nyaman.

"Syukurlah," ucapnya, masih dengan senyum menenangkan.

Kaivorn memandangi gadis itu dengan penuh perhatian, memastikan bahwa ia tidak terluka.

Meski gadis itu tampak ketakutan, Kaivorn bisa merasakan ketenangan yang perlahan menjalari suasana, seperti badai yang mereda.

Ia bisa membaca isyarat samar dari tubuh gadis itu—tanda-tanda kecemasan dan pelarian.

Setelah beberapa saat, gadis itu akhirnya mengangkat kepalanya, menatap Kaivorn dengan mata hijau yang penuh ketidakpastian.

"Siapa namamu?" Kaivorn bertanya, suaranya lembut namun penuh kendali, membuat suasana menjadi lebih menenangkan.

"A-Aku… Calista," jawabnya, suara gemetar, namun kejujuran terpantul di dalamnya.

"Calista," Kaivorn mengulangi, memastikan namanya terukir di ingatannya. "tenanglah, kau aman sekarang."

Calista menggigit bibirnya, masih tampak ragu. "Kenapa… kenapa kau tidak menyerangku?" tanyanya dengan nada tercekik, seolah menahan ketakutan yang telah lama berakar di dalam dirinya.

Kaivorn tersenyum tipis, tidak menunjukkan sedikit pun kebingungan atas pertanyaan yang mungkin aneh bagi orang lain.

"Aku hanya menyerang musuh." balas Kaivorn lembut. "Dan kau bukanlah musuhku."

Ia berdiri perlahan, menawarkan tangannya kepada Calista. "Ayo, berdiri. Kita bisa bicara di tempat yang lebih aman."

Calista memandang tangannya sejenak, lalu dengan hati-hati menerima uluran tangan Kaivorn.

Ia berdiri, meski tubuhnya masih tampak lemah dan gemetar.

Namun di balik tatapan takutnya, Kaivorn bisa melihat semangat bertahan hidup yang kuat.

"Kau bersembunyi dari sesuatu, bukan?" Kaivorn berkata, dengan nada yang seolah ia sudah mengetahui jawabannya.

Calista mengangguk, menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi ketakutan.

"Aku… aku melarikan diri," gumamnya, suaranya terdengar lemah. "Dari mereka… dari tempat itu."

Kaivorn tidak butuh penjelasan lebih lanjut untuk memahami situasi yang dialami Calista.

Ada kejelasan di balik setiap kata dan gerakan yang ia lakukan. "Pasar gelap," pikir Kaivorn.

"Kau tidak perlu takut lagi," Kaivorn berkata dengan tenang, matanya tajam namun penuh ketenangan. "Aku akan memastikan kau aman."

Calista menatapnya dengan tatapan bingung, seolah sulit percaya pada kebaikan yang tiba-tiba ini.

Namun cara Kaivorn berbicara, ketenangan dan kepastian dalam suaranya, membuatnya merasa lebih aman—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Apa… kau seorang bangsawan?" Calista akhirnya bertanya, suaranya sedikit gemetar, tapi ada rasa ingin tahu yang tulus dalam pertanyaannya.

Kaivorn tertawa kecil, senyum hangat terbentuk di bibirnya.

"Ya, tapi tidak perlu memikirkan hal itu sekarang." Dia melihat sekeliling, memastikan tidak ada ancaman lebih lanjut. "Mari kita cari tempat untuk beristirahat dulu. Aku punya banyak pertanyaan, tapi itu bisa menunggu."

Dengan langkah anggun Kaivorn memimpin jalan, menjaga jarak yang cukup nyaman agar Calista bisa mengikutinya tanpa merasa tertekan.

Di belakangnya, Calista berjalan perlahan, masih memproses apa yang baru saja terjadi.

Kaivorn berjalan dengan tenang di depan, sementara Calista mengikuti di belakangnya, langkah-langkah mereka melintasi tanah hutan yang lembap dan berlumut.

Meskipun Kaivorn terlihat tenang, ia memperhatikan setiap gerakan Calista dari sudut matanya.

"ketakutan yang tersirat dari cara menunduk, perasaan cemas yang terlihat jelas dari gerakan tangannya yang gemetar." pikir Kaivorn, "Semuanya konsisten dengan seseorang yang telah hidup dalam ketakutan dan pelarian."

Pikiran Kaivorn berputar cepat, mencoba mencari jawaban dari sesuatu yang menganggu di benaknya.

"Jadi," Kaivorn memecah keheningan dengan suara yang tenang dan ramah, "kau sudah berapa lama berada di sini, di hutan ini?"

Calista ragu sejenak, matanya masih memandang ke tanah. "Aku... tidak tahu," jawabnya pelan. "Beberapa hari, mungkin."

Kaivorn mengangguk, menyimpan informasi itu di benaknya.

"Dari kondisinya, tampak jelas bahwa ia telah mengalami banyak kesulitan." gumam Kaivorn dalam hati, merasa tertarik. "Namun, yang lebih menarik bagiku adalah fakta bahwa dia masih bertahan."

Pupil merahnya bersinar terang, melirik ke arah Calista dengan senyuman tipis.

"Ada sesuatu di balik ketakutan itu—sesuatu yang terlihat." pikir Kaivorn, tak bisa menahan rasa tertariknya. "Aku... ingin lebih memahami siapa Calista sebenarnya!"

"Beruntung aku menemukamu sebelum ada yang lebih berbahaya," ucap Kaivorn lembut, mencoba memberi rasa aman. "Hutan ini tidak terlalu ramah, seperti yang kau mungkin sudah tahu."

Calista hanya mengangguk pelan. Rasa syukur terlihat samar di wajahnya, meski ia tampak masih menjaga jarak.

Mata Kaivorn tetap memperhatikan sekitarnya, tanpa menurunkan rasa waspada sedikitpun.

"Ada celah-celah aneh dalam ceritanya," ujar Kaivorn dalam hati. "Aku benar-benar tak bisa mengabaikannya.."

Pemikirannya bergerak cepat, menimbang opsi yang tersedia.

Dia tahu, pendekatan yang salah bisa membuat gadis itu mundur atau semakin tertutup.

"Namamu indah, Calista," Kaivorn melanjutkan, suaranya tenang, hampir seperti sedang berbicara dalam percakapan santai. "Terdengar seperti nama seorang bangsawan. Dari mana asalnya?"

Calista tampak bingung sejenak, sebelum menjawab dengan pelan, "Aku... aku tidak tahu. Mereka... yang memberikannya padaku."

Kaivorn menangkap setiap kata dan jeda dalam jawabannya.

Itu lebih menguatkan spekulasinya, namun ia tetap menjaga nada bicaranya ringan.

"Nama itu cocok untukmu," kata Kaivorn, seraya memberikan senyuman hangat yang begitu lembut. "Sangat cantik."

Calista terdiam sejenak, pipi nya memerah akibat wajah tampan Kaivorn.

Dia berhenti sejenak, sebelum akhirnya berjalan kembali mengikuti Kaivorn.

Setelah beberapa waktu berjalan dalam keheningan, Kaivorn terus memperhatikan Calista dari sudut matanya.

"Apa kau memiliki tempat yang dituju?" tanya Kaivorn tiba-tiba, nadanya ringan seolah mereka sedang berbicara santai.

Calista menggigit bibirnya, lalu menggelengkan kepala. "Tidak ada. Aku… hanya berlari sejauh mungkin dari tempat itu."

Kaivorn menanggapi dengan senyum kecil, wajahnya tetap tenang.

Ia mendengar nada ketakutan dalam suaranya, dan hanya mempertegas spekulasinya bahwa Calista mungkin berasal dari sesuatu yang kelam.

"Jangan khawatir," jawab Kaivorn, dengan suara lembut yang menenangkan. "Kau bersamaku sekarang."

Saat mereka berjalan, Kaivorn melihat tanda-tanda kecil di tanah—bekas tapak kaki yang baru saja dilalui beberapa orang.

Instingnya sebagai petarung bangkit, Kaivorn menyentuh gagang pedangnya tanpa menarik perhatian Calista, bersiap jika diperlukan.

"Kita akan lebih cepat sampai di pinggiran hutan dengan bergegas," katanya, sedikit mempercepat langkahnya.

Calista mengikutinya, meski lelah, dan berusaha menyesuaikan langkahnya dengan Kaivorn.

Mereka terus melangkah hingga suara samar terdengar dari balik pepohonan di depan mereka.

Kaivorn segera mengenali suara sepatu besi dan bisikan pelan.

Tanda bahaya langsung muncul di benaknya, dan ia berhenti, menarik Calista ke balik pepohonan besar.

Calista menahan napas, matanya melebar. "A-apa itu?"

Kaivorn menempatkan jarinya di bibir, "Sssttt" memberi isyarat untuk diam.

Dia memiringkan kepalanya, mendengarkan lebih saksama suara-suara tersebut.

Tiga pria muncul dari balik pepohonan, masing-masing membawa pedang dengan lambang kecil yang menandakan afiliasi mereka pada suatu organisasi.

Salah satu pria menatap sekeliling, tatapannya menyapu tempat Kaivorn dan Calista bersembunyi.

