"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Aku rindu
Aku rekomendasiin dengerin lagu ini 👇🏻
Wildflower by Billie Eilish.
*
*
*
Tidak ada yang akan menyangka, jika ,si cupu yang selalu tertindas di kampus dan detektif yang hari ini hampir menjadi korban penjualan organ ilegal, adalah orang yang sama.
Janessa menanyakan seribu pertanyaan terhadap pria yang baru saja mereka ketahui namanya, yaitu Samuel. Padahal, pria itu sedang ditangani oleh agen medis saat ini.
"Jadi, kau adalah detektif yang sedang menyelidiki kasus narkoba di Hilarious University?" tanya Janessa untuk kesekian kalinya.
Samuel mengangguk dan bertanya, "Dan kalian, adalah agen rahasia yang juga menyelidiki kasus yang sama?"
Catty dan Janessa mengangguk.
"Lalu, kenapa kau tidak melawan saat Deon terus saja membully-mu selama ini?"
Menghadapi pertanyaan Janessa, Samuel hanya bisa menghela nafas. Jika ia melawan, apa masih bisa dikatakan sedang menyamar?
Catty tidak mengerti, bagaimana cara kerja penyamaran seorang detektif bisa menjadi mahasiswa beasiswa. Jadi, dia mengoper tugas itu pada Janessa saja, lagipula kelihatannya Janessa sangat antusias terhadap pria itu.
Dia pergi menjauhi mobil medis milik organisasi dan membuka jaket yang menemani misinya kali ini. Lalu, melihat dengan seksama setiap sisinya. Sial, untung saja jaket ini benar-benar anti benda tajam. Dia merasa hampir diantar menuju rumah sakit lagi tadi.
"Terimakasih, Nak. Kami berhasil menyelamatkannya berkat bantuan mu."
Catty melirik pada pria tua yang menghampirinya tanpa suara itu. Berdiri dengan tangan yang bertautan di belakang tubuhnya.
"Hm, berkat organisasi lebih tepatnya," jawab Catty acuh.
Catty melihat pria itu tersenyum kecil dan mengangguk. Bisa ia tebak, pasti pria itu terkejut saat melihatnya pertama kali di organisasi. Keduanya juga tak menyangka, akan menjadi rekan misi kali ini.
"Seharusnya, kau menjalani kehidupan yang normal sekarang," bisik pria tua itu lirih.
"Aku dengar, kau menyelidiki kasus narkoba di kampus?"
Catty mengangguk sebagai jawaban. Ia melipat bibirnya kedalam, merasa ragu untuk bertanya. Namun, bibirnya mengalahkan perintah otaknya dan malah bertanya, "Anda juga mengirim Samuel untuk kasus itu?"
"Ya."
"Kenapa?" bisik gadis itu dengan lirih.
Yang ditanyai hanya tersenyum sendu. "Aku tak ingin merelakan ayahmu tanpa tau kebenaran saat itu, Nak."
Ketika kata-kata itu keluar, Catty tak bisa menahan cairan bening yang mulai memenuhi matanya. Ia pikir, semua orang sudah melupakan ayahnya yang mati tanpa kejelasan, saat sedang menyelidiki kasus itu.
"Apa anda tidak takut? Bisa saja, Samuel adalah korban mereka selanjutnya." Catty bertanya sambil menahan airmata nya.
"Tentu saja, tapi, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi untuk kedua kalinya."
Gadis itu mengangguk, ia percaya, pria itu pasti bisa menjaga anggota timnya dengan baik sekarang. Ayahnya pasti sangat bangga dengan ketua timnya jika mendengar perkataan ini.
"Aku turut menyesal atas apa yang menimpa ayahmu, Nak." Ucapan sang ketua tim terhenti sejenak. "Namun, aku harap, kau berhenti menyelidiki kasus itu. Biar aku saja yang mencari tau kebenarannya."
Catty menolak dengan gelengan. Ia harus mencari tau sendiri kali ini.
Ketua tim menghela nafas pasrah. "Kalau begitu, tolong hubungi Paman, kapanpun kau membutuhkan bantuan."
Ketika langkah kaki terdengar meninggalkan tempat itu, Catty tak bisa menahan lebih lama lagi air matanya. Cairan bening itu meluncur tanpa bisa ia tahan.
...'*'*'*'*'*'*'...
...'*'*'*'*'*'*'...
...'*'*'*'*'*'*'...
Hari ini berjalan dengan baik, misi penyelamatan selesai tanpa harus memakan korban nyawa. Pelaku berhasil mereka tangkap dan sudah diserahkan pada pihak berwajib.
Meskipun begitu, Catty masih merasa ada batu yang mengganjal di hatinya. Ia tak tau, berapa gelas yang sudah ia teguk malam ini. Hitungannya berhenti di gelas ketiga.
