Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Restu
“Mengenai pernikahan dalam waktu dekat, ... kalian sama-sama terluka. Bukankah alangkah baiknya kalian menyembuhkannya atau—”
“Ma, maaf aku potong ucapan Mama. Namun, delapan hari lagi pernikahan Arini dan suaminya, genap enam bulan. Kami mengejar waktu genapnya enam bulan pernikahan Arini dan suaminya. Karena pembatalan pernikahan, hanya berlaku untuk pernikahan yang belum ada enam bulan.” Ardhan menyela ucapan mamanya dengan sangat santun. Hingga kedua wanita di hadapannya, apalagi ibu Sundari, sudah langsung menjadikannya sebagai pusat perhatian.
Tak ada lagi tawa tertahan gara-gara kelakuan Arini yang benar-benar polos. Yang ada hanyalah keseriusan dan membuat kebersamaan hening.
“Terlepas dari semuanya, suami Arini tidak mau menceraikan Arini. Nanti yang ada, kasu s akan mirip perceraian Mbak Alina dan Yusuf. Prosesnya jadi alot karena Yusuf terus berusaha mempertahankan pernikahan. Yusuf sampai kerja sama dengan pihak KUA buat enggak memberikan salinan buku nikah mbak Alina dan Yusuf. Intinya ribet,” lanjut Ardhan.
“Oh ...,” lirih ibu Sundari merasa syok. Tatapannya dengan refleks menatap Arini yang ada di sebelahnya. “Apakah selama bersama, suamimu memperlakukan kamu dengan baik?”
Ditanya begitu, lagi-lagi Arini refleks melirik bahkan menatap Ardhan. “Sebenarnya, baik tidaknya seseorang juga harus dilihat dari keadaan sekaligus latar belakangnya. Karena baik bagiku, belum tentu akan sama jika orang lain yang menilainya. Namun sejauh ini, sebenarnya dia pria yang sangat tanggung jawab.”
“Pria tanggung jawab tidak akan selingkuh, selain dia yang tega menjadikan kamu tulang punggung!” sela Ardhan langsung sewot dan memang emosi.
“Iya ... maksud saya, terlepas dari apa yang terjadi sebelum tiga bulan terakhir. Dia itu tipikal pria yang sangat perhatian, hangat, ... memang suami idaman. Mungkin karena sejak kecil, dia sudah ditinggal meninggal oleh bapaknya. Hingga mau tak mau, dia harus menggantikan tanggung jawab papanya. Dia beneran peduli sekaligus manjain banget ke mama dan adiknya. Hingga dia sensiti f banget jika disinggung mama dan adiknya. Jadi, dia beneran akan diam walau dia din jak-injak sekalipun. Namun kalau mama sama adiknya diusik, dia langsung marah.”
“Bisa jadi, ... Killa baper dengan perlakuan dia. Sementara setelah ada hubungan lebih, dia cerita ke mama dan adiknya. Dan mama maupun adiknya yang memang haus harta, pasti langsung silau kemudian tanpa pikir panjang mendukung hubungan dia dengan Killa. Saya rasa, urutan kejadiannya seperti itu. Bukan bermaksud kepedean, tapi alasan dia enggak mau menceraikan saya, mungkin karena hubungan baik kami selama ini. Meski andai saya berani mengusik mama dan adiknya, dia pasti akan langsung otomatis membenci saya.” Tanpa Arini sadari, pipinya sudah basah karena air matanya yang berjatuhan mengiringi ceritanya. Cerita yang juga menjadi bagian dari jeritan isi hatinya yang paling dalam.
“Iya, ... sebenarnya mas Akbar memang orang baik. Bersamanya, aku juga pernah sangat bahagia. Bersamanya, dia pernah membuatku merasakan kasih sayang orang tua, khususnya kasih sayang seorang bapak. Masalahnya, dia punya mama dan adik yang masya Allah banget. Sementara dia tipikal yang enggak bisa menolak permintaan adik apalagi mamanya,” lirih Arini sambil mengelap air matanya menggunakan tisu kering yang ia terima dari ibu Sundari. Namun karena air matanya terus berjatuhan membasahi pipi, kedua tangannya jadi sibuk mengelap air mata di pipinya.