Pria tersebut memanggil rekannya. "Lihat itu, ada jejak-jejak yang menuju ke sini." Rekannya mengangguk, mengangkat bahu, "Mungkin budak yang kabur itu."

Kaivorn merasakan bahaya yang semakin mendekat.

Namun, ia tetap tenang dan keluar dari persembunyiannya dengan anggun.

Kaivorn melangkah maju, memperlihatkan diri di hadapan mereka.

Mereka semua itu terlihat terkejut, meihat Kaivorn yang muncul tiba-tiba.

Salah satu dari mereka memperhatikan rambut putih dan mata merah Kaivorn.

"Lihat! Rambut putih dan mata merah itu... Bukankah itu ciri khas keluarga Marquis Vraquos?" ujar salah seorang dengan rasa hormat yang terpaksa, sebelum berbisik kepada rekannya.

Kaivorn hanya tersenyum tipis. "Kalau begitu, kalian tahu betapa berbahayanya mengganggu bangsawan," katanya dengan nada yang tenang namun penuh otoritas.

Salah satu pria tertawa sinis, "Kami di sini tidak untuk mencari masalah." katanya "Jadi, menyingkirlah."

Kaivorn mengangkat alis, tatapannya berubah dingin.

Dengan satu gerakan cepat, ia menarik pedangnya dan dalam waktu singkat menebas salah satu pria, gerakannya mulus dan presisi.

Kedua pria lain terdiam, terkejut dengan kecepatan dan keterampilan milik Vraquos.

Calista melangkah mundur perlahan, matanya berkedip-kedip antara Kaivorn dan tentara bayaran yang baru saja muncul.

Wajahnya tampak cemas, tapi dia tetap berdiri tegap.

Sementara itu, Kaivorn hanya menatap mereka dengan tatapan dingin dan tajam yang tak terbaca, seperti seorang pemangsa yang tengah menilai mangsanya.

"Pergilah," perintah Kaivorn, suaranya tak lebih dari sebuah bisikan yang menggema dalam kekosongan hutan, namun terasa mematikan.

Tatapannya seakan menusuk, memotong ke dalam diri mereka seperti bilah pedang yang tak kasat mata.

Salah satu tentara bayaran menelan ludah, tangannya gemetar saat menggenggam pedangnya lebih erat.

"Tidak mungkin seseorang dari keluarga Vraquos berkeliaran sendirian di tempat seperti ini," gumamnya, berusaha menenangkan rekannya yang sudah mulai terlihat cemas. "Dia pasti dari keluarga cabang."

Yang lain mengangguk setuju, meski keringat dingin mulai mengalir di dahinya.

"Kau benar," katanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri sambil mengangkat pedang.

Kaivorn menatap mereka, senyum tipis terbentuk di bibirnya, namun matanya memancarkan ketenangan yang mengintimidasi.

"Sepertinya…" gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam di antara desiran angin. "Masih banyak orang yang tidak terlalu menghargai nyawanya, ya?"

[The basic sword art of Vraquos (B) sedang di aktif.]

1
azizan zizan
di awal rasa sombong bila di beri latihan nah malah tak mampu...cieehhh sampah..
Igris: wkwkwk
total 1 replies
azizan zizan
lah mau tulis pengsan aja ayatnya bertele tele..iesshhh......
𝐉𝐚𝐬𝐦𝐢𝐧𝐞<𝟑
LUCU BNGTTT😭😭
Thinker: lucuan km g si?
total 1 replies
Callian
menurut gua kwsimpulannya gini, Kaivirn pura pura bodoh dari kecil karena dya gapunya bakat buat bertarung, lalu dya mendapatkan sistem yang bikin dya mikir klo dya gaperlu pura pura bodoh lgi(gua mikir gini karena dya nanya ke sistem dlu). ini juga terlihat di bab awal sekitar chptr 1-2 Kaivorn teelihat kek anak kecil polos yang penakut, tapi berubah ketika situasi genting(ketika dya lawan pembunuh—dya jdi bisa nguasain situasi dengan baik). trus kecerdasannya juga udh di tunjukkin di chpter "profil", yang jauh melampaui maid ama kakaknya.
Ray
lah bisa gitu
Ray
yahhhh tumbang
CBJ
BISA BISANYA?!!
Ray
awalannya udah cukup bagus, gatau lanjutannya kek mana, semoga bagus dah
CBJ
mau nanya, rata rata orang dewasa disana dapet stats berapa?
Callian: menurut gua antara 10 kalo ga 15, liat aja si pembunuh yang harusnya cukup terlatih kalah sama bocah statistik sekitaran 15
total 1 replies
Thinker
iyadeh si paling manusia yang di pilih oleh dewa, keren sih tpi
@...?????...@: buset...keren coy keren
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!