Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Pagi Hari di Apartemen Si Kembar
Pagi itu, matahari musim dingin yang lemah masuk melalui jendela-jendela besar apartemen mewah Alya dan Alyss, memberikan cahaya keemasan yang lembut di dalam ruangan. Apartemen mereka berada di lantai tertinggi sebuah gedung modern, dengan pemandangan kota yang membentang luas. Di luar, pohon-pohon meranggas tampak tenang di bawah embun pagi, sementara jalanan kota masih sepi.
Interior apartemen mereka mencerminkan kemewahan dan kenyamanan. Dinding putih yang bersih berpadu dengan lantai kayu gelap dan perabotan elegan. Sebuah piano besar menghiasi salah satu sudut ruangan, sementara rak-rak buku berisi koleksi-koleksi literatur dan novel.
Alya duduk di meja makan marmer, menyeruput kopi hangat sambil memandang keluar jendela. Pagi yang tenang seperti ini selalu menjadi favoritnya, jauh dari keramaian kampus dan hiruk-pikuk organisasi. Alyss, yang baru bangun, berjalan dengan piyama longgar dan rambut berantakan, langsung menghampiri Alya sambil tersenyum lebar.
“Selamat pagi, Nona Serius!” kata Alyss sambil tertawa kecil, menghampiri cermin besar yang berdiri di dekat jendela.
Alya meliriknya sekilas, kemudian menggeleng pelan. “Pagi,” jawabnya tenang, kembali fokus pada pemandangan kota.
Alyss yang sedang berdiri di depan cermin tiba-tiba mendapatkan ide usil. “Alya, sini deh! Aku mau coba sesuatu,” panggilnya.
“Apalagi sekarang?” Alya menghela napas, tetapi tetap bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah cermin.
Alyss langsung menarik Alya ke depannya dan mulai menata rambut panjangnya yang halus. “Rambut kamu ini selalu rapi, tapi aku bisa buat lebih menarik,” katanya sambil tersenyum jahil.
Alya menatap bayangannya sendiri di cermin, tampak sedikit tidak nyaman saat Alyss mulai mengikat rambutnya menjadi kepangan longgar. “Kamu tahu aku nggak butuh semua ini, kan?”
“Diam aja. Sesekali, biar aku yang berkreasi. Kamu ini harus lebih santai!” Alyss menjawab sambil merapikan rambut Alya dengan hati-hati, sebelum tiba-tiba mencubit pipi saudara kembarnya dengan gemas.
“Eh, apaan sih!” Alya mencoba melepaskan diri, tetapi Alyss tertawa puas.
“Kamu lucu banget kalau begini!” canda Alyss, memperlihatkan pipi Alya yang sedikit merah akibat cubitannya.
Belum sempat Alya protes lebih lanjut, suara bel apartemen mereka berbunyi. Alyss langsung berlari kecil menuju pintu, meninggalkan Alya yang masih merapikan rambutnya di depan cermin.
Ketika pintu terbuka, di sana berdiri Akira dan Asahi, mengenakan jaket tebal khas musim dingin, dengan wajah sedikit memerah akibat udara dingin di luar.
“Selamat pagi,” sapa Akira dengan senyum kecil, sementara Asahi hanya memberikan anggukan singkat.
“Eh, kalian datang pagi-pagi gini. Masuk, masuk! Kalian pasti kedinginan di luar,” Alyss langsung menyambut mereka dengan semangat, mempersilakan keduanya masuk.
Akira dan Asahi melepas sepatu mereka di depan pintu sebelum berjalan masuk ke ruang tamu. Suasana apartemen yang hangat dan nyaman langsung menyambut mereka, kontras dengan udara dingin di luar.
“Kami hanya ingin mampir sebelum pergi ke kampus,” kata Akira sambil menghangatkan tangannya. “Kupikir kalian mungkin butuh sesuatu atau... sekadar menemani sarapan.”
Asahi, yang duduk di sofa, melemparkan pandangan sekilas kepada Alya yang masih berdiri di depan cermin. Ada sedikit ketegangan dalam tatapan itu, meskipun tak ada yang membahasnya lebih jauh.
Alyss berjalan ke dapur sambil berkata, “Alya baru selesai sarapan, tapi kalian bisa duduk dulu. Aku buatkan teh untuk kalian.”
Alya, yang akhirnya selesai merapikan rambutnya setelah eksperimen iseng Alyss, menghampiri mereka dan duduk di sofa sebelah Asahi. “Bagaimana tadi perjalanan ke sini? Dingin, ya?” tanyanya sambil mengisi suasana dengan percakapan ringan.
Asahi tersenyum tipis. “Dingin, tapi lebih baik daripada kemarin. Udara semakin tajam belakangan ini.”
Akira menatap Alyss yang sibuk di dapur, sedikit tersenyum melihat antusiasme yang selalu terpancar darinya. “Kamu selalu energik pagi-pagi, ya?” komentarnya.
Alyss, tanpa menoleh, hanya tertawa kecil. “Kalau nggak begini, bisa-bisa aku ketinggalan banyak hal seru.”
Sementara itu, Alya dan Asahi hanya berbincang santai, membahas kegiatan kampus dan hal-hal ringan lainnya. Percakapan berjalan tanpa ada kejelasan emosi, tetapi keduanya tampak nyaman dalam kebisuan yang bersahabat, meski ada ketegangan halus yang masih menyelimuti interaksi mereka.
Ketika Alyss kembali dengan teh hangat, mereka semua mulai berbincang lebih leluasa, tanpa terburu-buru membahas hal-hal penting. Suasana pagi itu benar-benar terasa damai di apartemen mereka, seolah kehidupan yang sibuk bisa tertunda sebentar. Meskipun ada rasa-rasa yang belum diungkapkan sepenuhnya di antara mereka, momen seperti ini—yang tenang dan bersahabat—membuat mereka merasa lebih dekat daripada sebelumnya.