“Rasanya sesak banget. Karena walau mama dan adiknya julid level kerak neraka, aku tetap sayang mas Akbar. Namun, ... nyatanya aku tetap enggak ada artinya buat mas Akbar. Baginya mama dan adiknya tetap yang nomor satu. Bahkan dia tega mengkhianatiku selama ini. Andai aku enggak tahu, pasti dia tetap enggak ngaku. Pasti dia masih mengaku di—PHK dan alasan lainnya!” batin Arini sampai sesenggukan karena keputusannya menahan tangis berikut suara yang dihasilkan, justru membuat dadanya sangat sesak. Rasanya sakit sekali, tubuh Arini sampai terguncang pelan.
“Jangan menangisinya lagi. Karena walau dia pria bertanggung jawab, dia hanya benar-benar melakukannya kepada mama dan adiknya. Dia pria tidak punya pendirian yang akan menuruti setiap kemauan mama dan adiknya. Hidup dengan pria seperti itu, apalagi kalau kamu misk!n, kamu pasti hanya sakit hati. Kamu hanya akan menjadi ba bu mereka, enggak lebih!” ucap Ardhan merasa prihatin. Ia menatap Arini yang baru saja dirangkul kemudian dipeluk ibu Sundari.
Terlepas dari semuanya, sebenarnya Ardhan juga sedang menasihati sekaligus menghibur dirinya sendiri. Karena jauh di dalam hatinya yang paling dalam, Ardhan juga wanti-wanti dirinya untuk tidak pernah memaafkan Killa.
“Setega ini dia ke aku,” batin Arini yang jadi teringat keadaan Akbar, ketika untuk pertama kalinya pintu hotel dibuka. Kejadian penggerebekan itu sungguh terputar dengan sangat lancar di ingatan Arini, sebelum akhirnya kisah mereka juga turut terputar. Kisah sangat manis yang mana sekadar pakaian untuk Akbar, tak hanya Arini siapkan penuh cinta di tengah kesibukannya. Sebab Arini tak segan membantu Akbar memakai pakaiannya.
“Kalian sama-sama terluka. Ingat, menikah bukan untuk menambah luka. Menikah itu menyembuhkan luka. Minimal jika kalian tidak bisa pacaran halal setiap saat, kalian wajib menjadi teman baik. Apa pun yang terjadi karena ini kemauan kalian, kalian harus bertanggung jawab ke pernikahan kalian. Pasangan itu cukup satu, saling jaga dan saling melengkapi saja. Turunkan ego, dan saling terbuka. Namun bukan berarti kalian anti kritik,” ucap ibu Sundari sambil menatap kedua mata Ardhan, maupun kedua mata Arini yang masih ia rangkul punggungnya. Arini masih berderai air mata.
“Heh, ... ini dikasih restu? Serius, aku enggak halu, kan?” pikir Arini yang detik itu jadi membatu.
Ibu Sundari memang memberi restu, dengan catatan, Arini dan Ardhan harus sama-sama bertanggung jawab kepada hubungan yang keduanya jalin. Ibu Sundari berharap, apa yang sudah terjadi bisa menjadi pelajaran. Menjadi bekal Arini maupun Ardhan dalam menjadi manusia yang lebih baik lagi.
“Untuk urusan dengan keluarga besar kita, nanti Mama akan bantu sampaikan. Sekarang yang terpenting, urus ke keluarga Arini dulu. Nanti kalau semuanya sudah siap, baru keluarga kita bertemu. Apakah kalian mau gelar resepsi?” ucap ibu Sundari.
“Enggak perlu. Kepalaku masih penuh pikiran, selain jadwalku yang padat banget. Yang penting kami langsung nikah biar enggak ada fitnah. Resepsi bisa nyusul, Ma!” sergah Ardhan langsung menolak.
Lain dengan Ardhan, Arini yang diam juga tak tertarik menggelar resepsi. Terlebih keadaan sedang panas-panasnya, dan baik dirinya maupun Ardhan, sedang menjadi pusat perhatian.
“Bentar ... rasanya mirip mimpi. Ini dengan keluarga Pak Ardhan bisa mulus jalan restunya. Mulus banget, tapi di keluargaku ... ah, ... Pak Ardhan wajib tahu semuanya sebelum dia syok!” batin Arini yang malah makin deg-degan hanya karena restu yang ia dapatkan.
(Alhamdullilah hari ini sudah up 3 bab ya. Yuk ramaikan ❤️)