NovelToon NovelToon
Dinikahi Pria Beristri

Dinikahi Pria Beristri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Itsaku

"Apa dia putrimu yang akan kau berikan padaku, Gan...?!!" ujar pria itu dengan senyuman yang enggan untuk usai.

Deg...!!

Sontak saja otak Liana berkelana mengartikan maksud dari penuturan pria tua berkelas yang berada di hadapannya tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak Tenang

Obrolan Haris dan Liana terhenti, ketika kakek Sudibyo berdiri menyambut kedatangan mereka. Sorot matanya yang tak bersahabat tertuju pada Haris. Liana yang peka dengan situasi itu, segera melangkah menghampiri sang kakek sambil tersenyum.

"Kakek..." sapanya sambil mengecup punggung tangan kakek Sudibyo.

"Aku bawa oleh-oleh buat kakek. Mas Haris yang membantuku, karena aku belum tahu kakek sukanya apa." kata Liana kemudian sambil melihat Haris yang juga mencium punggung tangan kakeknya.

"Liana, kamu istirahat dulu. Kakek ada perlu sama Haris." ujar kakek dingin.

"Kek..., mas Haris sedang kurang enak badan. Makanya kami pulang lebih awal. Apa tidak bisa ditunda? Biar mas Haris istirahat dulu." tutur Liana sambil mengedip-ngedipkan matanya pada Haris.

Kakek tampak menelisik kondisi cucunya. Haris pun membuat dirinya tampak melas. Akhirnya kakek menyetujui permintaan Liana. Biar bagaimanapun kesehatan sang cucu lebih penting.

"Kalian istirahat dulu..." kata kakek kemudian.

"Terimakasih, kakek..." balas Liana.

"Nanti Haris akan temui kakek." kata Haris sebelum berlalu dari hadapan sang kakek.

"Pergilah..., pergilah...!!" kakek mengibas-ngibaskan tangannya pada Haris agar segera pergi.

"Sejak kapan seorang Haris berlaku konyol begini..." Haris mengumpat dalam hati sambil menarik kopernya di belakang sang istri.

Di dalam kamar...

"Menurutku kakek tahu soal mbak Vanya." kata Liana sambil mendaratkan tubuhnya di atas kasur.

"Jangan pikirkan, aku sudah siap dengan segala resikonya." sahut Haris.

"Mas Haris ekspresif rupanya..." Liana terkekeh geli mengingat akting Haris.

"Itu yang pertama dan terakhir kalinya." desisnya.

"Mas Haris..., aku harap tidak ada lagi pertengkaran diantara kalian. Kalau memang nantinya kakek bahas soal mbak Vanya." ujar Liana seolah sedang memohon.

"Kami sudah terbiasa bertengkar. Jangan pikirkan." balas Haris dengan nada datar.

"Kembali setelan awal." gumam Liana lirih, dan hampir tak terdengar.

"Apa?" sahut Haris.

"Nggak ada." balas Liana. "Mas mau disiapin air buat mandi?" tanya Liana kemudian.

"No, thanks. Kamu mandi saja duluan. Aku mau rebahan sebentar." kata Haris.

"Baiklah..." balas Liana.

Setelah menyelesaikan aktivitasnya di dalam kamar, Liana segera turun dan membawa beberapa bungkusan dibantu oleh Anisa. Anisa membagikan oleh-oleh pada para pekerja, sedangkan Liana pergi ke kamar kakek Sudibyo.

"Kamu kelihatan bahagia sekali, nak..." ujar kakek.

"Alhamdulillah, kek..." balas Liana sambil membuka kemasan baju yang dia bawa untuk kakek Sudibyo.

"Yang biru ini aku yang pilih buat kakek. Yang hitam pilihan mas Haris." katanya lagi.

Kakek hanya diam sambil tersenyum memperhatikan cucu mantunya itu.

"Kakek..., memangnya ada hal penting yang mau dibicarakan sama mas Haris?" tanya Liana kemudian.

Kakek menatap Liana, seolah mencari sesuatu di dalam mata Liana.

"Kenapa kakek melihatku seperti itu?" tanya Liana.

"Apa Haris bersikap selama di sana?" kakek tidak menjawab pertanyaan Liana. Tapi justru bertanya balik.

"Iya, kek. Lihat ini...!" Liana menunjukkan galeri di ponselnya.

Hati kakek Sudibyo yang tadinya dipenuhi amarah, mendadak menjadi menghangat melihat foto kebersamaan kedua cucu kesayangannya.

"Syukurlah. Tadinya kakek khawatir pria sialan itu mengabaikanmu." ujar sang kakek.

"Awalnya iya..." sahut Liana dengan memanyunkan bibirnya. "Tapi kemudian aku membalik keadaan." Liana kemudian tersenyum.

"Baguslah." kakek pun ikutan tersenyum. Meski ada hal lain yang mengganggu pikirannya.

"Bagaimana Haris sekarang? Kenapa malah ditinggal sendirian?"

"Tadi sedang mandi, makanya aku menemui kakek."

"Sekarang kembalilah, dia biasanya manja kalau lagi sakit." tutur kakek.

"Iya, kek..."

Liana yang patuh pun bergegas kembali ke kamarnya, untuk menemui Haris yang tidak sakit.😄😄

___

Seorang pekerja menata obat dan air hangat di atas nampan. Liana pun penasaran siapa yang sakit di rumah besar itu?...

"Obat siapa, bibi?" tanya Liana yang kebetulan sedang membuat air lemon hangat.

"Buat tuan besar, nona." jawabnya.

"Kakek sakit?!" Liana terkejut, lataran kakek terlihat baik-baik saja saat ngobrol dengannya tadi.

"Iya..., kemarin dokter datang. Katanya suruh jaga kondisi, jangan mendekati segala hal yang memicu stres." ujar sang bibi menerangkan.

"Bibi tahu apa yang sudah terjadi?" Liana mulai penasaran.

"Bibi tidak tahu, nona. Kejadiannya waktu dalam perjalanan dari kantor. Begitu katanya." jawab bibi. "Coba nona tanyakan pada Yoga." kata bibi kemudian.

Yoga adalah pekerja yang selalu menyertai kakek Sudibyo kemanapun dia pergi.

"Baiklah. Terimakasih infonya, bibi. Ini biar aku yang bawa saja, ya..." ucap Liana dengan santun. Dan dengan sigap Liana mengambil alih nampan di atas meja mini bar tersebut.

Saat Liana menuju kamar kakek, dia bertemu Haris.

"Buat siapa?" tanya Haris.

"Kakek, mas." jawab Liana.

Tanpa banyak tanya lagi, Haris segera mengikuti langkah Liana.

Kakek Sudibyo terkejut saat melihat Haris dan Liana yang masuk.

"Kakek kenapa, kek?" tanya Haris panik dan segera mendekati sang kakek.

"Biar kakek minum obatnya dulu, mas." sahut Liana.

"Sini, aku saja." Haris mengambil obat-obatan itu.

"Apa yang sedang mereka rencanakan? Apa mereka hanya sedang berakting? Atau memang hubungan mereka sudah sebaik ini?"

Rupanya kakek masih merasa ragu dengan sikap ramah dan akrab dari sepasang suami istri hasil perjodohan di hadapannya. Kendatipun dia menangkap rona bahagia dari wajah Liana, juga matanya yang berbinar. Tetap saja kakek merasa ini sangat aneh, karena menurutnya terlalu cepat. Apalagi ketika pergi, mereka masih sama-sama cuek. Ditambah lagi foto yang dikirimkan di handphone sang kakek, seakan masih menjadi pemicu yang membuat hati kakek tak tenang.

"Kakek hanya lelah..." katanya setelah menelan tiga butir obat.

"Kakek mau dipijit?" ujar Liana dengan lembut.

"Tidak, nak. Kalian juga baru tiba hari ini. Pasti capek juga. Sudah larut sebaiknya tidur juga." tutur kakek.

"Lian, kamu tidur saja. Biar aku temani kakek sebentar." ujar Haris.

"Tapi, mas..."

"Jangan berisik, kakek tidak bisa tidur. Kalian berdua cepat pergilah...!!" kakek memasang muka masam. Lalu memiringkan tubuhnya.

Keduanya pun keluar setelah berpamitan dengan sang kakek.

"Padahal tadi kakek baik-baik saja." begitu kata Liana setelah Haris menutup pintu kamar kakek.

"Pasti ada sesuatu." gumam Haris.

"Bibi bilang, kita harus temui Yoga, mas." sahut Liana.

Tak butuh banyak pertimbangan lagi, mereka langsung mencari Yoga di luar. Rupanya Yoga sedang ngobrol santai dengan Anisa.

"Ekheem...!"

Deheman itu sontak saja membuat keduanya terkejut, dan salah tingkah. Sementara Liana yang ada di samping Haris tampak mengatupkan bibirnya menahan tawa, saat melihat keduanya langsung berdiri dengan salah tingkah.

"Yoga, bisa bicara sebentar?!" ujar Haris.

"Iya, tuan muda." jawab Yoga.

Yoga bergegas mengikuti sang majikan muda sambil menggaruk tengkuknya.

"Nona...?!!" ujar Anisa yang hanya dengan gerakan bibirnya.

Liana hanya mengangkat kedua bahunya seolah tak mau tahu. Dia sengaja ingin menggoda Anisa. Pasalnya Anisa sering sekali menggodanya dengan Haris, jadi dia ingin balas dendam. Setelahnya Liana pergi menyusul kedua pria yang sudah berlalu di hadapannya.

Haris menggeser kursi agar Liana duduk di sampingnya. Liana tersenyum, dia tidak menyangka Haris bersikap seperti itu padanya.

"Ada apa dengan kakek?" tanya Haris to the point.

"Ah, ini, tuan..." Yoga yang mengerti kemana arah dari pertanyaan Haris, segera mengeluarkan handphone dari saku bajunya.

"Ini tuan..." Yoga menyerahkan handphone milik kakek Sudibyo yang memang hampir setiap hari dia pegang.

Haris memeriksa semuanya. Dan dia menemukan sesuatu di sana. Matanya langsung menatap ke arah Liana, dan menunjukkan apa yang dia lihat. Liana menarik nafas panjang. Seolah berkata bahwa prediksinya sangatlah tepat.

___

Pagi itu seperti biasa, kakek Sudibyo duduk santai di taman sambil memberi makan ikan koleksinya. Liana menghampiri sang kakek sambil membawa pisang goreng hangat.

"Sedap sekali aromanya..." kakek selalu memuji masakan Liana.

"Akan semakin sedap kalau kakek mencobanya, mumpung masih hangat." balas Liana dengan senyuman manisnya.

"Duduklah sini, temani kakek!" titah kakek dengan sopan.

"Mana Haris?" tanya kakek setelah Liana duduk di sampingnya.

"Mas Haris sedang ada kerjaan, kek. Di kamarnya." katanya.

"Bukankah dia harus ke tempat perempuan itu?!" nada bicara kakek selalu tidak menyenangkan saat menyebut istri pertama Haris.

"Tidak, kek. Kakek lupa ya? Masih ada dua hari lagi. Karena kami pulang liburan lebih awal." balas Liana.

"Seseorang mengikuti kami, kek. Jadi kami merasa tidak nyaman di sana." ujar Liana kemudian.

Kakek Sudibyo langsung menyipitkan matanya. Dia merasa tertarik dengan apa yang Liana katakan.

"Coba ceritakan!" titah kakek.

"Harusnya aku tidak minta mas Haris duduk di samping mbak Vanya waktu itu..." gumam Liana.

"Kamu tahu kalau Haris mengajak perempuan itu?!" kakek sedikit terkejut.

"Iya, kek..." jawab Liana yang jelas hanya bualan.

"Maafkan aku, Tuhan..." batin Liana.

"Eh, nggak tahunya ibu-ibu yang tukar tempat duduk dengan mas Haris itu mengenali kami. Aku mendengar dia ngobrol di telepon dan mengatakan kalau mas Haris jalan sama perempuan lain, dan menyuruh orang mengawasi kami. Aku rasa tujuan mereka memang tidak baik." begitu cerita Liana.

"Kamu tidak keberatan Haris bersama perempuan itu?" kakek bukannya membahas para pengintai mereka, tapi justru membahas perasaan Liana.

"Kan aku sudah bilang sama kakek. Aku sudah berdamai dengan keadaan, kek... Dan yang penting sekarang aku dan mas Haris mulai menjalin hubungan baik. Bukannya itu bagus?!" ujar Liana yang tampak sangat tak terbebani dengan statusnya sekarang.

Di tengah obrolan mereka, tiba-tiba Haris datang bersama Yoga yang mengekor di belakangnya.

"Kakek..." panggil Haris.

"Ada apa?" masih saja nada bicara kakek terdengar ketus.

"Yoga bilang, dokter tidak menyarankan kakek bepergian jauh. Soal pertemuan di Singapura itu, apa benar kakek membatalkannya?" tanya Haris.

"Iya." jawab kakek.

"Kek..., apa tidak sayang? Bagaimana kalau aku yang pergi?" tanya Haris lagi.

Kakek menatap cucunya, lalu beralih pada Yoga. Dan Yoga mengangguk.

"Keluarga perempuan itu ada di sana. Bagaimana kalau Haris diam-diam menemui mereka? Padahal aku ingin kesana dan mencari keberadaan mereka." batin kakek tampak khawatir.

"Biar Lian menemaniku." imbuh Haris lagi.

Tak hanya kakek yang terkejut, tapi Liana pun sama. Haris tidak membahas soal itu semalam, jadi Liana tidak tahu apa-apa.

"Liana...? Bukannya kamu harus kuliah?" tanya kakek.

"Belum, sih kek..." jawab Liana.

"Baiklah pergilah. Yoga, siapkan tiket dan hotel untuk mereka!" titah kakek Sudibyo.

"Iya, siap tuan...!" balas Yoga dengan tegas.

Haris dan Liana saling pandang dan tersenyum. Itu pun tak luput dari perhatian sang kakek. Meski begitu, dalam hati dan pikiran kakek masih ada rasa tak tenang.

......................

1
Delita bae
💪💪💪💪👍👍🙏
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋👍👍🙏
Delita bae: 💪💪💪💪💪👍🙏
Delita bae: 💪💪💪💪💪👍🙏
total 3 replies
Eka Kaban
selamat pagi
Itsaku: pagi juga. terimakasih sudah mampir😊🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!