Demi menghindari kejaran para musuhnya, Azkara nekat bersembunyi di sebuah rumah salah-satu warga. Tanpa terduga hal itu justru membuatnya berakhir sebagai pengantin setelah dituduh berzina dengan seorang wanita yang bahkan tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Shanum Qoruta Ayun, gadis malang itu seketika dianggap hina lantaran seorang pemuda asing masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak peduli sekuat apapun Shanum membela diri, orang-orang di sana tidak ada satu pun yang mempercayainya.
Mungkinkah pernikahan itu berakhir Samawa sebagaimana doa Shanum yang melangit sejak lama? Atau justru menjadi malapetaka sebagaimana keyakinan Azkara yang sudah terlalu sering patah dan lelah dengan takdirnya?
•••••
"Pergilah, jangan buang-buang waktumu untuk laki-laki pendosa sepertiku, Shanum." - Azka Wilantara
___--
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 - Sayang Bangetlah ~ Shanum
Tidak ada penantian yang sia-sia, dan tidak ada pula usaha yang percuma. Setelah tadi siang merengek lantaran lapar sampai mengeluh sakit semuanya, Azkara berhasil mengalahkan nafsu-nya dengan dukungan Shanum.
Jika di rumah dia akan menyerah dan memilih buka diam-diam, hari ini tidak bisa. Bukan hanya karena Azkara yang tidak berani bertindak sejauh itu, tapi Shanum juga mengawasinya dengan begitu ketat.
Bukan karena tidak percaya, tapi memang seharian ini kemanapun Azka pergi dia ikuti demi memastikan sang suami tidak pingsan tentu saja.
Masih beberapa menit lagi, hidangan berbuka sudah siap di meja. Dan sejak Shanum menyiapkannya dia sudah duduk manis di meja makan demi menemani istrinya.
Sebenarnya Azkara heran, kenapa yang mengerjakan semua adalah istrinya. Sementara ibu mertua dan adik iparnya hanya berleha-leha di ruang tengah. Di antara mereka juga tidak begitu banyak komunikasi, benar-benar seadanya dan seperti hidup sendiri.
Kendati demikian Azkara tidak begitu peduli. Dengan begitu, maka alasannya untuk membawa pergi Shanum sudah paling tepat. Pun dengan sikap mereka yang begitu jelas menguntungkan Azkara lantaran bisa bebas berdua dengan sang istri, singkatnya tidak ada drama canggung karena kehadiran keluarga istrinya.
Sejenak meninggalkan tentang hal itu, Azka kini kembali memandangi menu berbuka puasa yang luar biasa menggoda imannya. Mungkin karena perjuangan hari ini luar biasa, jadi tidak heran hanya melihat es buah di hadapannya Azkara seperti tidak minum setahun lamanya.
Belum lagi, berbagai jenis takjil yang tadi sore sempat mereka beli, sungguh Azkara tak kuasa menahan lebih lama lagi. Semua yang ada di depannya seolah berteriak memanggil hingga Azkara tanpa sadar hendak meraih salah-satu di antaranya.
"Eeeh, Mas, belum!!" ucap Shanum panik sembari menahan pergelangan tangan suaminya.
Azkara yang sadar jika dirinya telah mempermalukan diri sendiri seketika mengatupkan bibir dan berpikir keras hendak beralasan apa kali ini. "Ada nyamuk, mau kuusir," elaknya terlihat serius hingga Shanum menghela napas lega.
"Kirain lupa."
Shanum yang memiliki hati sebening embun dan belum mengenal Azkara lebih dalam percaya-percaya saja akan penjelasan sang suami. Bermodal wajah serius dan cara bicara yang tetap berkharisma, Azkara kembali berhasil mempertahankan wibawanya.
Padahal, memang beberapa saat lalu tangannya sontak meraih risol mayo yang luar biasa menggugah selera di hadapannya. Entah iman Azka terlalu lemah, atau pesona risol mayo itu terlalu menggoda, dia tidak tahu juga.
"Memalukan ... come on, Azkara, itu cuma risol astaga."
Azkara mengutuk dirinya sendiri, dia juga tidak mengerti kenapa sampai sebegininya. Beruntung saja istrinya tidak bermental pengejek, jika tidak mungkin hal ini akan menjadi cerita hingga tahun berikutnya.
"Shanum ...." Suara sang mertua menelisik indera pendengaran Azkara, begitu juga dengan langkah kakinya.
"Iya, Abi."
Shanum menoleh, melihat ke arah sumber suara yang tadi mencarinya.
"Azkara mana?"
"Ini ada," jawab Shanum menunjuk sang suami yang juga tengah menoleh ke arah Kiyai Habsyi.
Pria itu menghela napas panjang, dia telah mencari Azkara di depan sejak beberapa saat lalu. "Sudah siap?"
"Siap? Siap apa, Bi?" Azkara mengerutkan dahi. Dia hendak ingin menjawab siap karena memang menu berbuka sudah dihidangkan, akan tetapi khawatir salah kaprah dan lagi-lagi membuat malu diri sendiri.
"Sepuluh menit lagi Azan, ayo ikut Abi ke masjid."
"What? Kenapa harus?"
