Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11.
Mobil berhenti di parkiran, salah satu Rumah sakit ternama di kota mereka.
Di lobby Rumah sakit, seorang pria berpakaian formal menyambut mereka, dan dengan sopan, membungkukkan tubuhnya sedikit pada Hendrik.
Lalu pria itu berjalan terlebih dahulu, di depan mereka menuju lift, dan menekan lift untuk mereka.
Lift naik ke lantai bagian VIP.
Ternyata di ruang VIP yang di tuju, telah menunggu seorang Dokter, bersama seorang perawat, dan dua pria lainnya, dengan pakaian formal.
Hendrik langsung menuju tempat tidur pasien, dan dengan cepat Dokter yang sedari tadi menunggu, memeriksa luka bagian perut Hendrik.
Jane berdiri tidak jauh dari tempat tidur pasien, melihat Dokter menangani luka pada perut Hendrik.
"Lukanya terbuka lagi, karena di bawa bergerak, tapi tidak terlalu lebar, perlu di jahit lagi!" ujar Dokter setelah memeriksa luka Hendrik, yang kembali mengeluarkan darah.
Hendrik diam saja, membiarkan Dokter kembali menjahit lukanya yang terbuka.
"Setelah di jahit, anda harus tetap berbaring! jangan sampai terbuka lagi, lukanya sudah harus kering dalam dua hari ini, ingat! anda tidak bisa untuk membatalkan lagi, rencana yang sudah di susun! dua kesempatan telah anda lewatkan! kali ini kita tidak boleh melewatkan nya lagi!" sahut seorang pria, yang sedari tadi menunggu mereka di ruang VIP tersebut.
"Iya..benar! ingat! anda harus mengalahkannya, mereka menganggap, anda tidak berani untuk menantangnya, karena masalah yang anda hadapi!" sahut yang seorang lagi.
Jane mendengarkan pembicaraan, yang ia tidak mengerti, seraya memperhatikan suaminya itu hanya diam saja, mendengarkan ke dua pria itu bicara.
"Tenang saja, dalam dua hari, lukanya akan mengering!" ujar Dokter, sembari menutup luka yang telah ia jahit, dengan perban.
"Baguslah! kita tidak bisa melewatkan kesempatan ini, pertarungan ini senilai dua miliar!" ujar pria yang pertama tadi bicara.
"Anda harus mengalahkannya dalam lima menit! buat mereka bungkam, kalau anda tidak bisa di kalahkan!" sahut pria satu lagi.
Hendrik diam saja, tidak memberi jawaban pada ke dua pria itu, ia melirik ke arah Jane yang memandang Dokter menangani lukanya.
Tatapan mata Jane terlihat tidak merasa ngeri, melihat Dokter menjahit lukanya.
Ia ingat, lukanya lebih mengerikan saat pertama sekali di tolong Jane, jadi ia tidak merasa heran dengan sikap tenang Jane.
Setelah selesai menjahit luka Hendrik, Dokter menarik tirai menutup ranjang pasien, untuk mengganti pakaian Hendrik dengan pakaian pasien.
"Sudah, beristirahat lah, kalau mau ke kamar mandi, pelan-pelan berjalan, agar lukanya tidak tergesek lagi!" ujar Dokter, membuka kembali tirai, setelah selesai mengganti baju Hendrik.
Tanpa menunggu jawaban Hendrik, Dokter dan perawat itu keluar dari dalam ruang pasien tersebut.
"Beli makan siang, aku mau makanan yang mewah dan higienis, jangan pake lama! pergilah!" sahut Hendrik kepada salah satu pria tersebut.
"Baik, Tuan!"
Seorang pria itu bergegas keluar dari kamar pasien, mengerjakan apa yang diinginkan Hendrik.
"Keluarlah!" sahut Hendrik kepada dua pria lainnya.
"Baik, Tuan!" jawab mereka mengangguk.
Hendrik kemudian mengulurkan tangannya pada Jane, lalu menepuk tempat di sebelahnya.
Perlahan Jane melangkah ke ranjang pasien, lalu duduk di sebelah Hendrik.
"Malam ini apakah kau tidak keberatan tidur di rumah sakit?" tanya suara bariton itu dengan hati-hati.
"Iya, tidak apa-apa!" jawab Jane.
"Tidur saja di ranjang itu, kalau mau istirahat!" tunjuk Hendrik tempat tidur pasien, di sebelah tempat tidurnya.
"Iya!" angguk Jane.
"Apakah kau terkejut dengan pernikahan dadakan ini?" tanya Hendrik pelan.
"Sedikit!"
"Apakah kau sudah mengetahui sebelumnya, sehingga kau tidak begitu terkejut?" tanya Hendrik lagi.
Tangan Hendrik perlahan, mencoba ingin menyentuh tangan Jane. Setelah ia bicara beberapa kata, ia jadi merasa canggung pada Jane.
Jane melirik tangan Hendrik, yang mencoba ingin memegang tangannya.
"Aku tidak mengetahui kalau sudah di jodohkan, awalnya aku menolak, karena tidak mengenal pria yang di jodohkan denganku!" kata Jane dengan jujur.
"Tapi, akhirnya kau datang juga untuk menikah?"
"Iya, karena Papaku pria yang keras dan kejam, ia akan menindas ku kalau aku tidak mau!" jawab Jane pelan, sembari menunduk.
Hendrik tersenyum kecil, mengetahui kejujuran Jane, ia juga awalnya tidak memperdulikan, perjanjian pernikahan itu diambil Pamannya.
Kalau ia tidak penasaran, siapa gadis yang disiapkan Kakeknya, menjadi calon istrinya, yang mungkin saja, sekarang sudah menjadi istri sepupunya.
Untung rasa penasarannya, membuat ia memeriksa siapa gadis dari keluarga Dyrell, yang akan menjadi istrinya.
Bagaikan di sambar petir, ia terkejut setelah mengetahui siapa gadis dari keluarga Dyrell, yang disiapkan Kakeknya, untuk dirinya.
Gadis yang ingin ia temui lagi, karena telah menolongnya, dari ambang kematian.
Bersambung.....