Sebuah tangan terjulur, ingin mengambil gelas dan botol wine yang isinya tinggal seperempat saja. Catty segera menghentikan tangan itu.
"Berhentilah, kepalamu akan sangat sakit besok."
Mendengar suara perempuan yang berbicara, Catty mendongak, menatap sosok yang terlihat kabur di matanya.
"Bu? Apa Ibu terbangun lagi?" Catty menggelengkan kepalanya, mencoba memfokuskan kembali pandangannya.
"Ayo, aku akan mengantarmu kembali ke kamar," ajak Catty.
Gadis itu mencoba bangun dari duduknya, namun, tubuhnya rubuh kembali ke kursi.
"Lihatlah, kau bahkan tak sanggup berdiri lagi sekarang," oceh Ibunya.
Catty tertawa saat mendengar hal itu, Ibunya masih bisa berkhutbah, ia senang mendengarnya. Ia mendongak, menatap perempuan yang terlihat berbayang di matanya.
"Apa kepalamu tak sakit hari ini, Bu?" tanyanya dengan senang.
Ibunya tak kesakitan hari ini, ia sangat senang melihatnya.
"Aku akan sakit kepala jika melihatmu seperti ini!"
Catty tertawa lebar saat mendengar itu, benar, ibunya tak suka jika ia minum-minum. Ia masih tujuh belas tahun, namun, sangat suka meneguk alkohol. Padahal, ia tau ia tak sekuat itu.
"Aku hanya ingin menghilangkan sakit di hatiku!" jawabnya dengan linglung. Tangannya kembali mengisi gelas dan menegaknya cepat.
"Cih, sakit hati apa?"
"Aku tak tau, aku hanya merasakan sakit disini!" Tangan mungilnya yang mengepal, memukul dadanya berulang kali.
"Ah!" gadis itu perlahan terisak. "Hiks, Bu, disini sangat sakit!"
"Baiklah, baiklah, jangan menyakiti dirimu seperti itu."
Tangan lembut melingkupi kepalan tangannya. Catty langsung menggenggam kuat tangan ibunya.
Air matanya terus meluncur dengan suara isakan yang tak berhenti. Sudah berapa lama ini? Ia hampir lupa rasanya menangis.
Seseorang memasuki ruang makan dengan tatapan heran. Ia bertanya dengan tatapannya pada perempuan yang tengah sibuk menenangkan gadis yang menangis keras itu. Namun, hanya gelengan yang ia dapatkan sebagai jawaban.
"Astaga, apa yang kau tangisi?" tanya ibunya, dengan jemari yang mengusap pipinya dengan lembut.
"Ah ... aku rindu ayah! Bu, apa kau tidak merindukannya? Aku sangat rindu!"
Isakannya yang menyedihkan terdengar memenuhi ruangan. Suara tangisnya yang tergugu, membuat semua orang memalingkan pandangan mereka. Mereka membiarkannya menangis sampai ia tak sadarkan diri.
Kepala yang terkulai di meja makan, dengan tangan yang menggenggam kuat tangan lain. Ia masih tergugu dalam tidurnya, tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya.
Perempuan tua yang mengusap rambut gadis itu, menoleh saat mendengar langkah kaki yang mendekat.
"Ssstt!" desisnya lirih.
"Dia kenapa, Kim?" Pria itu berbisik dengan nada rendah.
Matanya memindai keadaan gadis itu. Keseluruhan wajahnya memerah dengan raut wajah yang menyedihkan. Bibir itu mengerut dengan suara isakan lirih terdengar.
"Aku tak tau, dia pulang tanpa mengatakan apapun dan langsung mencari minuman," jawab Kim dengan lirih.
Sebenarnya, apa yang terjadi pada gadis ini? Bahkan, mabuk sampai tak mengenalinya, memanggilnya Ibu dengan berbagai ekspresi.
Sean mengusir semua pelayan yang berdiri di sekitar mereka. Apa-apaan mereka itu? Berjaga dengan wajah sendu dan mata yang memerah. Bahkan, Joe yang seorang pria juga terlihat mengerucutkan bibir, menahan tangis.
Sean mengangkat tubuh mungil yang bergeliat di dekapannya. Membawanya menuju kamar mereka. Ia membaringkannya dengan perlahan.
Jemarinya yang besar menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga dan mengusap pipinya yang basah.
Namun, jemari istrinya menggenggam jarinya dengan erat, menumpukan pipi lembut itu pada telapak tangannya.
"Ayah ...."
...'*'*'*'*'*'*'...
...'*'*'*'*'*'*'...
Huaaaaa....
Aku tuh tipe yang kalo nangis diam-diam, jadi kurang tau gimana ngekspresiin orang yang nangis smpe tersedu-sedu gitu.
kalian tim nangis yang gimana nih?
Diam-diam?
Isak sedu?
Jangan lupa vote + komen yha!
Love,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren