Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
60/1 : Kamu Dimana?
Tanya Hilal yang berhenti di sebuah gang, dan menemui seorang lelaki paruh baya.
"Maaf, mas-nya siapanya Halal?!"
"Saya temen kerjanya pak, kenapa yah pak?"
"Nggak, selama ini kan memang Halal tidak punya saudara, dia juga memang sudah yatim-piatu, dan selama mereka tinggal disini baru ada orang yang menanyakan, saya pikir saudara dari Ibu-nya, karena ibu nya Halal baru beberapa Minggu meninggal dunia, takutnya Mas-nya saudara dari ibu nya juga." Jelas Pria itu.
"Saya ke rumah nya dulu ya Pak."
"Monggo kalo mau ke rumahnya, setahu saya dia itu kalo pagi keliling cari barang rongsokan, tapi coba aja ke rumah nya dulu, satu gang lagi, rumahnya ada di sebelah kanan, yang banyak barang bekas-nya."
"Terimakasih Pak."
"Sama-sama."
Hilal memastikan dan ingin tahu kediaman Halal, lebih sedih lagi yang dia rasakan saat melihat kondisi rumah Halal, yang bangunannya sudah rapuh.
"Ya Allah!" Terenyuh melihat kondisi rumah Halal.
Masih ada di kota, disaat orang-orang rumahnya semi permanen itu paling sederhana-nya. Beberapa dinding rumah Halal di tambal dengan baligho bekas kampanye, daun pintu yang sudah rapuh hampir sebagian dimakan rayap. Semakin miris Hilal melihat kondisi rumah Halal dibandingkan dengan rumah Rizka.
Menghindari kesedihan yang mendalam, Hilal langsung meninggalkan rumah Halal dan mencari mereka.
...----------------...
Di megahnya komplek perumahan mewah, baru saja Halal dan Rizka mau memasukin komplek tersebut, di depan gerbang sudah tertulis Pemulung dan Pengemis Dilarang Masuk.
Sebuah bentuk diskriminasi di tengah kota, tanpa mereka sadar, akan muncul stigma sosial dan sama hal-nya mengotak-ngotakan sosial masyarakat.
Seolah, pengemis dan pemulung merupakan status sosial terendah, yang memiliki image buruk, bisa jadi menganggap pengemis dan membawa dampak kriminal efek.
Memukul rata bahwa pengemis dan pemulung indentik dengan tindakan kriminal dan 'sampah masyarakat'. Mereka mengira bahwa tidak akan ada orang kaya tanpa si miskin, dan bagaimana Islam bersikap adil, bahwa di sebagian harta mu ada hal-hal orang lain.
Melihat benner kecil yang terpasang membuat Halal dan Rizka berbalik arah, sampailah mereka di sebuah rumah mewah, di depannya memiliki bak sampah, Halal dan Rizka memilah barang - barang yang memiliki nilai jual.
Selesai mereka membawa barang-barang yang sudah di buang dari rumah mewah itu, tak lama si pemilik rumah keluar dan masuk ke dalam mobil, rupanya rumah yang baru saja barang bekasnya Halal dan Rizka ambil adalah kediaman Mamah Fida dan Hilal, mereka berselisih arah.
Langkah Halal dan Rizka terhenti di sebuah rumah yang dijadikan tempat usaha, mereka melihat sebuah benner informasi, Bergabunglah menjadi mitra kami, GRATIS! tertera no yang bisa dihubungi, dan di list gedung terdapat benner panjang membentang, ternyata mereka perusahaan atau distributor sebuah percetakan Al-quran, bergegas Halal mengambil handphone-nya dan mencatat nomor telepon yang tertera di benner tersebut.
Rizka paham apa yang dimaksud Halal menyimpan nomor tersebut, ia menganggu sambil tersenyum.
Mata Hilal terus mencari keberadaan Halal, dia perhatikan lapak-lapak barang bekas, dan ia menghentikan kendaraannya saat ja melihat gerobak yang terparkir di sisi jalan, Hilal menunggu si pemilik-nya dan memastikan kalau itu gerobak milik Halal. Hampir sepuluh menit ia menunggu dan si pemilik nya keluar, rupanya seorang pria yang memiliki gerobak tersebut.
Hilal melanjutkan perjalannya, dan terus mencari-cari Halal, nyaris menyerah, tetapi ia ingat kalau Hilal tidak punya banyak waktu untuk segera membawa calon tunangannya dan memperkenalkan ke Mamah Fida.
Ia terus mengingat ucapan Mamah,"begini aja, Mamah kasih kamu kebebasan untuk memilih siapa calon pendamping hidup kamu, silahkan kamu cari sendiri, tetapi ingat, mamah kasih kamu waktu 60 Hari untuk tentukan, dan mamah mau kamu segera menikah, tapi kalo kamu nggak bisa dapetin calon istri, maka mau nggak mau, suka nggak suka, kamu harus Nikah dengan Vika! TITIIIK!!"
Vika? Nama yang belum ada di hati-nya, kriteria yang diinginkan Hilal, wanita yang sederhana, dan tekun dengan agama-nya, karena Hilal sadar, perempuan sederhana dapat menerima kondisi pasangan, ketika diberi keluasan rezeki pasti mereka bersyukur, jika diberi kesulitan hidup pastilah mereka bersabar.
Pasangan yang sudah menjaga sholat-nya, maka dia pun kuat komitmen baik suka dan duka, jiwa tawakal sudah tertanam di hatinya, itu yang menjadi alasan dan kriteria seorang pasangan hidup bagi Hilal.
Disebelah rumah makan, ada warung langganan Halal yang selalu memberikan barang bekasnya untuk Halal, ia mampir dan mengambil barang-barang tersebut.
"Yah Neng, cuma sedikit nggak apa ya?!" Ucap Si pemilik warung.
"Segini juga saya sudah terima kasih banget pak. Terimakasih ya Pak."
"Sama-sama Neng."
Halal mulai membawa beberapa kardus dan setengah karung bekas air mineral kemasan. Ia segera meninggalkan warung tersebut. Hanya berselang beberapa menit, Hilal mampir disebuh rumah makan yang baru saja di lalui Halal, mengingat susah waktunya makan siang.
Tak lama Hilal singgah, ia melanjutkan kembali pencariannya, Halal dan Rizka berhenti di taman yang rindang.
"Riz, makan siang dulu, emang orang kaya aja yang bisa makan di luar, kita juga makan di luar ini, di taman pula, kurang nikmat apa kita?!" Halal memberikan nasi bungkus untuk Rizka dan air mineral.
"Alhamdulillah, masih bisa ketemu nasi." Ucap Rizka.
"Iya, yang bahaya kalo sudah ketemu tanah makam, sudah nggak bisa ketemu nasi lagi." Sindir Halal.
"Bisa aja kamu Lal."
Halal melihat isi gerobaknya yang sudah hampiri penuh.
"Alhamdulillah berkah kerja bareng kamu, Allah sudah siapkan semua, gerobak aku yang biasanya jam segini nggak penuh-penuh banget, sekarang liat tuh, penuh kan?! Itu-lah yang disebut rezeki berjama'ah."
Beberapa barang dan mainan bekas sudah menumpuk di gerobak Halal.
"Nanti sehabis kita sholat Dzuhur, kita lanjut cari lagi barang-barang, pas arah pulang baru kita jual." Ucap Halal dengan suapan pertama nasi bungkus yang baru mereka beli.
"Atur aja Lal, aku percaya kamu."
"Oh yah, nanti kita telepon distributor percetakan Al-quran tadi, siapa tahu ada peluang usaha dan sambilan."
"Iya Lal," Rizka sambil menikmati nasi bungkus yang diberikan Halal.
Selesai mereka makan siang, Halal dan Rizka berjalan kembali dan singgah disebuah masjid, mereka mengambil mukenah dari dalam gerobak yang digantung dan dibungkus rapat.
Lagi-lagi Hilal tidak bertemu dengan mereka setelah melewati taman yang baru saja, Rizka dan Halal singgahi untuk sekedar makan siang.
Hilal berhenti di sebuah masjid untuk menunaikan sholat Zuhur, ia melihat sebuah gerobak, Hilal tunaikan dahulu sholat-nya dan menunggu untuk memastikan siapa pemilik gerobak tersebut.
Apakah Hilal dapat menemui Rizka dan Halal?
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