Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Benda bersejarah
Sepanjang perjalanan, Airlangga diam-diam memperhatikan Agnia yang tumben-tumbenan menjadi pendiam. Jika biasanya perempuan itu ceriwis, hari ini dia terlihat tak banyak bicara.
Ada apa ini? Apakah ini ada hubungannya dengan saat mereka liburan kapan hari?
"Apa perempuan ini sedang memikirkan sesuatu?" batin Airlangga.
Tapi yang di rasai justru sedang memikirkan hal lain. Tak memiliki saudara benar-benar membuatnya merasa dangkal di berbagai aspek. Kini, ia benar-benar harus mengandalkan dirinya sendiri.
"Apa masih jauh?" tanya Airlangga memecah kesunyian.
"Di depan nanti belok kanan!"
Airlangga mematuhi arahan Agnia. Meskipun hari ini terasa sangat berbeda, tapi Airlangga tahu akan batasannya. Mereka akhirnya tiba di sebuah villa yang dekat dengan pegunungan. Tempat itu di tempuh kurang lebih dua jam dari rumah Agnia.
Mereka di sambut udara yang terasa sejuk. Membuat pikiran yang semula panas kini seketika terobati. Airlangga memperhatikan sekeliling usai menutup pintu mobilnya.
"Tempat apa ini?" tutur Airlangga sembari berkacak pinggang memperhatikan kondisi di sekitar.
"Villa!" jawab Agnia nanar, melihat tempat yang sudah sangat lama tidak ia kunjungi.
Mata Agnia tiba-tiba berkaca-kaca, rambutnya yang lurus terbang kesana kemari di sapu angin. Di sana, Airlangga merasakan ada keanehan. Agnia terlihat menjadi muram.
"Aku tahu, maksudku...untuk apa kau datang kemari?" lanjut Airlangga yang tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Aku sedang ingin di sini. Kalau kau keberatan, kau bisa meninggalkan aku sendirian. Di sini aku akan aman!" jawab Agnia sembari berjalan maju dengan dada yang terasa sesak.
Airlangga agak terkejut saat mendengar jawaban itu, tapi mana mungkin meninggalkan Agnia sendiri. Entah mengapa, Airlangga merasa jika Agnia sedang sedih saat ini.
Tempat itu bernuansa semi modern. Di depan terdapat air mancur. Airlangga merasa cukup nyaman dengan suasana yang ada, ia terus berjalan mengekor di belakang Agnia. Dan ketika mereka telah berhasil masuk lalu tiba di pekarangan belakang, Airlangga semakin dibuat takjub dengan banyak sekali bunga kertas beraneka warna di sana.
"Ini bunga Bugenvil. Favorit mendiang Ibuku!" kata Agnia menatap nanar tanaman yang usianya tak lagi muda itu.
DEG
Tidak tahu kenapa Airlangga malah menjadi deg-degan kala mendengar kata Bugenvil.
"Bugenvil?" ulang Airlangga spontan.
Agnia mengangguk tanpa menatap pengawal tampannya itu.
"Bugenvil sarat akan makna kudus. Idealnya warna merah ini." menyentuh bunga dengan warna merah.
"Menjadi simbol cinta sejati untuk pasangan, dan sekaligus sebagai ungkapan seberapa dalam seseorang jatuh cinta atau menyukai seseorang dengan memberikan bunga Bougenville warna merah." lanjut Agnia sembari menyentuh bunga berkelopak unik itu.
Airlangga tekun mendengarkan penuturan Agnia yang menurutnya sangat menarik untuk di dengarkan.
" Kata Ibu, kita dapat mengekspresikan bentuk rasa cinta, perhatian dan kasih sayang kita kepada seseorang menggunakan bunga ini!"
Airlangga kini seperti membaca raut Agnia yang semakin lama semakin terlihat sedih.
"Setiap warna mewakili satu perasaan. Pasalnya, bougenville melambangkan gairah dan kegembiraan. Jadi cocok sebagai hadiah untuk orang tersayang. Sedangkan dalam budaya atau tradisi Victoria Inggris, bunga ini merupakan simbol pengalaman hidup dan semangat.
***
Airlangga sedang mengecek pistolnya ketika Agnia masuk ke dalam ruangan yang diperuntukkan bagi Airlangga untuk tidur malam ini.
"Ada apa?" tanya Airlangga yang segera menyembunyikan senjata yang ia bawa.
Agnia agak kaget karena tak mengira jika Airlangga punya senjata api. Tapi ia pura-pura tidak tahu dan melanjutkan niatnya.
"Kau sibuk?"
"Tidak!"
"Ikut aku sebentar!"
Mereka berdua akhirnya berjalan beriringan. Airlangga tak tahu akan dimintai apa. Hingga, setelah berjalan menaiki puluhan anak tangga, mereka tiba di sebuah ruangan di lantai paling atas.
"Ayahku menulis di kertas ini, dia berkata telah meninggalkan sebuah benda bersejarah. Aku tidak tahu itu apa karena dulu aku sungguh tidak tertarik. Aku, mau kau membantuku membukanya!"
Airlangga mengangguk , pria itu akhirinya menarik sebuah kotak yang rupanya di tanam di sebuah dinding. Dengan mengerahkan segenap tenaganya, ia berhasil menarik kotak besi itu hingga otot lengannya mengetat.
Benda itu berdebu dan seperti tak pernah terjamah siapapun. Agnia menunggu usaha dan upaya Airlangga dengan tekun, hingga akhirnya.
GRAK!
Sebuah kotak besi kini berhasil Airlangga tarik dengan tenaga yang agak lumayan.
"Benda apa ini?" tanya Airlangga dengan napas menderu.
Agnia menggeleng, "Aku juga tidak tahu. Ayah cuman bilang kalau ini bersejarah. Aku sih dulu gak terlalu excited. Sekarang karena aku di sini, aku jadi ingin tahu!"
Airlangga membawa dan meletakkan benda itu ke sisi ranjang yang agak terang. Agnia lalu meraih kunci dan memberikannya kepada Airlangga.
Pria itu akhirnya menerima kunci yang di berikan oleh Agnia lalu bergegas membukanya. Begitu mereka membukanya, mata Agnia langsung membulat sempurna demi melihat benda di dalam kotak itu.