Pertanyaan itu seketika terlontar di dalam hati Azkara. Dia bingung kenapa harus diajak ke masjid padahal mereka sudah siap untuk berbuka. Akan tetapi, Azkara yang agaknya mulai mengerti peran mertuanya di tempat ini segera beranjak walau dengan berat hati.
"Oh iya, Abi, sudah siap."
Begitu mendengar kata siap dari sang menantu, Kiyai Habsyi segera berlalu lebih dulu ke depan. Sementara Azkara yang tampak keberatan hatinya mau tidak mau harus mau.
Sudah sabar menunggu sejak tadi, di penghujung waktu malah diminta ke masjid. Kecewa berat awalnya, momen buka bersama pertama kali seketika gagal dan tergantikan berbuka dengan jamaah di masjid.
"Yang ikhlas, Mas ... Abi ngajak ngejar pahala, jangan cemberut," tegur Shanum selembut itu tatkala sadar wajah Azkara berubah datar.
"Ikhlas, ini aku senyum," sahut Azka memberikan senyum terbaik untuk sang istri sebelum berlalu.
Senyum yang secara tak sengaja juga disaksikan oleh Sabila. Lagi dan lagi, dia terpesona dengan senyum Azkara yang mungkin hanya akan terlihat di hadapan Shanum.
Terbukti jelas ketika Azkara melewatinya, senyum itu tak lagi ada. Tergantikan dengan tatapan sinis dan wajah super datar yang sama sekali tidak bersahabat, mirisnya tatapan itu juga tidak lebih dari dua detik.
"Ehm, kita bukanya apa?" tanya Sabila menghampiri Shanum dan berlagak santai walau barusan dibuat tersinggung dengan sikap Azkara.
Tanpa menjawab, Shanum rasa Sabila bisa melihat sendiri. "Loh? Kenapa nggak dibikinin kolak yang aku minta kemarin?" tanya Sabila tampak kecewa melihat menu berbuka kali ini tidak sesuai seleranya.
"Mas Azka tidak mau kolak, bosan katanya."
"Wah, jadi mentang-mentang punya suami gitu ya? Sesayang itu sama suaminya?" tanya Sabila menatap sinis Shanum yang terlihat santai di hadapannya.
"Dia suamiku, Sabila, sayang bangetlah." Jawaban Shanum tetap lembut, tapi nada bicaranya sengaja ditekan hingga membuat Sabila sebal lahir batin.
.
.
"Dia suamiku, Sabila, sayang bangetlah."
Singkat, padat dan sukses membuat Azkara salah tingkah. Sejak pertama kali meninggalkan rumah, sampai kini pulang pengakuan Shanum yang tak sengaja dia dengar sebelum pergi masih terus terngiang.
Bahkan, sebelum shalat Azkara sampai istighfar berkali-kali demi bisa khusyu. Rasa lapar dan hausnya seketika terganti, bahkan kurma yang diberikan mertuanya terasa kalah manis.
Entah itu hanya sebuah kebohongan demi membuat Sabila panas hati, Azkara tidak peduli. Yang jelas, dia sudah mendengar kata-kata itu dari bibir Shanum secara langsung.
Hingga ketika memasuki kediaman sang mertua, jantung Azkara berdebar tak karu-karuan. Hal itu terjadi saat dia belum bertemu Shanum, jelas saja ketika tiba di kamar beda lagi.
Begitu masuk kamar, Shanum baru saja beranjak dari atas sajadah. Masih menggunakan mukena dan memang secantik itu di matanya.
"Assalamualaikum, Mas."
Saking terpesonanya, Azkara sampai kebingungan hendak menyapa hingga Shanum yang menyapa lebih dulu.
Semakin gugup lagi, ketika Shanum mendekat dan mengulurkan tangannya. Demi Tuhan, hal kecil semacam ini adalah impian Azkara beberapa tahun lalu, jelas ketika benar-benar terjadi dirinya sampai kaku.
Cup
Shanum hanya mencium punggung tangannya, tapi jantung Azkara sama sekali tidak bisa diajak kerja sama. Tubuhnya bahkan terasa panas, dan jiwa yang memang kerap bertindak di luar kendali juga tidak bisa menahan diri. Tanpa sadar Azka sudah mengikis jarak dan membalas tindakan Shanum setelahnya.
Bukan kening, bukan pipi, apalagi tangan, melainkan bibir dan hal itu sukses membuat mata Shanum membulat sempurna.
"Begini, 'kan cara mainnya?" tanya Azkara mengusap bibir Shanum yang sejak tadi siang dia inginkan.
"Hah?" Shanum masih betah dengan posisinya dan berusaha memahami maksud Azkara.
"Aku lihat orang-orang begitu, kalau istrinya cium tangan suaminya cium bibir."
"Bu-bukannya kening ya?"
"Oh iya? Setahuku bibir," jelas Azka tak mau kalah, sementara Shanum yang sudah telanjur malu dan terkejut dengan tindakan sang suami hanya diam saja. "Ya, Tuhan ... aku pikir tadi siang dia bercanda."
.
.
- To Be Continued -
...Azka : Finally, aku berbuka well ... ini menu buka puasa yang aku cari-cari. ...
Semangat puasanya penduduk bumi😚
kanebo kering manaaaa
gak boleh num-num